PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Biasanya tiap musim pendaftaran siswa baru, terutama di wilayah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) masih diwarnai dengan keluhan orang tua siswa.
"Pembelian buku dan seragam sekolah dinilai masih memberatkan para orang tua siswa."
“Bisa kan kita maklumi jika ada orang tua yang kemudian merasa keberatan atau tidak mampu. Karena akibat ekonomi yang kian terpuruk sejak adanya pandemi Covid kemarin, tidak sedikit orang tua yang kehilangan pekerjaan, dan belum semua bisa bangkit dari krisis ekonomi yang menyertai pandemi,” kata Wawan Sudarwanto dari LP3 Anak Negeri ini dalam pembicaraannya lewat ponsel, Sabtu (12/10).
Wawan juga memaklumi, bahwa buku dan seragam sekolah juga diperlukan untuk kelancaran proses pendidikan.
Seragam diperlukan agar tidak ada perbedaan status sosial yang ditunjukkan oleh pakaian atau penampilan.
Seragam diharapkan mendorong rasa persatuan dan mengurangi tekanan pada murid yang mungkin merasa minder karena perbedaan penampilan.
"Seragam sekolah juga menjadi sarana membangun identitas sekolah yang kuat. Ketika murid mengenakan seragam yang sama, mereka menjadi bagian dari upaya menghargai nilai-nilai yang diterapkan sekolah."
"Ini juga dapat membantu menciptakan iklim belajar lebih fokus, karena pakaian tidak menjadi faktor gangguan," sebutnya.
Tetapi kata dia, pakaian seragam sekolah yang diadakan sekolah sebaiknya harganya jangan lebih mahal dari yang beredar di pasaran.
"Sekolah dan komite harus mengupayakan harga termurah, tujuannya apa, agar wali murid yang kurang mampu tidak terlalu terbebani," ungkapnya menilai.
"Lebih baik lagi dicarikan bapak angkat orang tua untuk siswa kurang mampu. Ingat sekarang makin banyak golongan kurang mampu akibat turunnya angka petumbuhan ekonomi akibat berbagai macam persoalan global," terangnya.
Bayangkan kalau sekolah setiap hari pakai baju bebas. Jelas akan terlihat ada perbedaan strata sosial hanya karena pakaiannya, katanya.
Namun demikian, menurut Wawan, seragam yang digunakan hendaknya tidak terlalu membebani orang tua siswa. Begitu juga dengan buku pelajaran yang digunakan, Wawan berharap ada konsistensi dalam penggunaan buku.
“Paling tidak, buku kakak kelas, bisa dipakai oleh adik kelasnya. Itu salah satu sikap bijak yang perlu diutamakan setiap sekolah,” sarannya.
Ini penting, karena tentu saja pihak sekolah tetap mempertimbangkan situasi finansial dan kebutuhan individu para murid.
“Akan lebih baik jika pihak sekolah menyediakan program bantuan bagi keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan seragam dan buku. Ini dapat melibatkan bantuan keuangan atau program pertukaran buku yang sudah tidak digunakan oleh murid-murid sebelumnya,” bebernya.
Tak kalah pentingnya, Wawan berharap, dalam setiap keputusan, terutama terkait pembelian buku dan seragam, perlu melibatkan komite orang tua murid.
“Adakan pertemuan atau diskusi terbuka untuk membahas isu ini dan mencari solusi terbaik untuk semua pihak yang terlibat,” sarannya.
Prinsipnya, kata Wawan, semua pihak harus bijak menyikapi.
“Perhatikan keseimbangan antara kebutuhan murid, orang tua, dan kepentingan sekolah. Transparansi dan komunikasi terbuka antara semua pihak yang terlibat akan membantu mencapai solusi yang lebih baik,” pungkasnya. (*)
Tags : Keluhkan Soal Seragam Sekolah dan Buku, Pengamat Soroti Keluhkan Soal Seragam Sekolah dan Buku, Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan AnakNegeri, LP3 Anak Negeri soroti Orang Tua Siswa keluhkan seragam sekolah dan buku,