News Daerah   2023/04/05 23:0 WIB

Harta Karun di Perairan Pulau Mensemut Senayang Dijarah, Seperti Lagu Lawas Koes Plus: 'Bukan Lautan Hanya Kolam Susu' Tidak Isapan Jempol Belaka

Harta Karun di Perairan Pulau Mensemut Senayang Dijarah, Seperti Lagu Lawas Koes Plus: 'Bukan Lautan Hanya Kolam Susu' Tidak Isapan Jempol Belaka
Kapal pemburu harta karun di laut

KEPULAUAN RIAU, RIAUPAGI.COM - Penjarahan harta karun yang berserakan di Laut Kepulauan Riau (Kepri) terus terjadi.

Seperti yang pernah berlangsung  penjarahan atau pengangkatan harta karun barang-barang antik dari muatan kapal tenggelam (BMKT) di perairan Pulau Mensemut, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga.

Agaknya memang benar lagu lawas milik Koes Plus 'Bukan Lautan Hanya Kolam Susu' tidak isapan jempol belaka. Nyatanya, lautan Indonesia memang menyimpan banyak kekayaan. Tak hanya sumber daya alam ikan dan laut, demikian juga keanekaragaman hayati lainnya.

Pada dasar laut Indonesia, seperti di Kepulauan Riau juga berserakan harta karun yang nilainya bisa triliunan rupiah. Peninggalan bersejarah kapal-kapal yang melintasi laut Indonesia sejak zaman VOC.

Aktivitas penjarahan yang pernah terjadi barang-barang antik dari barang muatan kapal tenggelam (BMKT) di perairan Pulau Mensemut, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga misalnya, dilakukan oleh pihak yang tidak dikenal di duga barang-barang kuno tetapi telah berpindah tangan kepada seorang penadah berkebangsaan Jepang, di Batam, Kepri.

Beberapa warga yang tak mau disebutkan namanya menyebutkan penjarahan barang-barang antik di pulau Mensemut berhasil mengumpulkan barang antik setidaknya 4 guci yang diperkirakan dari Dinasti Ming dan 5 piring kuno asal Portugis.

“Barang-barang itu langsung dibawa ke Batam dan dijual kepada salah satu peminat warganegara Jepang,” kata warga yang dihubungi.

Barang-barang antik ditemukan dan diangkat kepermukaan di sekitar Pulau Mensemut, Senayang atau 7 mil dari pulau itu hingga ke bibir pantai.

Pengangkatan barang-barang antik dengan beberapa kapal yang berisi sekitar 13 awak lengkap dengan penyelam handal. Warga mengira aktivitas itu memang sudah mendapat restu dari pemerintah (legal) mengingat aktivitas tersebut mendapat penjagaan dari pihak berwajib.

Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkab Lingga menyikapi ini juga tidak sependapat adanya BMKT.

Bahkan setelah mendapat informasi terkait adanya pengangkatan harta karun tersebut dan konon tengah berkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang untuk melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap BMKT itu.

Pihak Disbudpar Lingga harapkan agar para penjarah sadar dan segera mengembalikannya kepada pemerintah serta tidak menjualnya ke pihak lain.

Menyikapi maraknya penjarahan harta karun diperairan laut Kepri, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Indonesia Harry Satrio mengatakan, harta karun tersembunyi di laut Indonesia lokasinya beragam. Dengan jumlah bervariasi.

Dia mengungkapkan beberapa titik lokasi yang berpotensi memiliki banyak harta karun, yang lokasinya tidak jauh dengan Singapura.

"Titik potensial 60% kepulauan Riau, 25% di laut Jawa," kata Harry pada media, Senin (14/11) lalu.

Dia mengaku, saat ini tengah mengincar dua titik lokasi yakni di Selat Karimata dan wilayah Utara Belitung. Nilai hasil eksplorasi harta karun bawah laut bisa mencapai triliunan rupiah.

"Kepulauan Riau (Kepri) termasuk Bangka Belitung, Batam Bintan, Natuna, selat Karimata yang dulunya jalur sutera jalur perdagangan, dan laut Jawa," kata Harry.

Meski demikian, menurutnya, tidak mudah untuk mendapatkan harta Karun di tengah laut tersebut. Pasalnya kedalamannya mencapai puluhan meter. Apalagi jika mencarinya di laut lepas, bukan selat.

"Laut Jawa paling dalam 70 m, di kepulauan Riau maksimal 100 m. Jangan dibandingkan Banda, Maluku sana yang sampai ribuan meter, beda. Beda sama samudera Hindia bisa ribuan meter," ujar Harry.

Aktivitas pencarian harta karun di wilayah Kepulauan Riau sudah ada sejak dulu.

Di Kabupaten Bintan dari informasi yang telah dikumpulkan terdapat situs-situs bawah air seperti Karang Heluputan (Cuyang).

Di situs ini sejak tahun 1986 telah dilakukan eksploitasi pengambilan tinggalan potensi cagar budaya bawah air oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri sendiri, baik secara legal maupun ilegal.

Sementara di Kabupaten Natuna, potensi cagar budaya bawah air ditemukan berdasarkan hasil survei cagar budaya bawah air. Di mana survei dilakukan di 3 lokasi yaitu Perairan Teluk Buton, Perairan Sepempang, dan Perairan Desa Kelarik.

Di perairan Teluk Buton, hasil survei cagar budaya bawah air hanya ditemukan pecahan keramik. Sedangkan di Perairan Sepempang hasil yang diperoleh adalah fragmen keramik dan botol.

Mengutip laporan Balai Pelesterian Cagar Budaya Provinsi Sumbar, Riau, dan Kepulauan Riau tahun 2015, 'harta karun' bawah laut tersebar di Pulau Lingga, Pulau Batam, Pulau Natuna, Pulau Anambas, dan Pulau Bintan yang merupakan bagian pantai Timur Sumatera.

Tercatat ada 63 kapal karam di kawasan Pantai Timur Sumatera tersebut milik VOC hingga EIC, juga kapal Portugis, China, Spanyol, dan Amerika.

Pada tahun 1980an, seorang pemburu harta karun bernama Michael Hatcher berhasil mengangkat kapal VOC tahun 1751 di perairan Heluputan, mengangkat 120.00 keping keramik dan emas dari dinasti Ching.

Pada 2005 juga ditemukan di lokasi yag sama 25 ribu keramik China, dan koin-koin berharga. Pada 1989, di Pulau Buaya Kepulauan Riau juga ditemukan 30 ribu keramik utuh dan logam berharga dari dinasti Song. Pada 2013-2014 juga ditemukan banyak pecahan keramik di dasar laut sekitar Natuna dan lainnya.

Meski demikian, pemerintah sepertinya tak ingin begitu saja membebaskan eksploitasi harta karun bawah laut RI. Sebelumnya, pemerintah bahkan melarang eksplorasi lewat UU tentang Cagar Budaya tahun 2010.

Pemberian izin saat ini lewat izin pengangkatan benda bersejarah atau harta karun di dalam laut lewat Undang-Undang Cipta Kerja No 11/2020.

"Sekarang sudah ada aturan baru, sudah keluar boleh eksplorasi lagi. Cuma aturan mainnya beda. Ada PP (Peraturan Pemerintah) No 85/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," kata Harry.

"Pengusaha harus bayar retribusi Rp 1,1 miliar per titik lokasi ke pemerintah, resmi PNBP. Dulu nggak, (cukup) daftar saja," pungkasnya. (*)

Tags : penjarahan harta karun, laut kepri, harta zaman voc berserakan di laut kepri, harta karun berserakan di laut kepri, news daerah,