News   2025/11/12 13:20 WIB

Penyidik KPK Datangi Kantor BPKAD dan PBJ Provinsi Riau, 'Geledah Sejumlah Ruangan untuk Kasus Korupsi Fee Jatah Preman'

Penyidik KPK Datangi Kantor BPKAD dan PBJ Provinsi Riau, 'Geledah Sejumlah Ruangan untuk Kasus Korupsi Fee Jatah Preman'
Tim KPK kembali melakukan penggledahan di kantor Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprov Riau. Berada di gedung 9 lantai Komplek kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman Pekanbaru, Rabu (22/1/2025).

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau pada Rabu (12/11/2025) sejak pukul 9.10 pagi tadi.

Kedatangan penyidik KPK diduga melakukan penggeledahan sejumlah ruangan di kantor tersebut. 

Penyidik KPK tiba menggunakan sejumlah mobil. Mereka langsung dikawal oleh aparat Brimob. 

Penggeledahan ini berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid, terkait dugaan korupsi fee 'jatah preman' proyek di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau.

KPK telah menetapkan tiga tersangka dan langsung menahannya pada Selasa 4 November 2025 lalu.

Dua tersangka lain yakni Kadis PUPR Riau Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. 

Hingga saat ini, penyidik KPK masih melakukan upaya paksa penggeledahan di Kantor BPKAD Riau. Penyidik KPK akan mencari dokumen-dokumen terkait APBD Riau tahun 2025.

Pada Selasa 11 November 2025 penyidik KPK juga telah menggeledah kembali Kantor Dinas PUPR Riau di Jalan SM Amin.

Sejumlah tempat telah digeledah oleh KPK sejak kasus ini diusut. Di antaranya rumah dinas Gubernur Riau, Kantor Gubernur Riau dan rumah Kadis PUPR Arief Setiawan. 

KPK juga telah meminta keterangan dari Sekretaris Daerah Provinsi Riau Syahrial Abdi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kabag Protokol Sekdaprov Riau, Raja Faisal.

Pemeriksaan terhadap keduanya dilakukan usai KPK menggeledah Kantor Gubernur Riau, Senin lalu. 

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, penggeledahan yang dilakukan KPK di Kantor Gubernur Riau sebagai tindak lanjut penyidikan kasus korupsi di Dinas PUPR Riau, yang telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka perkara. Yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kadis PUPR Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selalu Tenaga Ahli Gubernur Riau.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12f dan pasal gratifikasi pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Korupsi.

"Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), di antaranya yang terkait dengan dokumen anggaran Pemprov Riau," terang Budi. 

Penggeledahan dilakukan penyidik sebagai upaya paksa dalam rangkaian kegiatan penyidikan ini dibutuhkan penyidik untuk mencari dan menemukan barang bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.

"Penyitaan barang bukti dan  permintaan keterangan dari berbagai pihak sangat penting untuk membantu penyidik dalam membuat terang perkara ini," tambahnya. 

Dalam proses penanganan perkara ini, KPK mengimbau agar para pihak kooperatif.

"KPK menghimbau masyarakat Provinsi Riau untuk terus aktif dalam mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi tersebut," pungkasnya. 

Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Gubernur Riau yang berada di Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Kamis (6/11/2025) lalu.

Penggeledahan juga berlanjut di umah Kadis PUPR Riau, Arief Setiawan dan rumah Dani M Nur salam selalu Tenaga Ahli Gubernur Riau. Keduanya bersama Gubernur Riau Abdul Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita Closed-Circuit Television (CCTV) di rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru. Penyitaan dilakukan setelah penyidik KPK melakukan penggeledahan pada Kamis (6/11/2025) silam. 

Selain menyita CCTV, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen yang ditemukan di rumah Dinas Gubernur Riau. 

“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Di antaranya penyidik menyita CCTV,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Jumat (7/11/2025) lalu.

Budi mengatakan, seluruh alat bukti yang disita akan dilakukan ekstrasi dan analisis untuk menemukan petunjuk dalam perkara pemerasan tersebut.

“Selanjutnya penyidik akan mengekstrasi dan menganalisis barbuk-barbuk tersebut,” ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak membeberkan konstruksi perkara korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi.

Perkara ini ternyata berkaitan dengan adanya dugaan permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau. 

Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. Diketahui, pada Mei 2025 lalu, Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda (FRY) melakukan pertemuan dengan 6 Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR Riau.

Pertemuan itu membahas tentang kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebesar 2,5 persen dari anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan. 

"Fee tersebut atas penambahan anggaran tahun 2025 pada UPT Jalan dan Jembatan yang semula sebesar Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers pada Rabu (5/11). 

Tanak menerangkan, hasil pertemuan soal fee 2,5 persen itu kemudian disampaikan FRY kepada Kepala Dinas PUPR Riau, Muhammad Arief Setiawan (MAS). Namun, MAS yang menurut KPK merupakan representasi Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) meminta agar besaran fee dinaikkan menjadi 5 persen. 

Tanak menyebut permintaan fee tersebut di kalangan Dinas PUPR dikenal sebagai jatah preman.

"Bagi yang tidak menuruti perintah diancam dengan pencopotan atau mutasi jabatan," terang Tanak. 

Permintaan jatah preman 5 persen tersebut, kemudian dibicarakan oleh FRY kepada para kepala UPT Jalan dan Jembatan lewat pertemuan lanjutan. Akhirnya, disepakati besaran fee yang akan disampaikan sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar.

"Hasil pertemuan dilaporkan oleh FRY ke MAS dengan menggunakan bahasa kode 7 batang," beber Tanak. 

Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, FRY lantas bergerak melakukan pengumpulan dana. Pada Juli 2025, FRY mengumpulkan uang dari para Kepala UPT Jalan dan Jembatan sebesar Rp 1,6 miliar.

Uang tersebut atas perintah MAS diberikan kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam (DAN) sebesar Rp 1 miliar. DAN diketahui sebagai politisi PKB Riau yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau. Sisanya sebesar Rp 600 juta diberikan kepada kerabat MAS. 

Setoran uang kedua terjadi pada Agustus atas perintah DAN. Uang yang dikumpulkan FRY sebesar Rp 1,2 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 300 juta diberikan kepada sopir (driver) MAS. Kemudian senilai Rp 375 juta digunakan untuk proposal kegiatan perangkat daerah. Sementara sisanya Rp 300 juta disimpan oleh FRY. 

Adapun pengepulan uang tahap ketiga, dilakukan oleh Kepala UPT Jalan dan Jembatan III Dinas PUPR Riau, inisial EI pada November 2025. Uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 1,25 miliar. Uang tersebut diberikan kepada Gubernur AW melalui MAS sebesar Rp 450 juta. Sementara sisanya Rp 800 juta akan langsung diberikan kepada AW. 

"Sehingga total uang yang telah dikumpulkan sekitar Rp 4,05 miliar dari sebesar Rp 7 miliar," ungkap Tanak. 

Pada Senin (3/11/2025), tim KPK lantas mengamankan MAS dan FRY serta 5 Kepala UPT Jalan dan Jembatan di Kantor Dinas PUPR Riau. Adapun identitas kelima Kepala UPT tersebut, yakni Kepala UPT I inisial KA, Kepala UPT III inisial EI, Kepal UPT IV inisial LH, Kepala UPT V inisial BS dan Kepala UPT VI inisial RA. 

"Saat KPK mengamankan pihak-pihak tersebut, ditemukan uang sebesar Rp 800 juta," jelas Tanak. 

Usai mengamankan para pejabat Dinas PUPR, tim KPK lantas mencari keberadaan Gubernur AW dan Tata Maulana (TM) selaku orang kepercayaan Gubernur AW.

KPK berhasil mengamankan AW dari sebuah kafe di Kota Pekanbaru. Sementara TM diamankan di sekitar kafe tempat AW diamankan. 

Tim KPK, lanjut Tanak, kemudian bergerak ke sebuah rumah di Jakarta Selatan yang diduga milik Gubernur AW. Dari rumah itu, penyidik menemukan mata uang asing yakni 9.000 Poundsterling dan 3.000 Dollar AS atau sekitar Rp 800 juta. 

"Sehingga keseluruhan uang yang diamankan berjumlah sebesar Rp 1,6 miliar," terang Tanak. 

Sementara, DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau yang dicari oleh penyidik, akhirnya menyerahkan diri ke kantor KPK di Jakarta pada Selasa sore kemarin. 

KPK dalam perkara ini menetapkan 3 orang tersangka yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam. 

Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e dan atau 12 f dan atau pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Ketiga tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung 4 November sampai 23 November 2025," pungkas Tanak. (*)

Tags : Tim Penyidik KPK, KPK Datangi Kantor BPKAD Provinsi Riau, Kantor BPKAD Digeledah KPK, Kasus Korupsi Fee Jatah Preman, KPK, BPKAD Riau, Abdul Wahid, News,