INTERNASIONAL - Surafeal Mearig yang baru berusia tiga bulan terbaring tak berdaya di rumah sakit terbesar di Tigray, wilayah di Etiopia yang sedang dilanda perang.
Matanya terbuka lebar, dan tulang-tulang rusuknya menonjol dari kulitnya yang berkerut tipis. Dia adalah satu dari banyak anak yang menderita malnutrisi karena perang saudara yang telah berlangsung selama 14 bulan dan telah menyebar ke daerah-daerah tetangga.
Dokter anak yang merawat Surafeal di Rumah Sakit Ayder Referral di ibu kota Tigray, Mekelle, berkata kepada kantor berita Reuters bahwa berat badan bayi itu 2,3 kilogram, berkurang satu kilogram dari beratnya saat lahir.
Menurut catatan medis yang diterbitkan oleh staf rumah sakit, ASI ibunya sudah mengering dan orang tuanya, keduanya sekarang menganggur, tidak mampu membeli susu formula.
Yang terpenting, staf rumah sakit mengatakan mereka kehabisan makanan terapeutik untuk merawat anak-anak seperti Surafeal.
"Sudah enam bulan sejak pasokan datang dari Addis Ababa [ibu kota federal]," kata seorang dokter di rumah sakit yang namanya dirahasiakan karena khawatir keluarganya dapat menjadi sasaran.
"Kami hampir menghabiskan persediaan kami sejak suplai terakhir tiba pada bulan Juni. Semuanya hampir habis," imbuhnya dirilis BBC.
Pekan ini tenaga kesehatan di Rumah Sakit Ayder mempresentasikan laporan mereka kepada lembaga-lembaga bantuan internasional.
Surafeal menjadi salah satu studi kasus yang mereka gunakan. Para nakes mengatakan lebih dari 40% anak berusia di bawah lima tahun yang datang ke rumah sakit kekurangan gizi - dua kali lipat dari angka pada tahun 2019.
Medhaniye yang berusia empat tahun juga tergeletak di tempat tidur rumah sakit. Tubuhnya sangat kurus, tabung makanan terhubung ke lubang hidungnya.
Laporan medisnya menyatakan dia mulai menderita kekurangan gizi setelah tentara menyerang rumah keluarganya dan membantai sapi mereka, menghancurkan dan menjarah properti.
Sejauh ini tidak dapat secara independen memverifikasi detail peristiwa dalam laporan dokter karena sebagian besar wilayah Tigray mengalami pemadaman telekomunikasi sejak November 2020 ketika pecah konflik antara Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang menguasai sebagian besar wilayah, dan pemerintah federal. Wartawan juga belum bisa mengunjungi Tigray sejak Juli lalu.
Dalam laporan mereka, para nakes menyalahkan enam bulan "blokade" oleh pasukan federal dan sekutu mereka atas kekurangan obat-obatan dan peralatan yang, menurut mereka, mengakibatkan banyak kematian yang seharusnya dapat dicegah.
"Sejak wilayah ini dalam kepungan, 35 pasien lainnya telah kehilangan nyawa karena tidak ada layanan dialisis," kata laporan itu.
Dokter-dokter mengatakan mereka terpaksa menghentikan pendarahan dengan tangan kosong, mencuci dan menggunakan kembali sarung tangan, atau membuat cairan disinfektan sendiri.
Dalam tanggapannya, juru bicara pemerintah Legesse Tulu mengatakan kepada BBC bahwa laporan tersebut tampaknya "berusaha membangun narasi" untuk TPLF dan "meniru" klaimnya tentang blokade terhadap Tigray.
"Dari sisi pemerintah, tidak ada embargo yang disengaja di Tigray yang merugikan rakyat kita," katanya.
Tetapi sejak perang dimulai, lembaga-lembaga bantuan telah banyak mengeluh karena tidak bisa menyalurkan bantuan ke Tigray.
Menurut laporan terbaru oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Ocha) pada 30 Desember, konvoi bantuan belum mencapai Tigray sejak pertengahan Desember karena keterlambatan birokrasi dan situasi yang tidak aman.
Program Pangan Dunia memperkirakan 100 truk yang membawa bantuan harus mencapai Tigray setiap minggu untuk memenuhi kebutuhan lebih dari lima juta orang.
Namun menurut Ocha, hanya 12% dari pasokan yang dibutuhkan berhasil masuk ke wilayah tersebut.
Menanggapi pertanyaan tentang pengiriman bantuan, Legesse mengatakan, "Lebih dari 840 dari 1.100 kendaraan yang menyediakan makanan dan obat-obatan untuk Tigray belum dikembalikan. Mereka diduga digunakan oleh TPLF untuk membawa rekrutan, tentara, dan peralatan militer ilegal."
TPLF membantah klaim bahwa pihaknya menghambat bantuan, tetapi pasukan mereka juga telah dituduh menjarah toko bantuan dan fasilitas kesehatan di daerah-daerah yang mereka kuasai di Amhara dan Afar.
Dokter di Rumah Sakit Ayder mengatakan bahwa bahkan keluarga para staf pun terdampak oleh krisis. "Anak saya mengalami radang usus buntu dan tidak bisa mendapatkan perawatan," katanya.
Dan sementara kekurangan terus berlanjut, dia berkata mereka tidak akan punya pilihan selain menghentikan semua operasi mulai minggu depan.
"Kami tidak punya persediaan. Kami telah sampai ke titik itu sekarang, karena itulah kami ingin memberi tahu dunia. Sebagian besar rumah sakit tutup". (*)
Tags : Perang Saudara di Etiopia, Kemiskinan di Etiopia, Gambaran Anak-anak kekurangan Gizi di Etiopia,