DIBERBAGAI belahan dunia, Desember menjadi bulan penuh perayaan untuk memperingati Natal dan Hanukkah. Tetapi di Chester, sebuah kota di Inggris, bulan ini juga menjadi momentum untuk merayakan ritual pagan berusia lebih dari 2.000 tahun.
Perayaan yang berawal pada era Romawi kuno itu dikenal sebagai Saturnalia. Hingga kini, masyarakat Chester masih merayakannya untuk memperingati keterkaitan erat mereka dengan Romawi kuno.
Setiap tahun pada pertengahan Desember, jalanan Chester diramaikan oleh ornamen-ornamen, suara, dan wangi yang menandakan perayaan Saturnalia sejak kota ini masih bernama Deva Victrix di bawah kekuasaan Romawi.
Festival ini digelar sebagai penghormatan kepada Dewa Saturnus, yang merupakan dewa pertanian. Ini merupakan salah satu perayaan paling populer di masa Romawi kuno.
Saturnalia mulanya dirayakan setiap 17 Desember, namun karena popularitasnya, perayaannya diperpanjang hingga 23 Desember.
Semua orang bersenang-senang dan turut berpartisipasi di dalam perayaan ini, termasuk para budak sekalipun. Padahal, orang-orang Romawi menganut strata sosial yang ketat dan setiap orang menyadari posisinya. Namun mereka melupakan hal itu selama Saturnalia.
Mereka merayakannya dengan bertukar hadiah dan makan makanan yang berlimpah. Tradisi ini pun terus berlanjut sampai digantikan oleh perayaan Natal setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi.
Akan tetapi di Chester, yang merupakan kota terpenting Romawi di wilayah Inggris, sebagian besar dari tradisi tersebut masih bertahan hingga zaman modern.
Tradisi yang masih bertahan
Kota Chester berdiri pada tahun 79 Sebelum Masehi. Kota yang berlokasi di barat laut Inggris dan berdekatan dengan Liverpool ini, mulanya menjadi benteng pertahanan Romawi pada era Kaisar Vespasianus.
Chester kemudian menjadi pusat peradaban sipil penting yang dikenal sebagai Deva Victrix. Tembok-tembok kuno peninggalan dari era itu di Chester merupakan salah satu yang paling terpelihara di dunia hingga saat ini.
“Chester terkenal dengan warisan Romawi-nya dan penduduk setempat sangat bangga akan hal itu,” kata Cellan Harston, pengelola tur Romawi di Chester yang turut membantu menyelenggarakan parade Saturnalia, seperti dirilis BBC.
"Penting untuk memperlihatkan sejarah Chester," tambahnya.
Tetapi, upaya untuk menjaga agar tradisi Romawi tersebut tetap hidup, lebih dari sekadar sejarah.
Saturnalia, kata dia, dulunya merupakan "kesempatan untuk menumpahkan kekacauan di dunia".
Tetapi di era modern, prosesi yang digelar di dalam parade Winter Watch di kota ini hanyalah "pertunjukan yang mewakili kekacauan tersebut".
'Cahaya berkah'
Perayaan Saturnalia biasanya melalui amfiteater Romawi kuno di Chester. Menurut anggota dewan setempat, Lisa Denson, upacara resmi tersebut mencakup menyalakan obor dan membagi-bagikan "cahaya berkah".
Menurut Denson, prosesi ini adalah kesempatan untuk menghidupkan kembali masa lalu Chester sambil menatap ke masa depan.
"Chester adalah kota Romawi dan Saturnalia yang menggabungkan perayaan Natal modern dengan pengakuan atas sejarah Romawi kami," tutur Denson.
“Tentara Romawi yang berbaris melalui pusat kota selalu menarik perhatian banyak orang, mereka senang melihat tentara-tentara tersebut menyalakan api dan menebarkan cahaya melalui obor yang berpendar."
Profesor arkeologi di Universitas Chester, Caroline Pudney, mengatakan bahwa itu adalah cara para prajurit merayakan festival, yang berarti mereka bisa menikmati libur selama beberapa hari.
"Festival ini juga diramaikan dengan rumah-rumah yang didekorasi menggunakan dedaunan hijau, seperti karangan bunga dan dahan, serta lilin yang dinyalakan, dan Saturnalia diakhiri dengan Sigilaria, yakni pertukaran hadiah seperti saat Natal," jelas Pudney.
'Kami orang-orang Romawi masih di sini'
Pudney menggarisbawahi bahwa perayaan Saturnalia modern tidak persis dengan masa Romawi kuno.
Itu karena Chester "menggabungkan festival Romawi ini dengan tradisi yang dinamis dari parade-parade dan perayaan khas abad pertengahan di kota ini".
Meski demikian, ada satu momen yang masih menghubungkan perayaan Saturnalia ini dengan Romawi.
Seorang aktor akan memulai parade dengan membacakan pidato Kaisar Domitianus, yang memerintah ketika Deva Victrix ditemukan.
"Jangan salah, kami orang-orang Romawi masih di sini, pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, Anda akan melihat kami berbaris melewati benteng kami lagi," kata aktor tersebut di hadapan orang-orang yang berkerumun.
"Ingat siapa saya."
"Saya lah pedang yang menyala di tengah kegelapan. Saya lah suara legiun yang berbaris menuju perang."
"Saya lah kapak yang menancap di tulang tengkorakmu. Saya adalah pendakwa, hakim, dan algojo."
"Saya adalah kaisar. Saya adalah dewa yang hidup. Saya Caesar. Saya Roma". (*)
Tags : Perjalanan, Inggris raya, Gaya hidup, Sejarah, Seni budaya,