Sosial   2025/01/18 14:49 WIB

Perburuan 'Harta Karun' Dihentikan yang Buat Fasilitas Umum Banyak Rusak

Perburuan 'Harta Karun' Dihentikan yang Buat Fasilitas Umum Banyak Rusak

SENIBUDAYA - Permainan berburu 'harta karun' bernama "Koin Jagat" akhirnya dihentikan dan berganti konsep menjadi "Misi Jagat" setelah menyebabkan sejumlah fasilitas umum di beberapa kota rusak.

Seorang sosiolog mengatakan banyaknya pengguna yang terpikat oleh iming-iming hadiah uang secara instan mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat "sedang tidak baik-baik saja".

Seorang pengantar galon rela menyusuri selokan di sebuah taman di Kota Bandung usai bekerja seharian demi menemukan sebuah koin.

Di Jakarta, seorang karyawan menyenteri kolong kendaraan untuk mengecek apakah ada koin yang tersembunyi di antara suku cadangnya. Keduanya bernasib sama: pulang dengan tangan kosong.

Di Surabaya, seorang pengemudi ojek daring lebih beruntung karena berhasil menemukan dua koin bernilai Rp800.000, jauh lebih besar dari penghasilan hariannya.

Mereka mengaku terpikat karena koin itu bisa ditukar menjadi uang dengan nilai Rp300.000 hingga Rp100 juta.

Permainan ini digagas oleh Jagat, sebuah aplikasi social map berbasis di Singapura, yang telah diunduh oleh lebih dari lima juta pengguna hingga Kamis (16/01).

Pihak pengembang mengeklaim ada lebih dari satu juta pengguna aktif aplikasi ini di Indonesia. Sementara itu, ada 1.086 koin yang sebelumnya disebarkan di tempat-tempat umum di Jakata, Bandung, Surabaya, dan Bali.

Dengan peluang yang kecil untuk menang, mengapa banyak orang terpikat dan begitu getol berburu Koin Jagat?
Tergiur hadiah uang yang lebih besar dari upah harian

Selama beberapa pekan terakhir, Iyan, seorang pengemudi ojek daring di Surabaya, berburu koin di sela-sela aktivitasnya mengantar penumpang.

Iyan mengaku iseng setelah mendapat informasi dari Tiktok. Keisengannya itu ternyata membuahkan hasil.

"Lumayan kan, bisa dapat uang. Saya coba cari terus ternyata dapat dua kali," kata Iyan kepada wartawan Mustofa El Abdy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Yang pertama bernilai Rp500.000 dan yang kedua Rp300.000.

Nilai itu lebih besar dibandingkan penghasilan hariannya sebagai pengemudi ojek.

"Tapi ini kan bukan penghasilan tetap," kata Iyan.

Sebagian dari uang itu kemudian dia gunakan untuk mengisi bensin kendaraannya, dan sebagian lainnya untuk jajan. Setidaknya, bagi Ian, uang itu cukup membantunya.

Seorang pegawai di Surabaya, Adi Santoso, 32, rela menyisihkan waktunya selama tiga hingga lima jam untuk berburu koin. Dia mengaku tergiur oleh hadiah uang yang ditawarkan.

Sejak pekan lalu, dia bersama temannya menyusuri tempat-tempat umum di Kota Surabaya bermodal petunjuk dari peta di aplikasi Jagat.

Perburuan itu sering kali tidak membuahkan hasil.

Namun, Adi juga pernah berhasil menemukan koin di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) di Surabaya. Nilainya sebesar Rp1 juta ketika ditukar.

Tetapi, tak semua pemburu koin seberuntung Iyan dan Adi.

Dengan helm yang masih terpasang di kepala, Taufik Hidayat tampak mengais tanah di Pet Park, Bandung, pada Rabu (15/01).

Sore itu, dia baru saja pulang setelah bekerja sebagai pengantar galon. Namun karena tergiur oleh hadiah uang yang ditawarkan, Taufik rela menunda pulang ke rumah.

Sesekali dia melihat layar ponselnya. Menurut petunjuk pada peta di aplikasi Jagat, ada koin yang tersimpan di taman itu.

Dia kemudian bergerak menyusuri selokan sambil berharap menemukan sebuah koin.

"[Tertarik berburu koin] karena dari uangnya. Jadi terhibur juga. Kalau [dibilang] butuh sih, butuh [uang]. Insya Allah dapat. Bismillah aja," ungkap Taufik penuh harap.

Sebagai seorang pengantar galon, penghasilan Taufik masih di bawah upah minimum. Dia mengaku upahnya sebenarnya cukup-cukup saja. Namun kalau ada uang lebih, maka itu bisa membantunya.

Namun setelah satu jam berlalu, Taufik tidak juga menemukan koin yang dicari.

Iyan, Adi, dan Taufik adalah sebagian kecil dari pengguna aplikasi Jagat yang mendatangi tempat-tempat umum demi berburu koin tersebut.

Seorang satpam di Balai Kota Bandung bernama Ujang Iman, menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang datang tak kenal waktu demi iming-iming hadiah uang tersebut.

"Kadang jam dua malam, jam tiga malam. Sukanya datang bergerombol," kata Ujang.

Ujang menunjukkan sejumlah kerusakan akibat perburuan koin tersebut. Paving block tercungkil dan tegel taman bolong.

Pihaknya, menurut Ujang, terpaksa memasang tali pengaman agar pemburu koin tidak menerobos ke area taman.

Ujang menyebutkan, seluruh satpam yang bertugas di taman yang satu area dengan Balai Kota Bandung telah diperintah memperketat pengamanan.

Di Kota Bandung saja, ada setidaknya empat taman yang rusak imbas perburuan koin Jagat.

Ini membuat Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Pertamanan mendesak agar pencarian koin dihentikan.

Di Jakarta, seorang pemburu koin bernama Alva Maldini, 24, juga sempat merasakan dan menyaksikan betapa getolnya perburuan koin Jagat ini.

Vava, sapaan akrabnya, mengaku tak termotivasi oleh uang.

"Aku memang ingin seru-seruan saja. Aku kerja remote dan aku juga senang lari, jadi berpikirnya bisa lah satu sampai dua jam iseng ke Gelora Bung Karno sambil cari koin. Aku enggak mikirin uang," kata Alva.

Namun dia rela membayar biaya langganan sebesar Rp70.000 untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk soal keberadaan koin Jagat.

Dia dan teman-temannya pernah sampai menelisik roda-roda kendaraan, menyenteri suku cadangnya, hingga naik ke eskavator demi mencari Koin Jagat.

"Kita benar-benar sampai ke kolong rodanya, menyenteri spare partnya. Tapi enggak dapat juga," kata dia.

Vava mengaku juga melihat bagaimana orang lain tak kalah getol dalam mencari Koin Jagat.

"Aku lihat orang-orang lari sambil bawa senter, bahkan ada yang bawa metal detector demi mencari koin itu," katanya.

Lama kelamaan, Vava mengaku tantangan itu sudah tak terasa seru lagi karena semakin banyak yang berburu koin dan situasinya semakin terkendali.
Diminati karena 'menjual harapan'

Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan permainan Koin Jagat begitu diminati.

Pertama, permainan itu menawarkan unsur petualangan yang mendorong penggunanya berinteraksi di dunia nyata.

Ini kemudian diamplifikasi lewat media sosial, sehingga banyak orang –terutama anak muda—tertarik dan tak mau ketinggalan tren.

"Ini menjadi menarik dan berbeda dengan tren sekarang yang lebih banyak membuat penggunanya berinteraksi dengan gadget," kata Drajat.

Namun faktor penarik utamanya, menurut Drajat, adalah iming-iming hadiah uang yang menjadi magnet kuat bagi masyarakat kelas bawah dan kelas menengah.

Permainan ini semacam menjual harapan terhadap para penggunanya untuk mendapatkan uang secara instan. Walaupun secara matematis, peluang untuk berhasilnya sangat kecil.

Dengan satu juta pengguna aktif dan 1.086 koin yang disebar, itu artinya peluang setiap pengguna memenangkan hadiah uang tak sampai 1%.

Drajat mengatakan bahwa pada akhirnya permainan ini serupa dengan lotre: bergantung pada keberuntungan pemainnya.

"Bedanya, ini tidak sekadar mengadu nasib, tapi juga dibalut dengan petualangan," kata dia.

Menurutnya, harapan itu muncul karena dorongan untuk naik kelas atau bahkan sekadar bertahan.

"Masyarakat kelas bawah dan menengah ini dinamis. Bebannya berat untuk ditanggung. Mau mencari pekerjaan, buat usaha, sekarang sedang sulit kan, sehingga begitu ada peluang mengakses itu [uang secara instan], orang berbondong-bondong mencarinya," kata dia.

Drajat mengacu pada tren masyarakat kelas menengah rentan turun kelas karena beragam faktor seperti dipecat dari pekerjaan, sulit mendapatkan pekerjaan baru, berbagai pungutan iuran yang membebani, hingga biaya hidup yang terus meningkat.

"Jadi peluang apa pun, termasuk permainan ini, menggugah harapan untuk dapat [uang]," tutur Drajat.

Menurutnya, pemerintah semestinya menjadikan fenomena ini sebagai alarm untuk menelisik soal kondisi kehidupan masyarakat.

Dia meminta pemerintah tak sebatas memandang masalah ini sebagai "kerusakan fasilitas umum", sementara di baliknya tersimpan masalah struktural.

"Tindakan agresif luar biasa dari permainan ini bisa menjadi tanda bahwa masyarakat sebenarnya sedang membutuhkan pertolongan untuk memperbaiki ekonomi mereka," kata Drajat.

Salah satu pendiri Jagat, Barry Beagen, telah meminta maaf atas dampak yang ditimbulkan oleh permainan berburu koin setelah memenuhi panggilan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Barry mengatakan pihaknya juga sepakat untuk mengubah fitur perburuan koin menjadi 'Misi Jagat', yang dia sebut mendorong pengguna berkontribusi positif terhadap ruang publik dan fasilitas umum.

"Melalui Misi Jagat, kami akan mendorong para pengguna untuk melakukan perbaikan ruang publik terlebih dahulu dan selama periode ini tidak akan ada koin yang bisa diburu dalam aplikasi Jagat," ujarnya melalui keterangan tertulis pada Kamis (17/01).

Barry menambahkan bahwa Jagat akan membuat kanal resmi bagi pemerintah, pengelola, hingga masyarakat umum untuk memonitor dan melaporkan jika masih ada kerusakan pada fasilitas publik yang diakibatkan kegiatan 'Berburu Koin' di platform mereka.

Dia juga memastikan koin-koin yang berada di daerah rawan akan segera dihapus dari aplikasi. (*)

Tags : perburuan harta karun, media sosial, ekonomi, aplikasi, masyarakat, kemiskinan, biaya hidup, berburu koin jagat,