PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah membentuk tim satuan petugas (satgas) untuk menangani persoalan konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit di Provinsi Riau.
"Konflik lahan masyarakat dan perusahaan terus terjadi di Riau."
"Rencananya, tim ini akan ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) yang akan dikeluarkan oleh Gubernur Riau," kata Asisten I Setdaprov Riau Zulkifli Syukur, Senin (29/1/2024) lalu.
Zulkifli Syukur mengatakan tim terpadu ini akan melibatkan Polda Riau, Korem 031 Wirabima, Kejati Riau, BPN Riau, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik sekaligus dosen pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Lancang Kuning, Dr M Rawa El Amady mengapresiasi langkah tegas Pemprov Riau khususnya Gubernur Riau (Gubri) Edy Natar Nasution yang membentuk tim satgas penanganan konflik lahan.
"Kita pahami niat baiknya, tentu kita sambut baiklah karena selama ini belum ada pembentukan satgas yang dilakukan provinsi terutama satgas penanganan konflik," kata pada media, Jumat (2/2).
Rawa El Amady yang juga akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau itu menilai tim satgas tersebut masih membutuhkan ahli atau expert di bidang konflik lahan seperti para akademisi di universitas-universitas yang ada di Riau dan Non Goverment Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang permasalahan konflik lahan antara masyarakat dengan korporasi.
"Harusnya ini tidak hanya level pejabat dan aparat saja. Karena permasalahan konflik ini tidak sederhana. Jadi kalau saya sarankan, libatkan universitas, NGO yang expert dibidang itu. Di sini (di Riau) 'kan sudah banyak LSM yang sudah expert salah satunya Perkumpulan Scale Up yang sudah sangat expert dalam menangani konflik gitu," ujarnya.
Menurutnya, tim satgas penanganan konflik lahan bentukan Pemprov Riau tidak perlu lagi bekerja dari awal apabila melibatkan LSM dan peneliti di bidang yang sama.
"Contoh LSM Perkumpulan Scale Up itu, dia sudah menyelesaikan lebih dari 24 kasus, sudah punya konsep dan segalanya, tinggal lanjutin aja. Kalau Pemprov mau, kampus itu juga bisa dilibatkan, apalagi di Riau ini ahli konflik tidak banyak, bisa dilibatkan itu," jelasnya.
Sementara dari DPRD Riau sebagai lembaga legislatif, Rawa menyebut harusnya bisa mendorong kerja Pemprov Riau dalam bentuk pembuatan kebijakan bukannya membentuk semacam tim panitia khusus (pansus) sendiri untuk bergerak menindak perusahaan-perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat.
"Saya enggak sepakat kalau DPRD Riau itu melakukan teknis. Itu bukan tugas dia. Tugas dia itu hanya budgeting dan pengawasan. Yang dulu dia lakukan sendiri itu, itu ngapain? Harusnya tugas itu dilaksanakan oleh eksekutif kalau dalam undang-undangnya," sebut Rawa.
DPRD Riau, ia melanjutkan, memang bisa menggunakan tenaga ahli untuk mengumpulkan data dan mengecek namun tujuannya adalah untuk mendorong Pemprov Riau untuk menyelesaikan konflik serta mendorong pembuatan kebijakan.
"Bukan dia lakukan sendiri tampil ini, begini. Kalau dia panggil (perusahaan yang bermasalah), harus melalui dinas karena itu tugas dinas, tugas Pemprov," pungkasnya.
"Saya kok lihatnya anggota DPRD itu banyak tidak paham dengan tugasnya. Mereka ini 'kan legislatif, fungsinya hanya pengawasan, perumusan kebijakan dan rencana anggaran," sambungnya.
Sebelumnya Gubri Edy Natar Nasution mengungkap ada banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berkonflik dengan masyarakat. Ratusan perusahaan tersebut menguasai IUP seluas 1,73 juta hektare (Ha).
"Hanya saja dari luas perkebunan 1,7 juta ha lebih tersebut, baru 145 perusahaan perkebunan sawit yang mengantongi HGU atau baru 53%, dengan luas lahan 992.992,02 Ha atau baru 57%," ungkapnya, Rabu (24/1/2024) lalu. (*)
Tags : konflik lahan, riau, konflik masyarakat dan perusahaan, pemerintah libatkan akademisi, lsm ahli selesaikan konflik, News,