JAKARTA – Pemeriksaan terhadap prajurit TNI dalam peristiwa hukum tak bisa dilakukan tanpa seizin komandan atau kepala satuan. Aparat penegak hukum (APH) diharuskan mengantongi 'restu' dari komandan atau kepala satuan tempat prajurit TNI itu bernaung.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021 tentang Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI oleh Aparat Penegak Hukum. Telegram tersebut diteken saat Hadi Tjahjanto masih menjabar sebagai panglima TNI, sebelum diganti Jenderal Andika Perkasa.
Panglima TNI Jenderal Andika memastikan aturan tersebut bukan upaya untuk menghalangi penegakan hukum terhadap anggota TNI. Namun, telegram itu dimaksudkan untuk meminimalkan kesalahpahaman antara TNI dan Polri atau dengan aparat penegak hukum lain, terkait proses pemeriksaan, permintaan keterangan, atau penyelidikan, pun penyidikan suatu peristiwa hukum yang ditangani kepolisian.
“Selama ini kan juga sudah berlangsung, dan sama sekali bukan berarti kita menutup pemeriksaan, nggak,” kata Andika setelah melakukan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, seperti dirilis Republika.co.id, Selasa (23/11).
Ada empat hal yang diatur dalam ST Panglima TNI tersebut. Pertama soal pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, dan APH lainnya dalam rangka pemberian keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui dan mendapatkan izin dari komandan atau kepala satuan. Kedua, pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tak sesuai dengan prosedur untuk mengoordinasikan dengan APH.
Ketiga, prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum ke APH, dapat dilakukan di satuannya dengan pendampingan dari perwira hukum dan perwira satuan. Keempat, prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada APH, dapat dilakukan di kantor penegak hukum dengan pendampingan dari perwira hukum.
Polri memastikan akan taat asas dan prosedur setiap pemanggilan prajurit TNI dalam proses penegakan hukum oleh kepolisian. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, kepolisian juga bakal tunduk pada aturan baru internal di militer, terkait pemanggilan para prajurit oleh kepolisian untuk proses penegakan hukum.
“Prinsipnya, penyidik Polri harus tunduk pada seluruh regulasi yang mengatur prosedur penegakan hukum,” kata Dedi. Dedi menerangkan, telegram tersebut pelengkap regulasi yang selama ini ada. “Polri selalu menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara dengan asas equality before the law (persamaan warga negara di muka hukum),” terang Dedi.
Meskipun begitu, kata Dedi, ST Panglima TNI tak menghalangi tugas dan kewenangan Polri dalam setiap proses penegakan hukum. Meskipun, kata dia, Polri tetap akan taat atas aturan baru di internal TNI tersebut. “Polri akan melaksanakan sesuai prosedur yang ada, dan yang terbaru,” ujar dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap aturan tersebut tidak akan menghambat proses-proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh aparat, termasuk KPK. "KPK dan TNI punya semangat yang sama untuk mendukung pemberantasan korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri.
KPK optimistis bahwa TNI juga memiliki komitmen dalam konteks pemberantasan korupsi sebagai extra ordinary crime. Ali mengatakan, perlawanan terhadap korupsi membutuhkan dukungan dan sinergi semua pihak termasuk masyarakat tentu mendukung serta dapat bersinergi melalui peran dan tugas fungsinya masing-masing.
"Baik melalui pendekatan pencegahan, penindakan, maupun pendidikan untuk memupuk pribadi yang berintegritas dan antikorupsi," kata Ali lagi. (*)
Tags : prajurit tni, Prosedur pemeriksaan prajurit, aturan pemeriksaan anggota tni, kasus hukum anggota tni, panglima tni, pemeriksaan prajurit tni, periksa prajurit harus izin komandan,