PEKANBARU - Dari dikenal sebagai raja kelapa sawit hingga kasus hukum yang menjeratnya, inilah perjalanan hidup Martias Fangiono dan dinasti bisnis keluarganya di industri sawit Indonesia.
Martias Fangiono adalah pengusaha kelapa sawit Indonesia keturunan Tionghoa yang sukses sejak era Presiden Soeharto, melalui perusahaan PT Surya Dumai Industri Tbk.
Di masa kejayaannya, perusahaan yang didirikannya ini berhasil menjadi perusahaan kelapa sawit terbesar.
Namun, di balik kesuksesan besar itu, perjalanan karier Martias tak selalu mulus.
Setelah sempat tersandung kasus rasuah yang membuat perusahaannya bangkrut, namanya sempat menghilang dari sorotan publik.
Kini, nama Martias Fangiono kembali muncul dalam kasus penggelapan pajak yang menyeret sejumlah perusahaan di bawah bendera First Resources Group atau Surya Dumai Group.
Martias Fangiono adalah seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang dikenal sebagai pendiri perusahaan sawit bernama PT Surya Dumai Industri Tbk.
Menurut informasi yang beredar, Martias memiliki tujuh anak dari dua istri. Kedua istrinya adalah Irawaty Fangiono dan Silvia Caroline.
Anak-anaknya adalah Wiras Anky, Wirastuty, Wirashery, Wirasneny, Ciliandra, Cik Sigih, dan Cilandrew Fangiono.
Di masanya, PT Surya Dumai Industri Tbk pernah dikenal sebagai perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Namun kejayaan itu runtuh setelah perusahaan itu bangkrut atau dihapus pencatatannya (delisting) dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Awal keruntuhan ini bermula pada tahun 2007, ketika Martias Fangiono terjerat kasus korupsi (rasuah) terkait pembukaan lahan kelapa sawit.
Dalam kasus ini, pengadilan menjatuhkan hukuman yang sangat berat, yakni satu setengah tahun penjara dan denda Rp346 miliar kepada Martias.
Usai kasus itu, salah satu putranya, Ciliandra Fangiono, membuat langkah besar. Ia menawarkan saham perdana perusahaan First Resources ke publik atau IPO.
First Resources sendiri adalah anak perusahaan spin-off dari PT Surya Dumai Industri Tbk yang telah didirikan sejak 1992.
Perusahaan ini disebut mengelola sekitar 200 ribu hektare perkebunan kelapa sawit di Riau, Kalimantan TImur, dan Kalimantan. Lahan-lahan ini disebut dikelola oleh sejumlah perusahaan yang diduga “perusahaan bayangan”.
Perusahaan-perusahaan yang diduga kuat terkait adalah PT Ciliandry Anky Abadi (CAA) dan PT Fangiono Agro Plantation (FAP Agri), karena memiliki alamat kantor yang sama dengan First Resources.
Dalam struktur First Resources, Ciliandra dan saudara-saudaranya kini menjadi pemegang saham pengendali.
Sementara itu, PT CAA diidentifikasi sebagai milik istri kedua Martias dan dua anaknya, dan saham mayoritas FAP Agri dipegang oleh Wirastuty Fangiono.
Berkat keberhasilan ini, Ciliandra Fangiono pernah menempati peringkat ke-24 orang terkaya di Indonesia pada tahun 2024, dengan perkiraan kekayaan mencapai US$2,4 miliar.
Jauh sebelumnya, pada tahun 2009, ia bahkan pernah masuk jajaran orang terkaya versi majalah Forbes dengan kekayaan US$710 juta dan dinobatkan sebagai triliuner termuda di Indonesia.
'Saham SUDI diborong lagi'
Terakhir Martias Fangiono kembali mencuri perhatian pasar dengan rencana membeli kembali saham PT Surya Dumai Industri Tbk (SUDI) yang sebelumnya dimiliki publik.
Langkah ini diumumkan melalui pernyataan tender sukarela pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Martias, yang dikenal sebagai pengusaha sawit dengan perkebunan luas di Riau dan Kalimantan sejak era 1990-an, pernah terjerat kasus hukum pada 2007 terkait pembalakan liar dan pengelolaan kebun sawit ilegal.
Saat itu, ia dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp346 miliar. Setahun kemudian, saham SUDI dihapus dari bursa. Kini, bisnis keluarga Fangiono dilanjutkan oleh generasi kedua, termasuk putranya Ciliandra Fangiono, yang menjalankan First Resources Ltd., serta putrinya Wirastuty Fangiono, penerima manfaat akhir dari PT FAP Agri Tbk.
Dalam rencana tender sukarela ini, Martias menargetkan membeli 93,77 juta saham publik, setara 2,96% dari total saham perusahaan, dengan harga Rp1 per lembar.
Harga ini mengacu pada laporan KJPP Febriman Siregar yang menilai nilai wajar saham SUDI Rp0 per lembar per 31 Desember 2024.
Saat ini, Martias memiliki 23,9% saham SUDI, dan setelah pembelian saham publik, kepemilikannya diproyeksikan naik menjadi 26,86% atau sekitar 850,5 juta lembar saham.
Selain Martias, struktur kepemilikan SUDI saat ini antara lain, PT Fangiono Jayaperkasa 50,47%, Ciliandra Fangiono 12,56%, Prinsep Management Limited 10,11%, dan publik 2,96%.
Rencana buyback ini menjadi tindak lanjut keputusan RUPS 23 September 2025, yang menyetujui perubahan status SUDI menjadi perusahaan tertutup, sesuai persetujuan OJK Januari 2025.
Lalu, apa dampaknya bagi publik? Dengan berkurangnya saham publik, likuiditas SUDI di pasar menjadi sangat terbatas, dan peluang investor baru untuk memiliki saham perusahaan juga menipis.
Di sisi lain, langkah ini memberi kontrol lebih besar bagi keluarga Fangiono atas keputusan perusahaan, mulai dari arah strategi bisnis hingga kebijakan dividen.
Bagi investor, buyback ini bisa jadi sinyal bahwa perusahaan ingin menjaga stabilitas saham dan mengonsolidasikan kepemilikan, tetapi juga berarti kemungkinan partisipasi publik akan semakin kecil.
Dengan kata lain, saham SUDI kini lebih “ramah” bagi pengendali lama, tapi kurang menarik bagi investor ritel yang ingin membeli saham di pasar terbuka.
Kesimpulannya, aksi Martias Fangiono membeli saham publik SUDI menegaskan dominasi keluarga Fangiono atas perusahaan, sekaligus mengubah dinamika kepemilikan.
Publik yang ingin masuk ke saham ini perlu mencermati bahwa peluang terbuka semakin terbatas, sementara pengaruh pengendali lama makin kuat. (*)
Tags : Martias Fangiono, Topik, bisnis, Ekonomi, konglomerat, Martias Fangiono Buat Dinasti Bisnis Keluarga Industri Sawit,