"Isi bumi dikeruk, diekploitasi dan berakhir dijual untuk mendapatkan keuntungan, tetapi mengakibatkan berbagai kerugian yang tidak bisa dihindari hingga menimbulkan kerusakan lingkungan, bencana alam serta kekeringan yang terus mengancam"
arga Desa Siambul Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau termasuk yang dirugikan. Selain di daerah itu gencar aktivitas penambagan batu bara juga penambangan batu andesit secara 'membabi buta'.
"Akibatnya, yang tak bisa dihindari rusaknya ekosistim dan hayati serta habitat yang ada di dalam kawasan hutan lindung diwilayah itu," kata Ketua Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Rumpun Melayu Indragiri (RMI), Jamhur Sulaiman belum lama ini dalam bincang-bincangnya menyikapi seputar hadirnya penambangan di Desa Siambul itu.
"Warga Desa Siambul menjerit karena kawasan hutan dijamah jadi aktivitas penambangan salah satunya Batu Andesit."
PT Kurnia Subur [KS] dan PT Indecom diduga keruk batu andesit tanpa Izin, membuat RMI angkat bicara.
"Warga Desa Siambul meminta kami [RMI Inhu] untuk menjembatani mereka dengan maksud mengadukan permasalahan ini kepada Kementerian Pertambangan dan Energi di Jakarta," kata Ketua RMI, Jamhur Sulaiman belum lama ini.
Menanggapi tentang maraknya penambangan batu bara dan batu andesit ini, Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Indonesian Corruption Investigation [ICI] menilai, eksplorasi tambang dan pembabatan hutan dan peguasaan lahan diluar batas, adalah sebuah konspirasi para pemilik modal, pemegang otoritas atau kewenangan dan aparat penegakan hukum.
“Untuk di Inhu itu sudah tergambar kerusakan lingkungan yang sudah amat parah, tidak ada pilihan lain Bupati, Gubernur maupun Presiden RI, harus melakukan law enforcement,” kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Bakernas ICI ini, Selasa (9/8/2023).
"Jadi penegakan hukum tanpa kecuali karena berhadapan dengan penjahat lingkungan. Konspirasi semacam itu jika dibiarkan akan melumpuhkan sebuah daerah," sebutnya.
Menurutnya, di Inhu itu, penegakan hukum untuk masalah kerusakan tambang sangat minim.
"Yang ada hanya soal penanggulangan dan paska bencana."
"Hal ini sangat mengkhawatirkan. Ketika kerusakan lingkungan dan bencana terus berulang, kaum intelektual tidak bisa bersikap dan bergerak sesuai keilmuwannya," sebutnya.
Ia mengatakan eksplorasi tambang, pembabatan hutan dan peguasaan lahan diluar batas, adalah sebuah konspirasi para pemilik modal, pemegang otoritas atau kewenangan dan aparat penegakan hukum.
Menurutnya, aparat hukum tidak hadir, "sepertinya pemerintah setempat jadi penonton, bahkan ekstremnya menjadi alat bagi para oligarki dalam usaha menambah dan mempertahankan kekayaan," sebutnya.
Kerugian dan penderitaan didepan mata
Tetapi kembali seperti disebutkan Jamhur, kalau dirinya menerima pengaduan tentang kerugian-kerugian yang muncul dari masyarakat Desa Siambul sekitarnya.
"Warga mengungkapkan lokasi kawasan hutan di Desa Siambul sudah porak-poranda akibat pengerukan yang sudah berlangsung selama sekitar 2 tahun lebih," sebut Jamhur.
"Tadinya, lokasi itu adalah kawasan hutan hijau. Kini, berubah menjadi kumpulan danau-danau yang menganga luas. Bahkan, tak ada upaya reklamasi dalam pengerukan yang cukup dalam itu. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan yang tak berpikir panjang soal keselamatan lingkungan itu," tanya Jamhur.
Asun alias Mastur, Direktur PT Kurnia Subur yang juga menjabat DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia [Apsindo] belum menjawab kebenaran penambagan ini.
Begitupun Sutopo, Direktur PT Indecom juga sama tak ingin menjawab.
Jamhur menambahkan, warga terlanjur sudah melaporkan dugaan kerusakan lingkungan akibat penambangan batu andesit ini yang diduga dilakukan secara ilegal.
Hasil pantauan RMI selama ini ditambah laporan warga, ada sejumlah pihak yang beroperasi disitu, diantaranya; PT Kurnia Subur yang dipimpin Mastur als Asun, PT Indecom yang diketahui milik Sutopo dan Koperasi Unit Desa (KUD) Bantaran Jaya.
"Warga tak berdaya lantaran telah berkali-kali mengeluhkan aktivitas tersebut," kata Jamhur.
Mengapa aktivitas penambangan batu andesit bisa berjalan lancar?
Jamhur menilai kemungkinan ada pihak-pihak yang mengatur jalannya kegiatan.
Tetapi RMI bertekad tetap mengadukan persoalan ini ke pemerintah pusat.
"Warga Desa Siambul sudah meminta seperti itu, menjembatani mereka untuk mengadukan permasalahan ini kepada Kementerian Pertambangan dan Energi di Jakarta," kata Jamhur Sulaiman.
Suatu hari Jamhur kembali menijau lokasi penambangan di Desa Siambul itu, yang hanya tinggal menyisakan lobang-lobang kawah besar yang mirip penambangan batu bara.
"Tapi kami punya pengalaman saat turun lokasi yang dihadang oleh ampang-ampang pos penjagaan dan tak diberi izin masuk oleh pihak pengamanan penambang yang jarak dari pos penjagaan ke lokasi tambang sekitar 3 kilometer," cerita dia.
"Hasil penelusuran kami, PT Kurnia Subur beroperasi dengan memasukkan sejumlah alat berat ke lokasi tambang untuk mengeruk batu andesit. Selanjutnya, mereka mengumpulkan batu andesit itu di Desa Kelesa Kecamatan Seberida, Inhu. Sedangkan PT Indecom, menumpuk batu andesitnya di seputaran Kecamatan Pematang Reba," ungkapnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Inhu, Bayu sempat berkomentar didepan media, kalau pihaknya sejauh ini hanya memberi rekomendasi Izin Upaya Pengelolaan lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) terkait penambangan batu andesit di Desa Siambul.
"Izin itu diberikan hanya kepada KUD Bantaran Jaya," sebut Bayu.
Atas rekomendasi itu, lanjut Bayu, KUD kemudian diwajibkan mengurus Izin Penambangan Batu Andesit ke Kementerian Pertambangan dan Energi, serta izin pelepasan kawasan hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Jakarta, baru dapat beroperasi.
"Sedangkan perusahaan di derah, tak satupun izin penambang batu andesit di Desa Siambul di kawasan itu diberikan. Sebab, kawasan itu masuk dalam kawasan hutan sehingga Kementerian LHK tak bersedia memberikan rekomendasi izin penambangan," jelasnya.
Tetapi satu sisi, Bayu mengaku tak tahu ada aktivitas penambangan batu andesit secara besar besaran terjadi disana.
"Pokoknya untuk memperoleh izin penambangan batu andesit diterbitkan oleh Kementerian Pertambangan dan Energi RI, dengan syarat harus melampirkan berupa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LH dan Kehutanan RI dan Kementerian terkait lainnya, termasuk dari Bupati dan Gubernur setempat," ungkap Bayu lagi.
Sayangnya, para pihak yang diduga terlibat operasi tambang batu andesit, tak satupun merespon walaupun sudah berulang kali dilakukan konfirmasi melalui sambungan seluler ini.
Tim Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Setjen Wantannas) dari Jakarta sempat melakukan melakukan kunjungan kerjanya ke Kecamatan Batang Gansal untuk meninjau secara langsung lokasi dan aktivitas pertambangan batu andesit yang berada di Kecamatan Batang Gansal.
Sayang, tak ada tindakan dan sanksi apapun yang diambil terkait aktifitas pengerukan di kawasan hutan ini.
Tim Setjen Wantannas yang hadir saat itu diketuai Mayjen TNI DR Drs Tahan Samuel Toruan MM D.SS dan anggota yang terdiri dari Brigjen TNI Agus Suharto S.IP MM, Brigjen TNI Afandi Abdullah SH MH, Kolonel Lek M Jhonson Lumbantoruan SE dan Maulana SH MH.
'Puluhan penambang keroyok bumi Inhu'
Seperti diketahui sudah puluhan tahun pelaku penambang beroperasi di Kabupaten Inhu yang dikenal dan memiliki simbol 'Gerbang Sari' dan terakhir dirubah menjadi 'Ikan Patin' ini.
Bahkan puluhan penambang batu andesit di Batang Gansal, Inhu, Riau masih beraktivitas walaupun belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasahan Hutan (IPPKH) dari Departemen terkait hingga merusak kawasan tersebut.
"Usaha itu termasuk ilegal dan perlu dihentikan penegak hukum agar daerah ini tidak dirugikan dan tidak merusak lingkungan khususnya Desa Usul Kecamatan Batang Gansal," kata salah satu warga Seberida, Junaidi (45) di Rengat, Senin.
Ia mengatakan, penambangan batu andesit tetap menjamur di daerah Usul wilayah Kecamatan Batang Gangsal yang di duga melakukan praktek secara illegal ini dibuktikan salah satu pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan nomor 6/BPMD&PPT/BP-IUP/V/2012 yang dikeluarkan tanggal 11 September 2012 oleh BPMD & PPT.
Pada diktum tiga menyebutkan, bahwa kegiatan dapat dilaksanakan setelah pemegang IUP operasi produksi telah mendapat IPPKH dari Menteri Kehutanan sesuai peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/Menhut-II/2011 tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan.
"Parahnya lagi, adanya sejumlah pelaku usaha tambang yang sebelumnya IUP mereka telah dicabut yakni, CV Lingga, PT.Inti Indocomp, CV Karmila Riau Mandiri, CV DM, PT Kurnia Subur, dimana pencabutan itu ditanda tangani Kaban BPMD dan PPT Pemkab Indragiri Hulu," sebutnya.
Menurutnya, sejumlah pelaku yang dicabut tersebut di duga masih melakukan praktek tambang batu andesiat yang menempel dengan Koperasi Benterang Jaya hingga saat ini, "ini membuktikan lemahnya penegakkan hukum di daerah Indragiri Hulu," sebutnya.
Terkait hal ini, anggota Komisi A DPRD Kabupaten Indragiri Hulu Hafizon Ramadhan menegaskan, dengan meminta agar Dinas Pertambangan dan Energi Indragiri Hulu tidak tutup mata dengan praktek tambang batu andesit yang melakukan praktek secara non procedural.
"Bisnis Ilegal yang bermotif menempel dengan Koperasi Benterang Jaya seharusnya tidak dibenarkan melakukan usaha pertambangan tersebut," sebutnya.
Dijelaskannya, Koperasi Benterang Jaya juga harus terlebih dahulu memiliki Izin Pinjam Pakai baru dapat melakukan tambang di areal kawasan hutan, jika itu terjadi, dimana fungsi pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi selaku tehnis yang mengeluarkan rekomondasi untuk syarat penerbitan IUP tersebut.
" Kami akan melakukan sidak terkait usaha non prosedural tersebut," tegasnya.
Dinas Pertambangan dan Energi Indragiri Hulu melalui Kasi Pengembangan Pengusahaan dan Pertambangan (K3), Ir K Saragih membenarkan adanya praktek penambangan batu andesit di Desa Usul Kecamatan Batanggansal dan mengakui bahwa areal praktek tambang di duga masuk kawasan hutan, "itu domainnya dinas kehutanan dan intinya pihak Dinas Pertambangan hanya sebatas mengeluarkan rekomondasi saja," kata K Saragih.
"Rekomendasi untuk menambah hasil restribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana kewajiban pengusaha tambang seperti bentuk batu andesit itu, membayar sebesar Rp10 ribu per kubik dan batu urug Rp4.500 per kubik," ucapnya.
Selanjutnya IUP untuk Koperasi Benterang Jaya, pihak Dinas Pertambangan memberikan rekomondasi seluas 166,30 hektar untuk areal tambang mereka di Desa Usul Kecamatan Batang Gangsal.
Kepala BPMD&PPT Kabupaten Indragiri Hulu Adri Respen berdalih bukan domain instansinya untuk melakukan fungsi pengawasan tentang kegiatan IUP Koperasi Benterang Jaya, "kecuali dari tehnis terkait yang memberikan rekomondasi, karena BPMD & PPT Inhu hanya sebatas mengeluarkan IUP berdasarkan pertimbangan tehnis," tegasnya.
Sementara dua komisi di DPRD Indragiri Hulu, langsung melakukan peninjauan lapangan terhadap penambangan batu andesit di Desa Usul, Batang Gansal, Indragiri Hulu Riau. Kunjungan lintas komisi ini dilakukan oleh Komisi A dan Komisi C.
''Peninjauan lapangan kami lakukan oleh Komisi A dan Komisi C DPRD Inhu. Pasalnya selain melihat aspek lingkungan juga akan dipelajari ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada,'' kata Ketua Komisi C DPRD Inhu Doni Rinaldi kepada wartawan waktu itu.
"Termasuk kepatuhan terhadap izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan sebelum perusahaan mengeruk batu andesit di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh," sambungnya.
Menurutnya, meski perusahaan telah mengantongi IUP OP dari Pemkab Inhu, itu tidak serta merta selesai dan langsung melakukan penggarapan.
Pasalnya, areal penambangan berada dalam kawasan hutan yang dilindungi, karenanya harus mendapat izin pelepasan dari menteri yang berwenang yakni Menteri Kehutanan.
Politisi PKNU menambahkan, pada prinsipnya DPRD Inhu tidak menghambat perusahaan pemegang IUP OP untuk menjalankan aktivitasnya, akan tetapi mereka harus memenuhi semua hak dan kewajiban sebagaiamana diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2010.
''Kita turun bersama instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu,'' tambahnya.
Penambangan batu andesit di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Indragiri Hulu, Riau terus mendapat sorotan.
Meski memberi kontribusi bagi keuangan daerah, namun operasional penambangan harus tetap mengikuti aturan yang ada, termasuk harus mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut.
Ketua Komisi C DPRD Inhu Doni Rinaldi didampingi sejumlah anggota di ruang kerjanya juga mengatakan, pihaknya akan melakukan kunjungan langsung ke lapangan untuk melihat kondisi yang terjadi termasuk kondisi lingkungan di bekas galian yang meninggalkan kawah-kawah besar yang siap memangsa korban jiwa.
Aktifitas penambangan batu andesit di Desa Usul, Batang Gansal telah merusak lingkungan, dan disinyalir tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut RI, padahal area penambangan masuk dalam kawasan taman nasional.
Selain itu, berbekal Izin Usaha Penambangan (IUP) Operasi Produksi yang dikeluarkan Pemkab Inhu, perusahaan melakukan aktifitas tanpa melakukan reklamasi.
''Kalau tidak ada kendala, rencananya Senin atau selasa depan kita dari Komisi C DPRD akan meninjau ke lokasi penambangan batu andesit di Desa Usul kecamatan Batang Gansal, sebelumnya kita akan sampaikan tujuan kita ini ke pimpinan DPRD Inhu,'' ujar Doni Rinaldi.
Doni Rinaldi yang saat itu didampingi sejumlah anggotannya Suharto, Raja Irwantoni, Agus Sugiono menyatakan, perlu turun ke lokasi penambangan untuk melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan.
''Kita tidak akan menghambat perusahaan pemegang IUP OP menjalankan aktivitasnya, bagaimanapun juga mereka memberikan konstribusi ke daerah, tapi tetap harus sesuai aturan,'' ujarnya.
"Kalau berada di kawasan hutan. diurus dulu perizinan di Kemenhut, kalau diwajibkan menyetorkan dana jaminan reklamasi yang disetor ke Pemkab Inhu, itu juga harus dilakukan," sambungnya.
Selain itu Komisi C juga akan mempelajari kelengkapan dokumen perusahaan termasuk UKL dan UPL dan apakah aktifitas tersebut sudah sesuai dengan dokumen lingkungan yang dimiliki atau tidak.
Maraknya penambangan tidak hanya di pulau Kalimantan, tetapi aktivitas pertambangan mineral dan batu bara yang tidak sesuai aturan perundang-undangan juga terjadi di Provinsi Riau. Tepatnya di Kecamatan Batang Peranap wilayah Hukum Polres Indragiri Hulu (Inhu).
“Sejak tahun 2020 lalu, kewenangan langsung diambil alih oleh pemerintah pusat, dan Dinas ESDM Provinsi tidak memiliki kewenangan terkait hal itu. Silahkan tanya langsung ke Dirjend Mineral dan Batu Bara (Minerba),” kata Ismon Diondo Simatupang selaku Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Riau, saat dikonfirmasi wartawan singkat.
Untuk di Kecamatan Batang Peranap ada tiga perusahaan yang beroperasi di daerah itu, diduga kuat melakukan aktivitas penambangan tanpa dilengkapi dokumen yang sah dari pemerintah.
Tiga perusahaan pertambangan batu bara tersebut diantaranya, PT PIR (Pengembangan Investasi Riau), PT EDCO dan PT BBS yang hingga saat ini, tidak mengantongi RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) dari Kementerian ESDM RI.
Bukan melakukan penindakan sesuai aturan hukum yang berlaku, Ismon malah berdalih dan melempar tanggung jawab tersebut ke pemerintah pusat.
Soal terkait RKAB perusahaan tambang yang ada di Riau, Ismon menjawab, seluruhnya merupakan kewenangan Menteri ESDM RI, dan daerah tidak memiliki kewenangan apa pun, termasuk pengawasan dan pelaporannya.
Menanggapi hal itu, Yurizal selaku Anggota DPRD Inhu menyebutkan bahwa, apa yang disampaikan Kabid Minerba Dinas ESDM Riau tersebut sangat tidak bijak dan terkesan lempar tanggung jawab.
“Jika Dinas ESDM Riau tidak memiliki kewenangan apa pun dalam mengatur regulasi Minerba, untuk apa ada pejabatnya. Dan pak Ismon sendiri adalah, Kabid Minerba pada Dinas ESDM Riau,” ketus Yurizal.
Maka dari itu, dirinya berharap agar kepada seluruh pihak terkait, dapat bersinergi dalam melakukan penertiban usaha pertambangan batu bara yang ada di Inhu. Sehingga tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara.
“Kita minta, semua pihak terkait, baik itu unsur pemerintah dan aparat penegak hukum, dalam hal ini Dit Reskrimsus Polda Riau, dan Kejati Riau untuk tidak tutup mata, dan menindak tegas perusahaan tambang tersebut sesuai hukum yang berlaku,” tuturnya.
Jika dalam menjalankan usaha pertambangan minerba, sebuah perusahaan tidak mengantongi RKAB, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas perusahaan tersebut adalah ilegal, dan hal itu merupakan perbuatan melawan hukum.
“Setiap perbuatan melawan hukum, konsekuensinya adalah pidana. Dan saya sebagai wakil rakyat Inhu, tidak menginginkan kejadian seperti yang dilakoni Ismail Bolong, juga terjadi di Kabupaten Inhu,” tutup alumni Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta ini.
Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar sudah juga menunjukkan rasa prihatinnya atas kerusakan lingkungan akibat pertambangan ini yang terjadi di daerah-daerah.
Bahkan Gubernur Provinsi Riau itu sudah melihat langsung akibat kerusakan lingkungan seperti jalan dan penderitaan yang dialami warganya.
Syamsuar menyatakan prihatin atas kondisi kerusakan lingkungan di wilayah setempat diduga karena aktivitas pertambangan batubara dan mineral lainnya. Ia mengakui, saat ini proses perizinan kegiatan pertambangan telah beralih ke pemerintah pusat.
Hal itu membuat pemerintah daerah khususnya provinsi tidak bisa berbuat banyak untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
"Jika saya bupati atau wali kota mungkin saya bisa gugat. Tapi karena saya gubernur dan wakil pemerintah pusat di daerah, tentu tidak bisa. Artinya, sama dengan menggugat diri sendiri," kata Syamsuar ketika peringatan Puncak Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 2022 kemarin.
Diketahui, kegiatan pertambangan khususnya batu bara didaerah-daerah tumbuh subur. Bahkan, tidak hanya perusahaan yang memiliki izin legal saja yang aktif beroperasi.
Perusahaan tanpa surat izin juga marak ikut mengeruk kandungan tambang tersebut. Sejumlah bencana akibat pertambangan kerap disuarakan oleh para aktivis pertambangan di antaranya jalan umum rusak parah, longsor hingga terjadinya musibah banjir besar.
Menurut Syamsuar, untuk menertibkan itu, maka hanya satu kata saja yang diinginkan kepala daerah. Yaitu, adanya aturan yang menetapkan kepala daerah memiliki tanggung jawab moral terhadap pengawasan pertambangan.
Saat ini, lanjut Syamsuar, kata-kata yang dimaksud itu tidak ada dalam aturan perundang-undangan perizinan pertambangan.
"Jadi, satu kata saja, meski aturan itu ditarik ke pusat. Tetapi kepala daerah memiliki tanggung jawab moral dalam pengawasan pertambangan di lapangan. Itu saja yang diperlukan. Sehingga kepala daerah bisa berkoordinasi dengan pihak keamanan, baik TNI maupun Polri," kata dia.
Bagi Syamsuar, hal itu penting agar pertambangan tidak merugikan masyarakat di lingkungan sekitar aktivitasnya.
Produksi batubara masih diperlukan bagi pembangunan di sejumlah negara luar di Asia maupun Eropa. Diperkirakan lima hingga 10 tahun ke depan.
Tetapi lebih keras lagi disebutkan Darmawi Wardhana menyikapi kerugian-kerugian yang muncul akibat penambangan mineral dan batu bara ini, bahwa disebutkannya, hanya rakyat yang bisa menyelamatkan bumi, "kita harus melawan oligarki. Pendodosan Sumber Daya Alam secara besar-besaran tak luput dari keterlibatan kapitalisme dalam kasus perubahan iklim,” dalam penilainnya.
Menyinggung soal krisis iklim ini, Darmawi mengatakan negara-negara kuat mencoba mengeruk keuntungan dengan memperkuat kembali sistem internasional yang mengorbankan negara miskin dan terbelakang.
Sebagai bentuk konsekuensi dari negara penjahat lingkungan ini, negara-negara super kaya membayar kompensasi kepada negara-negara miskin atas tindakan mereka merusak lingkungan.
Darmawi menegaskan, semua orang memang punya tanggung jawab untuk melindungi lingkungan, tetapi menegaskan bahwa negara-negara kaya punya tanggung jawab lebih besar karena juga paling banyak melakukan pencemaran lingkungan.
Kata Darmawi, kekeringan, kebakaran, banjir, tanah lonsor, gletser yang mencair, air laut yang menjadi asam. Ibu bumi memberi kita peringatan.
"Kita harus mendengar. Dunia harus bertindak melakukan sesuatu untuk menyelamatkan bumi."
Mengenai solusi mengurangi kerusakan llingkungan, menurut Darmawi, solusi paling penting bagi pemanasan global adalah keadilan lingkungan, yang mengharuskan negara pencemar terbanyak membayar kompensasi kepada negara-negara yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim.
“Saya kira, keadilan lingkungan adalah perjuangan politik, dan itu berakar pada perjuangan untuk mengakhiri ketidakadilan ekonomi global,” tukasnya.
Jadi Darmawi menyimpulkan, bisa dikaji bahwa kerusakan lingkungan lebih di dominasi oleh konflik kepentingan para aktor ekonomi politik, dalam istilah populernya [pengusaha dan penguasa]. (*)
Tags : penambangan batu bara, minerla, batu andesit, inhu, perusahaan keruk batu andesit, penambangan di kawasan hutan Inhu, pemerintah sedang berhadapan dengan penjahat lingkungan, penambangan mineral di inhu buat kerugian, Sorotan, riaupagi.com,