Pesantren diproyeksikan jadi pusat unggulan dalam riset manuskrip.
SOSIAL - Di bawah kaki Gunung Rinjani yang megah, di bumi Nusa Tenggara Barat yang kaya akan sejarah, sebuah universitas sedang merajut mimpi besar.
Ini bukan sekadar tentang gedung kuliah atau wisuda, melainkan tentang menjaga napas masa lalu agar tetap hidup di masa depan yang serba digital.
Mampukah UIN Mataram menjadi jembatan yang menghubungkan manuskrip kuno beraksara Jawi dengan riset ilmiah modern?
Inilah kisah tentang komitmen jangka panjang kampus tersebut untuk menjadi pusat studi pondok pesantren dan riset manuskrip Nusantara.
Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, melalui rektornya Masnun Tahir, menegaskan komitmen tersebut. Bagi kampus ini, ini bukan sekadar janji, melainkan sebuah misi suci.
“Ini momentum penting bagi UIN Mataram. Kampus harus hadir sebagai penjaga warisan ilmiah dan sekaligus penggerak inovasi pendidikan pesantren,” ujar Rektor Masnun Tahir dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.
Pernyataan visioner Masnun tersebut disampaikan saat Halaqah Tingkat Nasional yang digelar di kampus UIN Mataram. Acara ini menjadi saksi lahirnya sebuah lembaga baru yang ambisius.
Lembaga baru itu bernama Pusat Studi Naskah dan Pesantren (Pustunastren). Sebuah inisiatif yang diproyeksikan menjadi pusat unggulan dalam riset mendalam terhadap manuskrip kuno dan turats (khazanah keilmuan) pesantren.
Pustunastren memiliki tugas vital. Mereka akan melakukan inventarisasi, digitalisasi, hingga penelitian lanjutan terhadap naskah-naskah klasik Lombok.
Naskah-naskah ini dinilai oleh para filolog (ahli naskah kuno) sebagai salah satu khazanah terkaya di Indonesia, sebuah harta karun intelektual yang selama ini tersembunyi.
Menurut Masnun, Lombok dan NTB memiliki kekayaan tradisi manuskrip yang luar biasa. Warisan ini mencakup naskah beraksara Arab, Jawi–Pegon, hingga Jejawen Sasak, merekam peradaban lokal yang kaya.
Bagi Masnun, pusat studi naskah dan pesantren tidak hanya menjadi wadah akademik yang dingin. Ia adalah penjaga identitas keilmuan Nusantara yang kini semakin membutuhkan dukungan kelembagaan yang kuat.
“Dengan lahirnya lembaga ini, UIN Mataram menargetkan diri sebagai pusat pengetahuan baru yang menghubungkan tradisi pesantren yang mengakar kuat dengan kebutuhan transformasi pendidikan modern,” katanya.
Visi ini sejalan dengan arah kebijakan pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Pratikno, menyampaikan bahwa pemerintah sedang memfinalisasi pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren.
Struktur baru ini, yang telah disetujui langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, menunjukkan keseriusan negara.
Pratikno menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai babak baru yang menunjukkan penghargaan negara atas peran historis pesantren sebagai pusat pembinaan moral, keilmuan, dan karakter kebangsaan.
“Dengan lebih dari 42 ribu pesantren dan 12,5 juta santri, kekuatan sosial ini dinilai sangat strategis bagi masa depan Indonesia,” kata Menko Pratikno, menekankan betapa besarnya potensi komunitas pesantren.
Dalam arah kebijakannya, Menko Pratikno menyoroti berbagai tantangan riil yang dihadapi pesantren saat ini. Tantangan itu termasuk keamanan infrastruktur fisik, literasi digital santri, hingga kesiapan vokasional mereka untuk terjun ke dunia kerja.
Untuk menjawab tantangan tersebut, empat program strategis telah dirancang sebagai prioritas awal Ditjen Pesantren.
Melalui sinergi antara inisiatif UIN Mataram dan dukungan pemerintah pusat, ekosistem pesantren di NTB dan seluruh Indonesia bersiap memasuki babak baru, di mana tradisi dan inovasi berjalan beriringan. (*)
Tags : pesantren, santri, kiai, ngaji kitab, ekonomi pesantren, pesantren mandiri, lipsus pesantren, pesantren bisa mandiri, pesantren kearifan khas indonesia, lembaga pendidikan tertua di nusantara, beasiswa, santri melanjutkan studi, kelanjutan studi santri, pembangunan bangsa islam, moderat, kearifan santri, kekhasan kaum santri,