JAKARTA - Persoalan pemeliharaan mesin pesawat mengemuka menyusul jatuhnya Sriwijaya Air Boeing 737-500 dengan nomor penerbangan SJ182 tujuan Jakarta-Pontianak. Pengamat penerbangan menyebut, maskapai tersebut dipertanyakan kemampuannya dalam melakukan perawatan pesawat setelah terbelit utang kepada Garuda Maintenance Facility pada 2019 lalu.
Di sisi lain, beberapa ahli mengatakan, pesawat yang tak terbang selama berbulan-bulan karena pandemi virus corona berpotensi mengalami korosi mesin. Pihak Sriwijaya mengklaim tidak ada perbedaan dalam perawatan pesawat sebelum dan selama pandemi. Sementara itu, lokasi kotak hitam atau black box pesawat sudah diketahui dan diharapkan bisa diangkat pagi ini untuk diidentifikasi.
Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, mengatakan ada tiga faktor penyebab sebuah pesawat mengalami kecelakaan fatal yakni performa kru, cuaca, dan teknis. Dalam kasus jatuhnya Sriwijaya Air Boeing 737-500 dengan nomor penerbangan SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu, ia berkata ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Sehingga publik sebaiknya menunggu hasil penyelidikan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Kendati demikian, ia berharap KNKT ikut menelisik persoalan pemeliharaan pesawat yang membelit Sriwijaya Air. Pasalnya maskapai tersebut disebut memiliki utang hingga Rp800 miliar kepada Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia. GMF merupakan perusahaan penyedia layanan perawatan pesawat yang merupakan anak usaha Garuda Indonesia. Karena sudah tak dilayani GMF, armada milik Sriwijaya dirawat oleh para teknisi sendiri dengan ketersediaan suku cadang mesin yang terbatas. Akibat keterbatasan itu, kondisi perusahaan berada di level Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) 4A. "Jadi ini sudah jadi pertanyaan, apakah mereka cukup dana untuk melakukan maintenance? Apakah maintenance sejak lepas dari kerja sama itu masih oke atau tidak. Itu yang nanti akan dilihat oleh KNKT," ujar Gerry Soejatman dirilis BBC News Indonesia, Minggu (10/01).
"Sebab ini sudah pasti sudah jadi salah satu concern dari kejadian ini," sambung Gerry.
Polisi membawa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). (Foto. ANTARA)
Sepanjang pengamatannya, selama pandemi pesawat milik Sriwijaya Air yang terparkir "tidak sedikit, tapi tidak mayoritas". Pesawat SJ182 pun, katanya, sudah mulai terbang lagi pada Oktober 2019 sejak terakhir kali mengangkasa pada Maret tahun lalu.
Pengamat penerbangan, Ruth Hana Simatupang, mengatakan kondisi pandemi menyebabkan banyak maskapai memarkir pesawatnya. Kondisi itu terjadi hampir di seluruh dunia. Persoalan yang timbul karena terlalu lama memarkir pesawat yakni terjadinya korosi mesin. "Dalam waktu 2-3 hari tidak dipakai saja kemungkinan terjadi korosi ada," kata Ruth Hana.
Karena itu, pabrikan pesawat biasanya mengirimkan red notice kepada maskapai untuk melakukan perawatan ekstra terutama bagian mesin. "Tentunya mesin, karena ini yang mendorong pesawat. Jadi memang itu utama, tentu dengan bagian-bagian yang terhubung dengan langsung dengan mesin, terutama radar". Pemeliharaan pada bagian-bagian inti pesawat itu harus dilakukan setiap hari dan pihak teknisi, menurutnya, seharusnya sudah mengetahui hal tersebut. "Saya enggak tahu apakah prosedur itu dilaksanakan atau tidak. Tapi standar operasionalnya harus dilakukan setiap hari."
"Walaupun pandemi, namanya teknisi akan tahu jadwal mana pesawat yang harus dirawat, entah diganti, menambahkan, atau ada perubahan dari pabrikan, itu sudah harus tahu."
Kementerian Perhubungan sebagai regulator dan pengawas, kata Ruth, tak boleh lengah mengawasi. Akan tetapi, menurut Ruth, jika merujuk pada pesawat SJ182 semestinya tidak ada persoalan korosi mesin. Sebab berdasarkan catatannya, pesawat tersebut sudah beberapa kali terbang meski tak menutup kemungkinan terjadi kerusakan. Gerry Soejatman juga menambahkan, untuk menjaga performa pesawat yang lama tak dipakai pihak teknisi sebaiknya melakukan "tes terbang tanpa penumpang" sebelum akan digunakan secara komersial. "Ada testrun untuk mesin, jadi terbang tanpa penumpang, baru cek, oke bisa diterbangkan."
Dalam kasus SJ182, jika pesawat itu diizinkan terbang maka seharusnya sudah lolos inspeksi atau pemeriksaan dari Kementerian Perhubungan. "Musim Natal dan Tahun Baru biasanya Kemenhub melakukan inspeksi lebih banyak dan pesawat ini dipakai saat musim itu, jadi harusnya pesawat tersebut kena inspeksi dan lolos."
"Makanya kita harus lihat temuan KNKT sebenarnya ada yang luput dari pantauan Kemenhub atau ada masalah lain."
Sejumlah prajurit Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL mengangkut serpihan dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak saat melakukan pencarian di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Minggu (10/1). (Foto. ANTARA)
Sebelumnya Federation Aviation Administration (FAA) telah mewanti-wanti kepada seluruh maskapai akan rawan mati mesin di udara. Mengutip Reuters, peringatan itu disampaikan FAA pada Juli 2020 lalu terhadap 2.000 pesawat Boeing 737 New Generation dan Classic yang diparkir. Peringatan itu ditujukan untuk pesawat yang tidak dioperasionalkan selama tujuh hari berturut-turut atau lebih. Di mana mesin pesawat berpotensi mengalami korosi pada bagian air valve check,
'Perawatan pesawat sebelum dan selama pandemi tidak ada perbedaan'
Pesawat Sriwijaya Air SK182 rute Jakarta-Pontianak yang hilang kontak di wilayah Kepulauan Seribu sudah berusia 26 tahun. Penerbangan perdana pesawat klasik Boeing 737-500 itu dilakukan pada Mei 1994. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 155 Tahun 2016 Tentang Batasan Usia Pesawat Udara, Pasal 3 menyebutkan pesawat terbang kategori transportasi untuk angkutan udara penumpang yang didaftarkan dan dioperasional untuk pertama kali di wilayah Republik Indonesia, paling tinggi berusia 15 tahun.
Namun aturan itu dicabut Menteri Budi Karya lewat Peraturan Menteri Perhubungan No.27 Tahun 2020. Maka, batasan usia pada pesawat terbang tidak berlaku lagi. Dirut Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, mengklaim pesawat dalam kondisi baik. "Kalau kondisi pesawat dalam keadaan sehat, sebelumnya pulang pergi ke Pontianak dan harusnya tidak ada masalah. Semuanya lancar," kata Jefferson di Bandara Soekarno Hatta.
Ia mengatakan keterlambatan keberangkatan yang dialami Sriwijaya Air SJ182 selama 30 menit bukan karena kendala mesin. "Delay (penundaan berangkat) akibat hujan deras," kata Jefferson.
Proses pencarian black box pesawat Sriwijaya SJ182 pada Senin (11/01) siang makin mengerucut di areal seluas sekitar 140 meter dan 100 meter di sekitar perairan Pulau Lancang dan Pulau Laki, namun masih terkendala kondisi laut yang berombak, kata Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono. "Hari ini (Senin) berombak, tentunya akan mempengaruhi visibility di bawah. Ini juga akan menjadi kendala tentunya," kata Yudo Margono kepada wartawan, Senin.
Kendala lainnya adalah masih banyak puing-puing bangkai pesawat yang belum diangkat di dasar laut, tambahnya. "Banyak puing-puing (di dasar laut). Kemungkinan (black box) tertimbun di bawah puing-puing bangkai pesawat," ungkapnya.
"Yang dikumpulkan kan masih sedikit". Saat ini tim SAR gabungan dan tim penyelam fokus pada areal seluas 140 meter dan 100 meter yang diyakini lokasi black box pesawat Sriwijaya SJ182. Dari dua kita mampatkan, dari hasil evaluasi tadi malam, telah dipetakan tinggal satu, yaitu (di areal) 140 meter kali 100 meter," kata Yudo.
"Kemungkinan black box berada di situ, tapi tidak semudah itu," tambahnya.
Black box adalah istilah terhadap dua peranti pada pesawat, FDR (Flight Data Recorder) atau perekam data penerbangan dan CVR (Cockpit Voice Recorder) atau perekam percakapan pilot. Setidaknya 88 orang penyelam dari berbagai kesatuan dilibatkan untuk mencari dan mengangkat black box, puing-puing pesawat dan jenazah korban. Pada Senin (11/01) ini, tim penyelaman akan terus berupaya untuk menemukan black box, setidaknya sampai sekitar pukul 18.00 WIB.
'Sudah ditandai'
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan lokasi black box pesawat Sriwijaya Air SJ182 sudah ditandai dalam pencarian hari kedua pada Minggu (10/01). "Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama, black box bisa kita temukan," kata Hadi dalam jumpa pers, pukul 15.40 WIB. Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito, menambahkan pihaknya "meyakini itu black box. karena pancaran sinyal emergensi hanya dari dua alat tersebut."
Menurutnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menurunkan tiga alat pencarian portable pinger finder dan alat-alat itu sudah berada di KRI Rigel. Untuk menemukan bagian pesawat dan tubuh para penumpang serta kru pesawat Sriwijaya Air, tim SAR gabungan mengerahkan 2.571 orang. Sedangkan peralatan yang dikerahkan terdata 81 unit kapal, 12 helikopter, dan 32 peralatan darat.
Direktur Operasi Basarnas, Brigjen TNI (Mar) Rasman selaku SAR Mission Coordinator (SMC), mengatakan telah mengerahkan juga kapal-kapal yang dilengkapi dengan peralatan bawah laut seperti Multibeam Echosounder dan Remotely Operated Vehicle (ROV) guna menemukan black box. Jika menemukan obyek yang dicari, maka ROV tersebut akan memberikan penanda koordinat untuk didata dan dilakukan penyelaman.
Salah satu kapal yang dilengkapi alat deteksi bawah air milik Basarnas dan KNKT adalah KN Basudewa. "Signal emergency dua black box pesawat diyakini sudah terdeteksi, berjarak antata 150 sampai 200 meter dari lokasi jatuhnya pesawat," kata Kabasarnas Marsdya TNI (Purn) Bagus Puruhito.
Pada Minggu (10/01), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, mengatakan telah menangkap sinyal dari pesawat tersebut dan segera diturunkan tim penyelam dari Kopaska. Menurutnya, tracking site pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sudah dikirimkan ke KRI Rigel dini hari yang sudah merapat di lokasi. "Mudah-mudahan apa yang ditemukan dan diinformasikan oleh KRI Rigel memang tepat sesuai dengan perkiraan. Semoga apa yang kita ketahui ini segera ditindaklanjuti semuanya akan kita koordinasikan terus di bawah pimpinan Kabasarnas," ujar Panglima.
Dalam keterangannya, Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI Marsekal Rasman mengatakan operasi pencarian pesawat tetap dilaksanakan pada malam hari."Operasi tetap kami laksanakan pada malam ini, tetapi terbatas pada pengoperasian kapal-kapal yang dilengkapi dengan peralatan bawah laut," jelasnya pada Minggu (10/01).
Callistasia Wijaya, di JICT 2, barang-barang yang ditemukan tim penyelam TNI AL telah diserahkan kepada Basarnas. Mayor Nurochim, selaku Komandan KRI Kurau, mengatakan barang-barang itu antara lain berupa celana anak berwarna pink serta beberapa serpihan badan pesawat. Tim SAR gabungan juga sudah menyerahkan sejumlah barang diduga bagian tubuh penumpang maupun bagian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 kepada polisi. "Dari kegiatan hari ini hingga pukul 19.20 WIB tadi, kita sudah mendapatkan 10 kantong berisi serpihan atau potongan dari badan pesawat. Enam belas bagian atau potongan besar dari pesawat, 10 kantong jenazah yang berisi bagian dari korban, dan lima potong pakaian," kata Kepala Basarnas, Marsdya Bagus Puruhito di JICT, Minggu (10/1) malam.
Semua kantong ini telah dilabeli di JICT lalu dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diidentifikasi. Pesawat komersial Sriwijaya Air tipe Boeing 737-500 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak sekitar pukul 14.40 WIB, Sabtu (09/01). Pesawat itu diperkirakan jatuh di sekitar perairan Pulau Lancang dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Laut Jawa. Pihak berwenang langsung melakukan pencarian dan pada Sabtu malam TNI AL menyatakan sudah menemukan titik koordinatnya. Lewat tengah malam pada Minggu (10/01), tim Basarnas membawa sejumlah temuan yang diduga berasal dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ke posko di dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta.
Pengambilan sampel DNA
Pengambilan sampel DNA keluarga inti penumpang Sriwijaya SJ182 berlanjut, pada Minggu (10/01). Sejauh ini, baru 10 keluarga yang diambil contoh DNA dan mencatatkan data antemortem ke Posko Crisis Center, di Graha Chandra Disti Wiradi, Bandara Supadio Pontianak. "Kami mengerahkan 51 personel untuk bersiaga di posko. Selain itu Polda Kalbar juga mengerahkan personel dari tim Disaster Victim Identification (DVI) untuk mengambil contoh DNA dari keluarga inti," papar Ajun Komisaris Besar Polisi Yani Permana.
Pengambilan sampel ini dimungkinkan memakan waktu lebih dari dua hari, mengingat ada keluarga penumpang yang berasal dari luar Kota Pontianak. Kepala Sub Direktorat Kedokteran Polisi Biddokkes Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar Polisi drg Joseph Ginting menambahkan, pengambilan sampel ini untuk antisipasi pencocokan dengan data penumpang Sriwijaya SJ182. "Kita ambil contoh DNA dari darah dan cairan hidung. Setelah terkumpul, 'sample' DNA ini akan kita kirim ke Puslabfor Mabes Polri," katanya.
Kepala Basarnas Pontianak Yopi (kedua kiri) memberikan keterangan pers tentang pesawat Sriwijaya Air yang hilang kontak di Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Sabtu (09/01). (Foto. ANTARA)
Tim DVI Polda Kalbar khusus menangani contoh DNA dari keluarga inti penumpang yang berdomisili di Kalbar saja. Untuk penumpang yang bukan warga Kalimantan Barat, ditangani oleh Mabes Polri.
Kondisi pesawat
Pesawat yang dioperasikan oleh maskapai Sriwijaya Air tersebut pertama kali terbang pada 1994 dan dikatakan dalam kondisi layak. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, mengatakan "jika dirawat dengan baik, pesawat tersebut mestinya tidak bermasalah". Hal senada disampaikan dirut Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, yang "memastikan pesawat dalam kondisi baik".
"Kalau kondisi pesawat dalam keadaan sehat, sebelumnya pulang pergi ke Pontianak dan harusnya tidak ada masalah. Semuanya lancar," kata Jefferson di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu.
Ia mengatakan keterlambatan keberangkatan yang dialami Sriwijaya Air SJ182 selama 30 menit bukan karena kendala mesin. "Delay (penundaan berangkat) akibat hujan deras," kata Jefferson.
Penemuan lokasi pesawat
Dalam jumpa pers di tempat berbeda, sekitar pukul 19.30 WIB, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan semua jajaran terkait untuk memastikan pencarian titik lokasi hilang kontak pesawat tersebut. Menhub Budi Karya Sumadi mengungkapkan pesawat itu membawa 62 orang penumpang dan awak pesawat. Detilnya, 50 orang penumpang termasuk tujuh orang anak-anak dan tiga orang bayi serta 12 orang awak pesawat.
Sementara, puluhan orang keluarga penumpang pesawat Sriwijaya, sudah berada di bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Sabtu sore. Salah-seorang diantaranya adalah Yaman Z. Zai, yang tinggal di Pontianak. Dia mengaku menunggu "istri dan ketiga anaknya". Sambil terisak ia mengatakan kepada wartawan di Pontianak, Widianingsih yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, "Ada empat orang (anggota keluarganya), istri dan tiga anak."
Yaman mengatakan ia baru bekerja setahun di Kalimantan Barat, sementara istri dan ketiga anaknya yang jadi penumpang pesawat bermaksud menemuinya dalam suasana liburan. Di Padang, Sumatera Barat, seorang ibu masih berharap anaknya yang merupakan salah seorang penumpang di pesawat Sriwijaya Air dapat selamat. Afrida mengatakan anaknya, Angga Fernanda Afrion, menumpang pesawat tersebut untuk kembali bekerja sebagai kru kapal tongkang batubara di Pontianak. "Jumat (08/01) sekitar jam 23.00 WIB, dia (Angga) menelpon ke saya dan memberitahu ingin balik ke Pontianak karena kapalnya rusak dan dapat perintah dari bos untuk menariknya. Biasanya, dia naik kapal ke mana-mana, jarang sekali naik pesawat," kata Afrida.
Angga, menurut Afrida, berdomisili di Jakarta bersama istrinya dan seorang anak yang baru berusia satu minggu. " Keluarga berharap, kalau bisa Angga selamat. Jika ada jasadnya, bisa dibawa pulang dan dikuburkan oleh pihak keluarga dengan layak. Saat ini, anggota keluarga yang lain masih melakukan pencarian terhadap Angga di Jakarta. Jika boleh, saya mau ke Jakarta ikut membantu mencari informasi tentang Angga, tapi karena pandemi ini belum bisa sepertinya."
ELT 'tidak pancarkan sinyal'
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito mengatakan, pesawat Sriwijaya Air nomor penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak tidak memancarkan sinyal emergency location transmitter (ELT) ketika hilang kontak. ELT adalah perangkat penentu lokasi pesawat yang merupakan bagian dari standar peralatan pada pesawat. ELT dapat dinyalakan langsung oleh pilot atau bisa hidup apabila pesawat menghantam sesuatu. "Mestinya ada pancaran emergency location transmitter atau ELT, itu tidak ada," kata Bagus.
Ia menjelaskan, Basarnas sudah berkoordinasi dengan Australia seputar ELT yang seharusnya dipancarkan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. "Australia juga tidak menangkap [sinyal ELT]. Jadi, kita hanya mendapatkan informasi dari AirNav dan radarnya Basarnas sendiri pada menit berapa dia [pesawat] hilang dari radar," kata Bagus.
Ditemukan benda-benda yang diduga serpihan pesawat
Pesawat jenis Boeing 737-500 ini dilaporkan hilang kontak di sekitar Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, kata otoritas Bandara Soekarno-Hatta, Haerul Anwar. "Telah terjadi lost contact (hilang kontak) pesawat udara Sriwijaya rute Jakarta-Pontianak dengan call sign SJY 182. Terakhir terjadi kontak pada pukul 14.40 WIB," kata juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, Sabtu (09/01) sore.
Dilaporkan pesawat itu dijadwalkan berangkat dari bandara Soekarno Hatta pukul 13.25 WIB, namun mengalami keterlambatan dan baru berangkat sekitar pukul 13.56 WIB. Sejumlah orang warga Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, mengaku menemukan sejumlah benda yang diklaim sebagai "serpihan pesawat". Seorang warga bernama Solihin menceritakan yang disaksikannya pada Silvano Hajid, wartawan BBC Indonesia, " Dari atas turun, seperti peitr, lalu begitu turun ke bawah ada ledakan di dalam air, serpihannya hampir kena kapal saya berupa seperti papan-papan tipis."
Keluarga penumpang Sriwijaya Air SJ 182 tiba di posko di Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu malam Pengambilan.
Di mana pesawat dinyatakan 'hilang kontak'?
Menurut manajer Branch Communication and Legal Bandara Soekarno-Hatta, Haerul Anwar, saat dimintai konfirmasi, Sabtu (9/1/2021), mengatakan, "(Pesawat Sriwjaya Air) hilang kontak di sekitar Tanjung Pasir Pulau Lancang," katanya.
Pihak Kemenhub mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan Basarnas dan KNKT, kata Adita. Dalam jumpa pers Sabtu malam di Bandara Soekarno Hatta, Banten, Adita menyebut pesawat sempat terbang ke arah yang tidak sesuai koordinat.
Berikut kronologi singkat dalam penjelaan Adita:
(*)
Tags : Pesawat Sriwijaya Air Jatuh, Pemeliharaan Pesawat Diselidiki,