Riau   2021/11/06 14:44 WIB

PHR Diingatkan 'Menyisihkan' 10 Persen, juga Pekerjakan 'Penduduk Warga Lokal Riau'

PHR Diingatkan 'Menyisihkan' 10 Persen, juga Pekerjakan 'Penduduk Warga Lokal Riau'
Direktur Utama PHR Jaffee A Suardin temui Gubernur Riau.

Pertamina diingatkan agar tidak lupa menyisihakn jatah 10 persen hasil pengelolaan Blok Rokan selain itu BUMD, pengusaha lokal, dan tenaga kerja diberikan kesempatan seluas-luasnya pada kegiatan jasa penunjang pengelolaan Blok Rokan sebagai vendor.

PEKANBARU - Kegiatan operasi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Wilayah Kerja (WK) Rokan memberikan manfaat secara langsung kepada negara, daerah, dan masyarakat sekitar.  Setelah dua bulan mengelola WK Rokan, PHR tercatat telah menyumbangkan penerimaan negara melalui penjualan minyak mentah bagian negara sekitar Rp2,1 triliun dan pembayaran pajak sekitar Rp607,5 miliar termasuk pajak-pajak ke daerah.

PT Pertamina Hulu Rokan, afiliasi PT Pertamina (Persero) yang memulai mengelola blok minyak terbesar kedua di negara ini, namun Gubernur Riau sebelumnya telah mewanti-wanti produksi blok rokan tidak mirip Mahakam.

Hal itu disampaikan Gubernur Riau Syamsuar saat berlangsungnya seremoni alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada PHR dilakukan sekitar pukul 00:14 WIB tengah malam dini hari, Senin 9 Agustus 2021 kemarin.

Saat itu hadir Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, Wakil Menteri I Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Nugraha Mansury, Gubernur Riau serta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.

Selain itu Gubernur Riau Syamsuar turut mengucapkan apresiasi kepada PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang sudah mengembangkan Blok Rokan selama ini, tepatnya sekitar 97 tahun lamanya. Namun di sisi lain, Gubernur Syamsuar mewanti-wanti Pertamina supaya pengelolaan Blok Rokan tidak mengalami kejadian seperti halnya produksi migas di Blok Mahakam, Kalimantan Timur.

"Kepada PT CPI, kami lepas dengan senyum dan tanda cinta. Kepada PHR, kami ucapkan selamat datang yang diberi amanah untuk mengelola Blok Rokan."

"Mudah-mudahan tidak sama dengan dengan Blok Mahakam di Kalimantan," katanya dalam acara serah terima WK Rokan itu.

Syamsuar memang tidak menjelaskan secara gamblang maksud dari harapan agar Blok Rokan jangan sampai terjadi seperti yang dialami Blok Mahakam.

Namun berdasarkan catatan, yang dimaksud Gubernur Riau ini bisa bermakna "peringatan" agar produksi Blok Rokan tidak anjlok setelah dikelola oleh Pertamina, seperti halnya yang terjadi pada Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Begitu pun soal penerimaan tenaga kerja putera daerah.

Sebelum dikelola Pertamina Hulu Mahakam (PHM) pada 1 Januari 2018, Blok Mahakam dikelola oleh raksasa migas asal Prancis, yakni Total E&P Indonesie.

Berdasarkan data SKK Migas, pada 2017, saat tahun terakhir Total E&P Indonesie mengoperasikan Blok Mahakam, realisasi penyaluran (lifting) gas masih mencapai 1.286 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Namun, pada 2018 ketika telah dikelola PHM, lifting gas anjlok menjadi di bawah 1.000 MMSCFD, tepatnya sebesar 832 MMSCFD atau 75% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 1.110 MMSCFD.

Oleh karena itu, transisi Blok Mahakam ini juga menjadi pelajaran bagi perusahaan migas maupun SKK Migas untuk menciptakan masa transisi yang baik dan tidak berdampak pada anjloknya produksi migas di blok tersebut.

Kembali disebutkan Gubernur Riau, Syamsuar baik pada kesempatan pidatonya juga mengungkapkan beberapa tuntutan kepada Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan ini.

Tuntutan tersebut mulai dari pemberian kontribusi hasil pengelolaan kepada pendapatan negara dan daerah hingga komitmen untuk pemberian hak partisipasi (Participating Interest/ PI) kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 10%, maupun memprioritaskan tenaga kerja tempatan.

"BUMD berhak atas 10% PI atas keputusan Menteri ESDM. Artinya, proses pengalihan 10% Blok Rokan harus segera dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya," ungkapnya.

Selain itu, dia meminta Pertamina untuk melibatkan perusahaan lokal dan tenaga lokal dalam pengembangan wilayah kerja ini, baik kerja sama dalam bentuk barang, jasa hingga ketenagakerjaan.

Syamsuar juga meminta permasalahan tanah yang terkontaminasi juga bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dia juga mengajak Pertamina untuk melibatkan Pemerintah Daerah, masyarakat sekitar, dan pihak yang berwenang dalam menangani masalah ini.

Menurut Syamsuar, Pemda Riau juga sedang bekerja keras mengejar ketertinggalan dari bidang pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, hingga kesehatan. Selain itu, infrastruktur daerah juga masih perlu ditingkatkan. Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Riau 5,13% pada kuartal II 2021 dan berdasarkan PDRB atas dasar harga yang berlaku.

"Merupakan urutan keenam di Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi Q2 5,12%, sedangkan tanpa migas 7,40%. Oleh karena itu, kami harapkan adanya sinergi dari stakeholder terkait dalam pembangunan daerah," jelasnya.

Jatah 10 persen dari pengelolaan Blok Rokan 

Gubernur Riau Syamsuar juga meminta Pertamina segera menyelesaikan proses pengalihan participating interest atau PI atau hak partisipasi sebesar 10 persen di Blok Rokan kepada Pemerintah Provinsi Riau.

“Pertamina sebelumnya berkomitmen BUMD berhak atas 10 persen PI Blok Rokan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM."

"Artinya, proses pengalihan proses PI 10 persen Blok Rokan agar segera dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya,” ujar Syamsuar.

Selain itu, Syamsuar menyampaikan empat permintaan lainnya usai Blok Rokan resmi diambil alih oleh Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dari Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Tuntutan Pemprov Riau tersebut antara lain Pertamina harus berkomitmen untuk berkontribusi positif terhadap pendapatan negara dan pendapatan bagi hasil daerah dengan biaya operasional yang efisien. Kemudian, Pertamina harus melibatkan partisipasi perusahaan lokal dalam bentuk barang dan jasa, serta tenaga kerja.

"Artinya, BUMD, pengusaha lokal, dan tenaga kerja diberikan kesempatan seluas-luasnya pada kegiatan jasa penunjang pengelolaan Blok Rokan sebagai vendor, dan Pertamina harus membatasi diri terhadap anak usahanya, serta afiliasinya untuk ikut serta,” katanya.

Selain itu, program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR dari Pertamina agar dilakukan dengan sinergi dengan pemerintah daerah, serta disesuaikan dengan kebutuhan daerah. PHR juga diminta untuk melibatkan akademisi dan perguruan tinggi setempat.

Sebelumnya, Syamsuar mengatakan bahwa Pemerintah Riau telah menyiapkan badan usaha milik daerah untuk menggarap Blok Rokan bersama dengan PHR. “Kami juga sudah menyiapkan BUMD untuk berpartisipasi dalam pengelolaan PI ini, yang tentunya kami harapkan bisa berimbas baik untuk pembangunan di Riau dan kesejahteraan masyarakat Riau,” katanya.

Sementara Direktur Utama PHR Jaffee A Suardin dalam siaran pers, Jumat (5/11) kemarin memaparkan tetang kontribusi blok rokan yang terbukti dalam kehadirannya melakukan kegiatan usaha hulu migas, dalam hal ini operasi PHR yang tetap memberikan manfaat secara langsung bagi negara dan daerah.

"WK Rokan merupakan aset strategis nasional yang harus didukung kelancaran operasionalnya oleh seluruh pemangku kepentingan," kata Jaffee Suardin.

Tak hanya itu, lanjut Jaffee, kehadiran operasi PHR juga memberikan manfaat berganda (multiplier effect) lainnya seperti pemenuhan kebutuhan energi nasional, penciptaan lapangan kerja, peluang bisnis bagi pengusaha lokal maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Operasional WK Rokan saat ini didukung oleh lebih dari 25.000 pekerja, di mana sebagian besar di antaranya merupakan warga lokal Riau," imbuh Jaffee.

Rencana kerja PHR yang masif dan agresif sudah selayaknya disambut dengan positif. Peluang bisnis dan kerja bagi masyarakat lokal menjadi lebih terbuka, nilai investasi di Riau pun menjadi lebih meningkat.

Baru-baru ini, PHR telah berdiskusi dan berkoordinasi dengan Pemprov Riau terkait potensi tambahan pajak bagi daerah. Salah satunya dipicu perubahan skema Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dari sebelumnya menggunakan skema cost recovery menjadi gross split.

"Karena itu, ke depan PHR optimistis dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terkait penerimaan negara dan daerah dari kegiatan hulu migas di WK Rokan," kata Jaffee. (*)

Tags : Pertamina Hulu Rokan, Blok Rokan, Minyak dan Gas, Migas Riau,