JAKARTA - Pemilihan Presiden 2024 diprediksi akan berlangsung dalam dua putaran lantaran hingga delapan bulan jelang pemungutan suara digelar, peta elektoral di antara tiga kandidat calon presiden terkuat “masih terpecah” dan “belum ada kandidat yang benar-benar unggul”, kata peneliti dari sejumlah lembaga survei.
Hasil survei sejumlah lembaga menempatkan tiga nama dengan elektabilitas tertinggi yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Namun, elektabilitas Anies disebut “terus menurun” dalam enam bulan terakhir, sedangkan Prabowo “terus meningkat”.
Hasil survei Saiful Munjani Research & Consultant (SMRC) menunjukkan suara dukungan untuk Anies sempat mencapai 28,1% pada Desember 2022, seimbang dengan Prabowo.
Tapi begitu memasuki 2023, suara Anies terus tergerus hingga menjadi 19,7% pada awal Mei lalu.
Hasil survei Indikator Politik juga menunjukkan suara Anies sempat mencapai 28,4% pada Oktober 2022, di bawah Ganjar dan di atas Prabowo.
Namun pada Mei 2023, elektabilitas Anies merosot menjadi 21,8%. Sedangkan Prabowo melesat hingga 34,8%, sedikit melampaui Ganjar yang mendapatkan 34,4%.
Direktur riset SMRC Deni Irvani dan peneliti dari Indikator Politik Bawono Kumoro, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan basis pemilih keduanya cenderung beririsan dan Anies sempat mengambil ceruk suara dari para pendukung Prabowo.
Beberapa bulan belakangan, situasinya berbalik dan Prabowo disebut berhasil membuat para pendukungnya “balik kandang”.
Sementara itu, Anies yang mengusung “perubahan” dan menjadi “antitesa” dari pemerintahan Jokowi sejauh ini dinilai “belum berhasil memperluas basis pemilihnya”.
Mengapa demikian?
Modal awal Anies, kata Bawono, adalah para pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi atau kecewa dengan sikap Prabowo yang bergabung ke dalam kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan usai dia kalah dalam Pilpres 2019.
Hal itu yang membuat elektabilitas Anies menurut Indikator Politik pada November 2022 sempat tinggi, yang juga bertepatan dengan deklarasi Nasdem untuk mengusungnya sebagai capres.
“Pada saat itu ada element of surprise dari deklarasi Nasdem, sementara pada waktu itu, Prabowo tren elektabilitasnya terus menurun. Prabowo dan Gerindra bisa dibilang belum terlalu bekerja untuk Pilpres 2024,” jelas Bawono.
Salah satu warga Sumatra Barat, Anik, 56, mengatakan bahwa dirinya mempertimbangkan untuk memilih Anies.
Pada Pilpres 2019 lalu, seperti mayoritas pemilih di Sumatra Barat, Anik mendukung Prabowo. Namun kedekatan Prabowo dengan Jokowi belakangan ini membuatnya enggan kembali memilih Jokowi.
Seorang pemilih muda, Anggara Alvin juga mengalihkan dukungannya pada Anies, setelah pada pilpres sebelumnya dia mendukung Prabowo.
Salah satu alasannya dulu mendukung Prabowo karena “tidak suka dengan orang-orang di belakang Jokowi”. Namun kini, dia menilai “Indonesia butuh sosok baru”.
“Kalau Anies pengamatan saya, dia lebih dekat dengan rakyat dan milenial, dan dia juga tidak terlalu nasionalis seperti Prabowo dan Ganjar,” kata dia.
Namun, survei enam bulan belakangan justru menunjukkan bahwa keadaan berbalik.
Anies dan Prabowo juga sama-sama memiliki rekam jejak populer di kalangan pemilih Islam. Anies, pada Pilkada DKI Jakarta 2017, menang melawan Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kontestasi Pilkada yang diwarnai isu penistaan agama.
Sementara Prabowo unggul di kalangan pemilih Islam pada Pilpres 2014, ketika bertarung melawan Jokowi-Jusuf Kalla.
Modal awal Anies dari basis pemilih Islam itu ternyata "tidak cukup" mengamankan suaranya berdasarkan survei-survei sepanjang 2023.
Menurut temuan SMRC pada Maret 2023, suara pemilih Muslim ternyata terdistribusi "relatif merata" ke tiga calon tersebut.
Dari 87,5% yang beragama Islam, 34% di antaranya memilih Ganjar, 29% Anies Bawedan, dan 27% Prabowo Subianto.
Menurut Deni, survei lainnya dari SMRC menunjukkan bahwa posisi ideologi Anies tidak sejalan dengan posisi ideologi para pemilih pada umumnya.
“Menurut studi kami, dalam spektrum ideologi, pemilih Indonesia pada umumnya itu cenderung moderat nasionalis. Sedangkan Anies dipersepsikan agak ke kanan, berbeda dengan persepsi pemilih terhadap Ganjar dan Prabowo yang lebih dekat pada nasionalis,” papar Deni.
Modal awal Anies
Modal awal Anies, kata Bawono, adalah para pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi atau kecewa dengan sikap Prabowo yang bergabung ke dalam kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan usai dia kalah dalam Pilpres 2019.
Hal itu yang membuat elektabilitas Anies menurut Indikator Politik pada November 2022 sempat tinggi, yang juga bertepatan dengan deklarasi Nasdem untuk mengusungnya sebagai capres.
“Pada saat itu ada element of surprise dari deklarasi Nasdem, sementara pada waktu itu, Prabowo tren elektabilitasnya terus menurun. Prabowo dan Gerindra bisa dibilang belum terlalu bekerja untuk Pilpres 2024,” jelas Bawono.
Salah satu warga Sumatra Barat, Anik, 56, mengatakan bahwa dirinya mempertimbangkan untuk memilih Anies.
Pada Pilpres 2019 lalu, seperti mayoritas pemilih di Sumatra Barat, Anik mendukung Prabowo. Namun kedekatan Prabowo dengan Jokowi belakangan ini membuatnya enggan kembali memilih Jokowi.
Seorang pemilih muda, Anggara Alvin juga mengalihkan dukungannya pada Anies, setelah pada pilpres sebelumnya dia mendukung Prabowo.
Salah satu alasannya dulu mendukung Prabowo karena “tidak suka dengan orang-orang di belakang Jokowi”. Namun kini, dia menilai “Indonesia butuh sosok baru”.
“Kalau Anies pengamatan saya, dia lebih dekat dengan rakyat dan milenial, dan dia juga tidak terlalu nasionalis seperti Prabowo dan Ganjar,” kata dia.
Namun, survei enam bulan belakangan justru menunjukkan bahwa keadaan berbalik.
Anies dan Prabowo juga sama-sama memiliki rekam jejak populer di kalangan pemilih Islam. Anies, pada Pilkada DKI Jakarta 2017, menang melawan Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kontestasi Pilkada yang diwarnai isu penistaan agama.
Sementara Prabowo unggul di kalangan pemilih Islam pada Pilpres 2014, ketika bertarung melawan Jokowi-Jusuf Kalla.
Modal awal Anies dari basis pemilih Islam itu ternyata "tidak cukup" mengamankan suaranya berdasarkan survei-survei sepanjang 2023.
Menurut temuan SMRC pada Maret 2023, suara pemilih Muslim ternyata terdistribusi "relatif merata" ke tiga calon tersebut.
Dari 87,5% yang beragama Islam, 34% di antaranya memilih Ganjar, 29% Anies Bawedan, dan 27% Prabowo Subianto.
Menurut Deni, survei lainnya dari SMRC menunjukkan bahwa posisi ideologi Anies tidak sejalan dengan posisi ideologi para pemilih pada umumnya.
“Menurut studi kami, dalam spektrum ideologi, pemilih Indonesia pada umumnya itu cenderung moderat nasionalis. Sedangkan Anies dipersepsikan agak ke kanan, berbeda dengan persepsi pemilih terhadap Ganjar dan Prabowo yang lebih dekat pada nasionalis,” papar Deni.
Antitesa pengusung ‘perubahan’ dalam ‘ceruk yang kecil’
Menurut Bawono, strategi Anies muncul sebagai kandidat capres yang mengusung “perubahan” belum bisa berhasil menarik lebih banyak pemilih karena tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi “sedang tinggi-tingginya”.
Hasil survei Indikator Politik menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 79,2%, yang merupakan angka tertinggi selama dia menjabat sebagai presiden.
Survei lainnya dari SMRC juga menunjukkan tingkat kepuasan publik mencapai 81,7%.
“Ketika kepuasan publik Jokowi naik, elektabilitas Anies semakin tertekan karena dia menjadi antitesa Jokowi dan mengusung perubahan. Kalau sebagian besar publik puas, enggak mungkin publik mengusung sosok yang mendorong perubahan,” kata Bawono.
Strateginya menjadi antitesa Jokowi itu pula yang membuat Anies kesulitan memperluas basis pendukungnya. Sebab apabila mengacu pada survei tersebut, ceruk dari para pemilih yang tidak puas dengan Jokowi “cenderung kecil”.
Deni Irvani dari SMRC mengatakan kondisi itu berbanding terbalik dengan kubu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang “mendapatkan insentif dari meningkatnya kepuasan publik terhadap Jokowi”.
Pendukung Prabowo ‘balik kandang’
Anies juga disebut belum berhasil memperkuat basis pemilihnya dari bekas pendukung Prabowo.
“Sebenarnya alih-alih Anies memperkuat dukungan dari basis pemilih Prabowo, justru Prabowo berhasil membuat pemilihnya yang kecewa dengan dia dulu balik kandang,” tutur Bawono.
“Kami pernah melakukan survei di Sumatra Barat, pada awal tahun Anies unggul dari Prabowo, tapi belakangan ini, Prabowo mulai unggul lagi. Begitu pula di Jawa Barat,” sambungnya.
Menurutnya, itu merupakan buah kinerja kader Gerindra yang “makin giat mensosialisasikan Prabowo di akar rumput”. Deni Irvani dari SMRC juga sepakat dengan hal itu.
Faktor kedekatan Prabowo dengan Jokowi juga dinilai meningkatkan elektabilitas Prabowo, di mana dia juga “mulai menarik suara dari pendukung Jokowi”.
Bagaimanapun dalam konteks saat ini, Deni dan Bawono mengatakan dukungan Jokowi dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi elektabilitas salah satu capres.
Meski PDIP mengklaim bahwa Jokowi “mendukung penuh” Ganjar sebagai cawapres, Bawono mengatakan relasi baik Jokowi-Prabowo telah menimbulkan persepsi yang mengatrol elektabilitas Prabowo.
Sebagian relawan Jokowi bahkan sempat menyatakan mereka mendukung Prabowo dalam Pilpres 2024.
“Bisa dibilang strategi Prabowo jitu untuk bermain di dua pasar pemilih. Dia bisa mensolidkan pemilih lamanya, juga mencuri dan meraih simpati pemilih Jokowi,” papar Bawono.
Pilpres dua putaran
Berdasarkan peta elektoral yang terlihat sejauh ini, SMRC dan Indikator Politik sama-sama memprediksi bahwa Pilpres 2024 akan berlangsung dalam dua putaran apabila Ganjar, Prabowo, dan Anies sama-sama dinyatakan secara sah akan maju.
“Karena sejauh ini bahkan belum pernah ada yang [elektabilitasnya] menyentuh 39%, sehingga kecenderungan yang terlihat saat ini, pertaruhan suaranya akan sangat kompetitif,” kata Bawono.
Dalam skenario tiga kandidat tersebut benar-benar maju, SMRC memperkirakan Pilpres putaran kedua akan menjadi pertarungan antara Ganjar melawan Prabowo.
Anies diprediksi akan gugur pada putaran pertama apabila bertahan dengan strateginya mengusung “perubahan” di saat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi “tidak banyak berubah”.
Evaluasi kubu Anies
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Pemilu DPP Nasdem –partai pengusung Anies—Jafar Sidik mengatakan apa yang disampaikan oleh survei tersebut “akan menjadi evaluasi bagi Anies dan koalisi partai pendukung untuk melakukan kampanye yang lebih masif”.
Dia menilai suara yang terpecah antara Prabowo dan Anies berdasarkan hasil survei “harus dilihat lebih teliti” karena keduanya “memiliki segmen pemilih yang berbeda”.
Menanggapi soal pesimisme terhadap konsep perubahan yang diusung Anies di tengah “kepuasan publik yang tinggi terhadap Jokowi”, Jafar mengatakan, “setiap pemerintahan baru harus menawarkan perubahan”.
“Mungkin perlu dilihat juga bahwa persoalan terbesar masyarakat sampai hari ini, kemiskinan, lapangan kerja dan harga sembako yang akan menjadi pekerjaan rumah pemerintahan selanjutnya,” kata Jafar.
“Tentu saja kami akan memasifkan pertemuan dengan masyarakat, menyampaikan persoalan-persoalan yang akan dijawab oleh Anies jika kelak menjadi presiden dan mendapat mandat dari rakyat". (*)
Tags : Politik, Pilpres 2024, Indonesia, Pemilu 2024,