PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Penjabat (Pj) Gubernur SF Hariyanto menegaskan tak ada lagi desa tetinggal bahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus berkomitmen mensejahterakan masyarakat desa.
"Riau berhasil mengentaskan Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal."
"Desa mandiri di Riau mengalami peningkatan dari tahun 2022 yang hanya memiliki 159 desa mandiri," kata Pj Gubri, SF Hariyanto, Senin (18/3).
"Riau telah memiliki Status Desa Berkembang, Desa Maju, dan Desa Mandiri. Pada tahun 2023, lalu terdapat desa berstatus mandiri dengan jumlah 600 desa mandiri," bebernya.
Tetapi Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasional [LKED Nas] justru melihat Riau juga dikenal sebagai daerah kepulauan, sebagian besar penduduknya bermukim sepanjang garis pantai yang hidup dengan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap alam pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
"Jadi Riau hingga saat ini masih didapati masyarakat yang menyebar dan hidup di kawasan pesisir bahkan puluhan desa pesisir terpencar di pulau-pulau kecil dan laut yang masih tergolong tertinggal," ungkap Koordinator LKED Nas, H. Darmawi Wardhana Zalik Aris SE Ak menjelaskan saol belum sepenuhnya jika Riau disebut lepas dari desa tertinggal.
Menurutnya, keterisoliran dan kesederhanaan serta pola hidup yang sarat dengan kemiskinan dan kekurangan boleh dikatakan menjadi ciri khas mereka.
Menyimak kembali apa yang disebutkan Pj Gubri SF Hariyanto, Ia kembali menyebutkan berbagai upaya yang dilakukan Pemprov Riau sudah membuahkan hasil sehingga meraih peringkat 7 Nasional dalam membangun desa.
"Itu berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) yang tertuang dalam Keputusan Menteri Desa PDTT RI Nomor 176 tahun 2023 tentang pemberian penghargaan percepatan pembangunan desa," kata dia.
Menurutnya, Riau sudah mengentaskan desa sangat tertinggal dan desa tertinggal, serta melakukan percepatan pembangunan desa. Sehingga seluruh desa-desa di Riau pada tahun 2023 ini telah memiliki status desa berkembang, desa maju dan desa mandiri.
Capaian itu tentunya tak terlepas dari Program Bantuan Keuangan Khusus Pemerintah Provinsi Riau kepada Desa (BKK Desa) yang telah disalurkan sampai dengan tahun 2023 lalu.
Bantuan keuangan tersebut menjadi salah satu kunci desa yang ada di Riau mampu berkembang memajukan dan memandirikan desa.
Begitupun Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DPMDDukcapil) Provinsi Riau, Djoko Edy Imhar menyebut bahwa kondisi itu mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan status kemajuan dan kemandirian desa tahun 2022 berdasarkan Keputusan Menteri Desa PDTT RI Nomor 80 tahun 2022.
"Pada tahun 2023, Provinsi Riau telah berhasil menuntaskan desa sangat tertinggal dan desa tertinggal," ujarnya.
"Atas raihan tersebut maka status perkembangan desa (IDM) Provinsi Riau adalah Maju dengan skore IDM 0,7708 dan berada pada peringkat 7 dari 36 provinsi di Indonesia, yang sebelumnya pada tahun 2022 berada pada peringkat 17 dari 33 provinsi di Indonesia dengan status IDM berkembang dengan skor IDM 0,7012," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, Indeks Desa Membangun sesuai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2016 menunjukkan status kemajuan dan kemandirian Desa dan menyediakan data dan informasi dasar bagi pembangunan Desa di seluruh Indonesia.
Desa Mandiri ditunjukkan dengan adanya kemampuan desa dalam melaksanakan pembangunan Desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan.
Sedangkan Desa Maju mengindikasikan desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan.
Kemudian Desa Berkembang adalah Desa potensial menjadi Desa Maju, yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan.
Kembali seperti disebutkan Darmawi Wardhana Zalik Aris yang juga sebagai Ketum Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta ini, menilai perlunya Pemprov Riau menetapkan kebijakan pembangunan merata bagi masyarakat di kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah tertinggal termasuk masyarakat pesisir melalui berbagai bidang pembangunan.
Menurut dia, kemiskinan, keterisoliran dan ketidakberdayaan masyarakat pesisir, laut dan pulau-pulau kecil itu harus mendapat perhatian serius agar hidup sejahtera dan mendapat hak yang sama dengan warga masyarakat lain di Riau.
Kaitannya dengan upaya-upaya pembangunan dan pengembangan masyarakat pesisir, diwarnai dengan berbagai masalah yang terus dihadapi.
“Komitmen dan tekad Pj Gubernur Riau SF Haryanto sekarang harus didukung semua pihak agar permasalahan pesisir dan pedalaman dapat segera dituntaskan,” katanya.
Misalnya, permasalahan degradasi biofisik lingkungan pesisir dan laut berupa pembukaan kawasan mangrove yang tidak ramah lingkungan berimbas pada tingkat ketersediaan ikan dan kondisi biota laut lainnya.
Termasuk sedimentasi pantai dan sungai yang tinggi, pencemaran perairan dan pengrusakan terumbu karang yang cenderung semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Rendahnya kualitas serta profesionalisme sumberdaya manusia dalam pengelolaan wilayah pesisir. Konflik kepentingan, tumpang tindih kepemilikan dan peruntukan kawasan serta masih kurangnya pengelolaan kawasan dan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan.
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut belum optimal terutama keterkaitan kegiatan usaha modern terhadap tradisional tidak signifikan.
“Teknologi yang selalu didengungkan belum menyentuh sebagaian besar masyarakat pesisisr,” ungkapnya.
Hal ini menyebabkan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir terhadap produksi kurang efisien yang berakibat nilai tambah kurang optimal.
Sementara usaha tradisional yang dikembangkan masyarakat pesisir menyebabkan pemanfaatan sumberdaya alam kurang efektif.
Permasalahan ini tidak dapat dipecahkan hanya Dinas Kelautan dan Perikanan saja, karena untuk membangun dan mengembangkan pesisir laut dan pulau-pulau kecil diperlukan dukungan lintas sektor dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang.
“Kita memerlukan sarana infrastruktur berupa jembatan dan jalan serta pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, lembaga keuangan mikro, balai kesehatan, balai benih ikan dan udang yang kesemuanya memerlukan keterlibatan berbagai instansi,” jelasnya.
Darmawi menambahkan pembangunan di Riau telah memprioritaskan pembangunan pertanian dalam arti luas yang mencakup pembangunan kelautan dan perikanan.
Lantas Ia pun mengungkapkan ciri-ciri desa tertinggal yaitu:
Jadi menurutnya, desa tertinggal adalah desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum, atau kurang dikelola dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan beberapa kriteria yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat perkembangan desa yaitu:
1. Perekonomian masyarakat: Desa tertinggal masih sangat bergantung pada alam, aktivitas utama masyarakat biasanya berupa pertanian subsisten (atau untuk tujuan bertahan hidup saja).
2. Sumber daya manusia: Kualitas SDM masih rendah, dengan tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi yang masih terbatas.
3. Sarana dan prasarana: Sarana dan prasarana pendukung kebutuhan masyarakat seperti sekolah, lembaga pemerintahan, kesehatan masih sedikit.
4. Kemampuan keuangan daerah: Desa tertinggal umumnya memiliki anggaran daerah yang minim karena sangat bergantung pada anggaran pusat. Terkadang, desa tertinggal justru luput dari daftar prioritas anggaran nasional.
5. Aksesibiltas: Aksesibilitas dalam transportasi dan komunikasi sangat rendah, karena kurangnya infrastruktur jalan yang layak dan minimnya jaringan komunikasi.
6. Karakteristik daerah: Desa tertinggal umumnya berciri sederhana, menyatu dengan alam, dan memiliki ikatan adat dan tradisi yang kuat.
(*)
Tags : desa tertinggal, riau, Pj Gubri SF Hariyanto, Pj gubri nilai riau bebas dari desa tertinggal,