INTERNASIONAL - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Senin (15/2), mengatakan kekuatan dunia harus membuat traktat soal pandemi untuk memastikan penerapan transparansi setelah kemunculan wabah virus corona jenis baru, yang ia sebut berasal dari China.
Johnson mengatakan akan sangat tertarik untuk menyetujui perjanjian global itu, yang mengharuskan negara-negara anggota setuju untuk berbagi data. Johnson mengeluarkan pernyataan itu di tengah kekhawatiran Inggris dan AS soal akses yang diberikan bagi misi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke China. "Menurut saya, apa yang dunia perlu punya adalah perjanjian umum tentang bagaimana kita melacak data seputar pandemi zoonosis ... dan kami menginginkan ada kesepakatan bersama tentang transparansi." Ia menjawab pertanyaan Reuters soal apakah ada tindakan yang ingin ia ambil untuk meningkatkan transparansi.
"Salah satu ide menarik yang muncul dalam beberapa bulan terakhir adalah usulan soal pembuatan perjanjian global tentang pandemi, sehingga negara-negara penandatangan memastikan bahwa mereka menyumbangkan semua data yang mereka miliki dan kita bisa tahu apa yang mendasari sesuatu terjadi dan bagaimana menghentikannya agar tidak terjadi lagi," katanya pada konferensi pers.
Sebagai bagian dari langkah Inggris, yang saat ini menjabat sebagai ketua negara-negara kaya Kelompok Tujuh (G7), Johnson ingin memimpin upaya-upaya pendekatan global terhadap pandemi, termasuk dengan sistem peringatan dini. Namun, pernyataan akhir pekan lalu yang dikeluarkan menjelang konferensi para pemimpin G7 pada Jumat (19/2) tidak menjelaskan secara rinci tentang perjanjian menyangkut transparansi pandemi.
Wabah Covid-19, yang pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019, telah menewaskan 2,4 juta orang. Pandemi Covid-19 juga membuat ekonomi global mengalami kemerosotan terburuk, pada masa damai, sejak Depresi Hebat terjadi, serta merusak kehidupan normal miliaran orang di dunia. Wabah Covid-19, yang pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019, telah menewaskan 2,4 juta orang. Pandemi Covid-19 juga membuat ekonomi global mengalami kemerosotan terburuk, pada masa damai, sejak Depresi Hebat terjadi, serta merusak kehidupan normal miliaran orang di dunia.
Sementara Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab pada Ahad (14/2) mengatakan sama-sama khawatir dengan AS tentang sejauh mana akses yang didapat misi pencari fakta Covid-19 Organisasi Kesehatan Dunia di China. Sementara itu, Boris Johnson mengatakan ia mendukung Presiden AS Joe Biden soal lebih banyak data dibutuhkan dari penyelidikan oleh misi tersebut.
Ketika ditanya oleh Reuters siapa yang dianggapnya bertanggung jawab atas kurangnya transparansi tentang asal-usul pandemi Covid-19, Johnson mengatakan, "Saya pikir cukup jelas bahwa sebagian besar bukti tampaknya mengarah pada penyakit yang berasal dari Wuhan."
Badan Imigrasi Nasional China (NIA) mengamankan sedikitnya 89 ribu orang atas pelanggaran keluar-masuk negara berpenduduk terbesar di dunia itu sepanjang 2020. Penumpang asing yang mengenakan pakaian pelindung berbaris untuk penerbangan mereka ke China di Bandara Internasional Manila, Filipina, Senin, 18 Januari 2021. Infeksi virus korona di Filipina telah melonjak melewati 500.000 dalam tonggak baru yang suram dengan pemerintah menghadapi kritik karena gagal segera. meluncurkan program vaksinasi di tengah pergolakan global untuk vaksin COVID-19.
Badan Imigrasi Nasional China (NIA) mengamankan sedikitnya 89 ribu orang atas pelanggaran keluar-masuk negara berpenduduk terbesar di dunia itu sepanjang 2020. Penangkapan pendatang 'haram' tersebut menyusul pengetatan pintu-pintu perbatasan. Demikian dilaporkan portal berita lokal di China, Selasa. Selama pandemi Covid-19, penggunaan teknologi berbasis mahadata di pos-pos perbatasan China dimaksimalkan. Teknologi tersebut memudahkan NIA dalam memilah kedatangan seseorang dari negara-negara berisiko Covid-19 dengan tingkat sedang hingga tinggi.
Setiap orang yang hendak memasuki China harus mendapatkan semacam sertifikat bebas Covid-19 dari kantor perwakilan China di berbagai negara dengan melampirkan hasil negatif tes usap yang berlaku 48 jam sebelum terbang. Penumpang asing yang mengenakan pakaian pelindung berbaris untuk penerbangan mereka ke China di Bandara Internasional Manila, Filipina, Senin, 18 Januari 2021. Infeksi virus korona di Filipina telah melonjak melewati 500.000 dalam tonggak baru yang suram dengan pemerintah menghadapi kritik karena gagal segera. meluncurkan program vaksinasi di tengah pergolakan global untuk vaksin COVID-19.
Penangkapan pendatang 'haram' tersebut menyusul pengetatan pintu-pintu perbatasan. Demikian dilaporkan portal berita lokal di China, Selasa. Selama pandemi Covid-19, penggunaan teknologi berbasis mahadata di pos-pos perbatasan China dimaksimalkan. Teknologi tersebut memudahkan NIA dalam memilah kedatangan seseorang dari negara-negara berisiko Covid-19 dengan tingkat sedang hingga tinggi. Setiap orang yang hendak memasuki China harus mendapatkan semacam sertifikat bebas Covid-19 dari kantor perwakilan China di berbagai negara dengan melampirkan hasil negatif tes usap yang berlaku 48 jam sebelum terbang. (*)
Tags : Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Penerapan Transparansi Corona, Wabah Virus Corona Jenis Baru,