PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pembicaraan mengenai adanya kelebihan lahan Hak Guna Usaha [HGU] di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP) masih menjadi sorotan para aktivis lingkungan di Riau.
"Kelebihan lahan HGU di PT TPP sudah kita cek dilapangan, maka perusahaan itu harus ikuti prosedur yakni bayar denda administrasi sesuai UUCK," kata Ir Marganda Simamora M.Si, Ketua Umum Indenpenden Pembawa Suara Transparansi (INPEST) menyikapi perusahaan milik taipan Indonesia yang berinduk pada perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk itu tadi, Sabtu (9/11).
"Sudah kita lakukan pemantauan dilapangan, diduga perusahaan perkebunan sawit itu masih menguasai kawasan hutan dengan mengabaikan peraturan yang melarang kawasan hutan untuk perkebunan," kata Ganda Mora nama sapaan hari harinya.
"Kita melihat fungsi kawasan hutan setelah diterbitkannya SK 673/Menhut-II/2014 dan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, maka terbitlah SK 878/2014."
"Dilihat dari luas masing-masing fungsi kawasan hutan sesuai SK 878/2014 hampir keseluruhan mengakomodir SK 673/2014, antara lain Hutan Lindung seluas 234.015 ha, KSA/KPA seluas 633.420 ha, HPT seluas 1.031.600 ha, HP seluas 2.331.891 ha dan HPK seluas 1.268.767 ha".
Dia meminta persoalan HGU tak menjadi dagangan politik yang terjadi di Riau.
Ia mencontohkan, lahan HPK di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) seluas 10.385,59 Ha yang di kuasai oleh PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP) merupakan konsesi hutan produksi konversi (HPK) sampai saat ini diperkirakan umur kelapa sawit mencapai 20 tahun atau masa produktif selama 15 tahun.
Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2021 tertang denda administrasi berdasarkan perhitungan adalah 10.385,59 x 15 (tahun produktif) x 22 Juta (penghasilan bersih/ha/pertahun) dengan 40% tutupan lahan citra land sedang, atau sebesar lebih kurang Rp 91.393,192 x 15 tahun produktif x 10.385,59 (luas lahan), kata dia.
Menurutnya, perusahaan itu cukup membayar denda administrasi yang harus dibayarkan oleh PT.TPP adalah Rp. 1.139.006.665.000.
"Kalau berdasarkan UU CK No 11 Tahun 2020 pihak pihak perusahaan group PT Astra tersebut tidak perlu mengembalikan lahan kawasan kepada negara, sepanjang pihak PT TPP dapat melakukan prosedur pinjam pakai sebagaimana diatur dalam UU CK Nomor 11 Tahun 2020 pasal 110 B dengan persyaratan yang telah di tentukan," terangnya.
"Maka perlu dilaksanakan pelaksanaan pembayaran denda admistrasi tersebut kepada negara dan diperbolehkan menguasai lahan kawasan hutan tersebut sepanjang satu periode," kata dia.
"Yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan adalah melaksanakan amanah Undang-undang Cipta Kerja dan melakukan pembayaran denda administrasi tersebut, sebab kalau tidak dilakukan bisa jadi berujung ke persolan hukum terkait kerugian negara atas pajak yang ditimbulkan oleh penguasaan hutan negara," tambahnya.
Jadi menurutnya, kasus penguasaan hutan negara yang diduga telah merugikan negara yamg ditimbulkan akibat penguasaan hutan negara sesuai Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2020.
"Pihak perusahaan gagal melaksanakan amanah UUCK pasal 100A atau 110B maka dapat di usut oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini terkait merugikan keuangan negara dari sektor pajak karena kelalaiannya untuk mengurus Hak Guna Usaha atau perizinan maka dapat dilakukan pedoman Yurisprudensi yaitu putusan hakim atau pengadilan yang dijadikan sebagai sumber hukum formal Yurisprudensi," kata dia.
Menurutnya, Yurisprudensi terbentuk ketika undang-undang atau sumber hukum lain tidak dapat membantu hakim dalam menyelesaikan suatu perkara, "yurisprudensi dapat dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa,"sebutnya.
"Yurisprudensi ini memiliki beberapa tujuan, di antaranya menjaga agar undang-undang tetap berlaku secara efektif, meningkatkan wibawa badan-badan peradilan, memelihara kepastian hukum, memelihara keadilan sosial dan memelihara pengayoman," tambahnya.
Dalam hal ini adalah Yurisprudensi menjadi tetap dimana Keputusan hakim yang berulang kali digunakan pada kasus yang sama, yaitu putusan hakim terkait kasus PT Duta Palma Group milik taipan Surya Darmadi yang dituntut pidana kurangan badan dan denda atas kerugian negara R60 triliun.
"Maka jika tidak diindahkan oleh PT TPP, dalam waktu dekat kami akan segera melaporkan perusahaan itu yang diduga mengusai Hutan Produksi Konversi tanpa perizinan seluas lebih kurang 10.000 hektar dan diduga merugikan negara paling sedikit 1,3 triliun rupiah ke KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) agar dapat menyidik dugaan kerugian negara tersebut," terangnya. (*)
Tags : pt tunggal perkasa plantation, polemik kelebihan lahan, hak guna usaha, hgu pt tpp, air molek, inhu, riau, lingkungan, alam,