PEKANBARU - Sebanyak 9 orang tersangka pelaku Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ditangkap dan diamankan pihak Polda Riau dan kini terus melakukan penegakan hukum secara tegas bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan baik perorangan maupun korporasi.
Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi mengungkapkan, 9 kasus tersebut saat ini ditangani oleh enam Polres. Dengan luas lahan yang tengah dalam penyidikan dari kasus tersebut adalah 25,75 hektare. Di antaranya adalah 1 kasus di Polres Kepulauan Meranti dengan tersangka berinisial Zul, 3 kasus di Polres Bengkalis dengan 3 tersangka berinisial MIS, SAN dan YUN. "Kemudian 2 kasus di Polres Dumai dengan 2 tersangka berinisial PET dan FIK, 1 kasus di Kampar dengan tersangka inisial EDO, 1 kasus di Inhil dengan tersangka inisial MAS dan 1 kasus terakhir ditangani Polres Pelalawan dengan tersangka inisial SUR," ungkapnya.
Sementara yang masih tahap penyelidikan yakni kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kelurahan Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai. Saat ini dalam proses pemenuhan alat bukti untuk ditingkatkan ketahap penyidikan. "Motif para tersangka membakar lahan adalah ekonomi. Dengan cara terlebih dahulu melakukan pembersihan dengan cara menebas semak belukar. Setelah ditebas kemudian dibiarkan hingga kering hingga selanjutnya dilakukan pembakaran," jelasnya.
"Pembakaran dilakukan agar mempercepat proses pembersihan lahan. Juga alasan mengambil madu hutan dengan cara membakar sarang lebah dan akhirnya membakar semak atau lahan," ungkapnya.
Ungkap nama perusahaan tersangka karhutla
Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dari berbagai daerah menuntut pemerintah untuk mengungkap nama perusahaan yang menjadi penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (karhutla). "Sudah saatnya pemerintah tidak menutup-nutupi perusahaan tersebut harus diuangkap, dituliskan secara terang benderang. Jangan lagi pake inisial dan juga yang harus disebutkan itu adalah grup perusahaannya," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta Selatan.
Menurutnya, pemerintah sering kali hanya menindak anak-anak perusahaan yang ditemukan di lapangan, namun enggan menindak hingga ke tingkat induk perusahaan.
Dalam kesempatan tersebut juga Nur Hidayati menganggap pemerintah terlalu mudah memberi izin korporasi untuk mengekspolitasi lahan gambut. Pemerintah juga dinilai tidak transparan dalam memberi informasi terkait perusahaan, sehingga menimbulkan ketidakjelasan. "Klaim-klaim yang disampaikan pemerintah terkait dengan luasan kawasan hasil dari rehabilitasi di kawasan lahan gambut yang berada di konsesi itu tidak disebutkan tidak jelas dimana wilayahnya," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah telah tebang pilih dalam menindak kasus yang menjerat masyarakat dan korporasi. ia menilai pemerintah telah bersikap tidak adil dan tidak berdaya terhadap korporasi. "Masyarakat yang membuka lahan langsung disiram pakai helikopter. Itu sangat cepat, tapi terhadap perusahan sepertinya pemerintah sangat tidak berdaya," jelasnya.
Diketahui kasus Karhutla hingga kini masih terus terjadi. Menurut catatan Walhi per 7 September 2019, terpantau sebanyak 6311 titik panas yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya, Polri menyebut hingga September 2019 sudah menetapkan 175 orang dan empat korporasi sebagai tersangka kasus karhutla. Tersangka korporasi itu adalah PT SSS yang dijerat oleh Polda Riau, PT Palmindo Gemilang Kencana ditangani oleh Polda Kalimantan Tengah, PT SAP diproses oleh Polda Kalimantan Barat, dan PT Sepanjang Inti Surya Utama (PT SISU) yang ditetapkan tersangka oleh Polda Kalimantan Barat. (*)
Tags : Pelaku Pembakaran hutan dan lahan di Riau, 9 Tersangka Karhutla Diamankan dan Ditangkap Polisi,