PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Untuk meyakinkan pemilih, masa kampanye tinggal lebih kurang 15 hari lebih efektif dengan kampanye dialogis daripada pengerahan massa.
"Hari pertama kampanye calon gubernur dan wakil gubernur, berlangsung semarak. Massa menghadiri lokasi kampanye tempat para kandidat berkampanye."
"Kampanye partai politik dan cagub-cawagub untuk meyakinkan pemilih selama masa kampanye dialogis dinilai lebih efektif dibandingkan dengan memobilisasi massa dalam kampanye terbuka," kata Wawan Sudarwanto dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negeri dalam bincang-bincangnya menilai Pilgub Riau 2024 belum lama ini.
Calon gubernur riau nomor urut 3, Syamsuar, memulai kampanye perdana di Riau, berorasi di hadapan masyarakat dan pendukungnya yang datang ke lokasi kampanye, bahkan masuk ke gang-gang perkampungan.
Syamsuar mengungkapkan, untuk maju dalam Pilgub Riau dan setelah menjadi calon gubernur, memilih menjadi lokasi pertamanya untuk kampanye.
Ia terpilih menjadi Gubernur Riau 2019-2023. "Oleh karena itu, cagub yang diusung (Golka dan PKS) ini mengulanginya di Pilgub 2024-2029, dengan menjadikan berbagai lokasi pertama untuk kampanye.
Tak hanya itu, menurut Wawan, dipilihnya Syamsuar selama dirinya menjabat gubernur (2019-2023), banyak perubahan terjadi di Riau itu.
"Untuk di Kota Pekanbaru, Syamsuar memberikan izin mendirikan bangunan bagi rumah-rumah warga dan berbagai fasilitas dibangun, seperti jalan dan air bersih. Ia pun berpesan kepada warga agar perjuangannya menghadirkan keadilan bisa diceritakan kepada masyarakat lain," ungkap Wawan.
Dalam kampanyenya, ia juga meluncurkan program untuk kemajuan pendidikan, infrastruktur dan kesejahteraan rakyat yang menjadi bagian dari visi misinya.
”Program unggulannya juga soal gaji guru ngaji. Program ini untuk meningkatkan kesejahteraan guru agama nonformal sebagai upaya memeratakan kualitas pendidikan nasional," terang Wawan.
Menurutnya, semarak kampanye juga terlihat di jagat maya. Sudah terlihat ada peningkatan percakapan terhadap setiap pasangan cagub-cawagub pada hari pertama kampanye ketimbang hari-hari sebelumnya.
"Pembeda paling menonjol adalah sudah adanya perbincangan yang mengajak untuk memilih pada Pilgub 2024. Namun, ajakan ini banyak dilakukan para pendukung ketimbang kandidat."
Menyangkut unggahan para kandidat, menurut Wawan, ada yang mengunggah kegiatan kampanye, kegiatan sebelum kampanye, serta ada juga yang mengunggah visi dan program.
”Sementara itu, unggahan kampanye para Cagub dapat ditemukan di media sosial jika memasukkan tagar yang mengasosiasikan pasangan Cagub-Cawagub yang didukungnya,” ujar Wawan.
Seperti Paslon Syamsuar-Mawardi (SUWAI), kampanye nya dilakukan dari kabupaten dan kota hingga ke pelosok desa di provinsi itu.
”Kalau kampanye dari awal-awal, mungkin banyak pemilih cepat lupa. Tetapi pasangan SUWAI melakukan kampanye secara berulang-ulang setiap lokasi hingga perhatian masyarakat lebih meningkat,” ujarnya.
Jika benar demikian, pemilih semakin diuntungkan. Pasalnya, banyak waktu bagi pemilih untuk menilai caleg tersebut.
Terkait metode kampanye di hari pertama yang dominan dengan cara dialogis dan mobilisasi, menurut Wawan, mampu menguatkan psikologis pendukung dan tim kampanye.
"Setiap orang akan lebih percaya diri ketika bergerak secara beramai-ramai. Kerumunan massa juga bisa dipublikasi secara luas melalui media sosial dan menjadi bahan kampanye," kata dia.
Namun, untuk meyakinkan pemilih, kampanye dialogis yang mengedepankan dialog dan pemaparan visi, misi, dan program dinilainya lebih efektif.
"Karena itu lah, kelebihan Paslon SUWAI yang terus menggaungkan program dan visi misinya saat kampanye ke publik."
"Apalagi, mayoritas pemilih saat ini merupakan generasi muda yang tergolong rasional. Ketimbang memobilisasi massa, setiap kandidat bisa membuat suatu forum dialog untuk memaparkan gagasan dan program masing-masing," sebutnya.
Tetapi Survei Algoritma terbaru, kata Wawan, publik cenderung memilih kandidat berdasarkan program yang ditawarkan.
”Soal ketokohan dan figur memang masih diperhitungkan, tetapi program paling utama. Dengan demikian, setiap calon bisa melaksanakan tugas edukasi politik kepada publik. Jadi pertarungannya menjadi adu narasi dan gagasan, bukan joget-joget atau lucu-lucuan,” katanya.
Kompetisi yang bersifat kelompok maupun perseorangan dengan menonjolkan kerjasama tetap diharapkan pada sebuah kemenangan.
"Tujuan kemenangan yang besar oleh Paslon SUWAI akan terwujud dengan strategi yang hebat. Strategi politik nya seperti penyusunan rencana dan segala cara yang bertujuan untuk meraih kemenangan politik karena tujuan akhir dari penyusunan strategi adalah meraih kemenangan dalam kontestasi politik."
"Paslon SUWAI memiliki strategi yang kompleks dan terdiri dari berbagai macam proses perencanaan yang yang rasional. Strategi politiknya seperti melakukan sosialisasi diri, program serta visi misi dengan menggunakan berbagai media sosialisasi seperti baliho, iklan di media elektronik dan media komunikasi, melakukan dan meningkatkan intensitas kunjungan/pertemuan dengan rakyat, adanya tim sukses, adanya kampanye, serta debat publik," terangnya.
"Ia (Syamsuar) juga melakukan penyusunan strategi yang matang dan perencanaan yang terukur."
Paslon SUWAI membidik pemilih potensial dikalangan milenial.
"Untuk menarik dukungan sebanyak-banyaknya dari pemilih potensial, paslon SUWAI juga membidik pemilih pemula dan milenial," kata Wawan.
Menurutnya, generasi muda jadi salah satu target potensial baik konteks di Pilgub ini. Apalagi jumlah mereka yang signifikan memberikan kontribusi besar bagi satu calon apabila ingin meraih kemenangan.
"Generasi milenial dan pemilih pemula ini (diperkirakan) juga menjadi sasaran utama dalam kegiatan kampanye calon. Saat padaPilgubri 2024 ini, banyak yang menyebut generasi milenial adalah pemilih pemula dan muda."
Jika merujuk pada Pew Research Center menyebutkan bahwa mereka yang terlahir antara 1981 sampai 1996 adalah generasi milenial, ada yang menyebutnya generasi Y. Artinya orang yang rentang usia antara 23 sampai 38 tahun pada 2019 ini.
Orang yang berusia lebih muda dari kelompok milenial ini masuk kategori generasi Z. Untuk pemilih pemula di rentang usia 17-22 tahun.
Sedikit berbeda, Lembaga survei Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik (KedaiKOPI) mencatat kelompok milenial diantara usia 22-36 tahun dan pemilih pemula 17-21 tahun.
Sementara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menggabungkan pemilih pemula sebagai kelompok milenial berusia 17-29 tahun dan nonmilenial di atas 30 tahun.
KPU sendiri membuat kategorisasi pemilih berdasarkan rentang usia, yakni dari DPT Pemilu 2019 tercatat sebanyak Jumlah pemilih yang ditetapkan dalam DPThp 3 sebanyak 192.866.254 orang, dengan rentang usia 17-20 tahun = 17.501.278 pemilih, usia 21-30 tahun = 42.843.792 pemilih; usia 31-40 tahun = 43.407.156 pemilih; sisanya rentang usia 41-50 tahun , 51-60 dan diatas 60 tahun.
Mengapa pemilih pemula dan milenial sangat mengiurkan?
Menurut Wawan Sudarwanto, pertama, pertimbangan besarnya jumlah pemilih pemula dan milenial. Jika merujuk pada penyebutan generasi milenial dari berbagai pendapat tersebut dengan kategorisasi rentang usia pemilih berdasarkan data KPU, cenderung mengunakan kategorisasi rentang usia 17-20 tahun sebagai pemilih pemula dan pemilih milenial pada rentang usia 21-30 dan 31-40 tahun.
Jumlahnya berkisar 44,7 persen dari total pemilih pada Pemilu 2019.
Jika dilihat dari besarnya jumlah pemilih milenial tak mengherankan jika kategori pemilih ini menjadi sasaran empuk untuk digarap secara serius saat Pilgub ini.
Kedua, kata dia, pemilih pemula dan milenial kecenderungannya akan menentukan pilihan pada last minute jelang pemungutan suara.
"Kelompok ini cenderung menimbang-nimbang tokoh yang dianggap dapat mewakili kepentingannya. Belum banyak yang saklek pada figur tokoh tertentu, sehingga tawaran program yang menarik bisa jadi akan mengubah pilihan mereka," terang Wawan.
Ketiga, ‘selera politik’ pemilih pemula dan milenial (terutama pemula) masih mudah dipengaruhi opini sekitarnya.
Preferensi politik pemilih ini belum bisa ditebak dengan cukup akurat, sehingga bisa jadi pilihannya berdasarkan selera temannya atau cenderung ikut-ikutan. Dalam hal ini, pengaruh media sosial berperan dalam menentukan pilihan politik mereka. Kemudahan mengakses media sosial mau tidak mau memengaruhi opini dan kemantapan dalam memilih figur yang tepat menurut mereka.
Keempat, kesadaran politik belum terbangun cukup kuat sehingga bisa jadi ada yang merasa suara mereka tidak akan cukup berpengaruh menentukan nasib daerahnya kelak. Sehingga bisa jadi ada kecenderungan enggan untuk mengunakan hak pilihnya alias memilih golput.
Oleh karenanya, kata Wawan lagi, menarik sekali jika calon kepala daerah yang berlaga dalam Pemilihan Serentak 2024 mampu mengelola, memberikan pendidikan politik pada kelompok pemilih pemula dan milenial jadi tantangan tersendiri yang layak dipertimbangkan oleh pihak Kandidat. (*)
Tags : pilgubri 2024, strategi pilgubri 2024, paslon syamsuar-mawardi, paslon suwai, paslon nomor 3, strategi paslon suwai meraih suara kalangan anak muda ,