Kesehatan   2024/07/28 12:35 WIB

Polusi Suara Lalu Lintas Bisa Bahayakan Kesehatan dan Perkembangan Anak-anak, 'yang Sudah Duduk Diperingkat Dua Setelah Polusi Udara'

Polusi Suara Lalu Lintas Bisa Bahayakan Kesehatan dan Perkembangan Anak-anak, 'yang Sudah Duduk Diperingkat Dua Setelah Polusi Udara'

KESEHATAN - Seiring kesadaran publik yang meningkat bahwa kebisingan memiliki dampak terhadap kesehatan dan pembelajaran anak-anak, beberapa kota di sejumlah negara mulai membuat jalanan dan ruang kelas yang lebih tenang.

Di sebuah ruang kelas di New York, Amerika Serikat, kebisingan terdengar begitu kuat sehingga guru harus berteriak agar para murid dapat mendengarnya.

Ruang kelas tersebut terletak di dekat jalur rel kereta layang. Kereta melewati jalur itu sekitar 15 kali sehari dan menyebabkan gangguan yang terus-menerus pada proses belajar-mengajar di kelas tersebut.

Selama bertahun-tahun, orang-orang mengeluhkan tingkat kebisingan di Sekolah Negeri 98, tempat kelas itu berada.

Pada tahun 1975, Arline Bronzaft, seorang profesor psikologi di Herbert H. Lehman College dari City University of New York, meneliti dampak kebisingan terhadap kemampuan membaca para murid di sekolah itu.

Bronzaft menemukan fakta bahwa, siswa yang duduk di sisi gedung sekolah yang bising dan berdekatan dengan rel kereta mendapatkan nilai tes membaca yang buruk, dibandingkan dengan mereka yang duduk di sisi gedung yang tenang.

Temuan lainnya: nilai rata-rata membaca siswa di kelas yang berisik tertinggal tiga hingga empat bulan dibandingkan siswa di kelas yang lebih tenang.

Merujuk riset Bronzaft, otoritas transportasi di New York memasang bantalan karet di rel agar kebisingan berkurang.

Dewan pendidikan di kota itu juga melengkapi ruang kelas dengan bahan penyerap suara untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik.

Polusi suara merupakan masalah yang terjadi di berbagai belahan dunia yang terus meningkat. Seiring bertambahnya populasi, tingkat kebisingan di perkotaan juga meningkat.

PBB telah memperingatkan, polusi suara perkotaan berpotensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat global.

Mereka memperkirakan, polusi suara telah menyebabkan 12.000 kematian dini setiap tahun di negara-negara Uni Eropa dan telah berdampak pada sekitar 100 juta orang di AS.

Kebisingan lingkungan, terutama kebisingan lalu lintas jalan raya dan juga kebisingan pesawat terbang, merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling merusak kesehatan.

Polusi suara duduk di peringkat kedua setelah polusi udara.

Kebisingan terbukti meningkatkan stres kronis dan menyebabkan gangguan tidur serta tekanan darah tinggi.

Gangguan kebisingan juga telah dikaitkan dengan masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.

Paparan polusi suara pun dikaitkan dengan risiko diabetes yang lebih besar.

Suara keras, seperti yang berasal dari musik melalui headphone, sepeda motor, dan bahkan mesin penyapu daun, seiring waktu dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan tinnitus.

Didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan atau mengganggu, polusi suara akibat lalu lintas yang padat dan kebisingan dari suara anak di sekolah, juga dapat berdampak buruk pada kesehatan serta tumbuh kembang bayi dan anak.

Konsekuensi itu pada umumnya berlaku bagi anak-anak yang berasal dari latar belakang sosio-ekonomi rendah, yang lebih rentan terpapar kebisingan lingkungan.

Dari Buenos Aires, Argentina hingga Barcelona di Spanyol, sejumlah pemerintah kota telah mulai menerapkan langkah-langkah untuk mengatasi polusi suara.

Beberapa perubahan dilakukan seperti memprioritaskan pejalan kaki dengan meningkatkan jumlah ruang hijau, mengurangi batas kecepatan kendaraan, dan memanfaatkan pengukur suara.

Di AS dan negara-negara Uni Eropa, lalu lintas jalan raya, kereta api, dan pesawat terbang merupakan sumber polusi suara yang dominan.

Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa kebisingan lalu lintas yang dialami oleh anak-anak sekolah dasar di Barcelona, memperlambat kerja ingatan dan rentang perhatian mereka.

Padahal keduanya dianggap penting dalam banyak aspek pembelajaran, seperti pemecahan masalah, penalaran, matematika, dan pemahaman bahasa.

Studi tersebut melibatkan 2.700 anak berusia antara tujuh sampai 10 tahun di 38 sekolah berbeda di Barcelona. Riset itu menguji para murid itu empat kali dalam satu tahun.

Para peneliti mengukur kebisingan eksternal pada titik-titik tertentu di setiap ruang kelas.

Mereka mengulangi proses tersebut enam bulan setelahnya untuk menentukan tingkat rata-rata polusi suara.

Selama setahun, tim riset juga melakukan tes kognitif secara daring untuk mengevaluasi memori jangka pendek dan perhatian anak-anak setiap tiga bulan.

Hasil studi di Barcelona ​​yang didasarkan pada penelitian sebelumnya itu menemukan, tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh lalu lintas jalan raya, udara, dan kereta api dapat berdampak negatif pada fungsi kognitif anak selama tahap penting perkembangan otak.

Kebisingan yang tidak diinginkan di dalam kelas dapat menyebabkan seorang anak mengalami beberapa kemungkinan respons negatif, seperti ketidakberdayaan dalam belajar berupa motivasi belajar yang rendah karena kurangnya kontrol terhadap lingkungan.

Dampak lainnya adalah gangguan perhatian yang dialami para murid.

Penelitian di Barcelona tadi adalah penelitian pertama yang menyelidiki dampak paparan terhadap fluktuasi kebisingan.

Para periset di balik penelitian menemukan bahwa fluktuasi kebisingan yang tiba-tiba, yang berasal dari lalu lintas di luar kelas, seperti klakson mobil atau putaran mesin, cenderung mengalihkan perhatian anak-anak.

Akibatnya, anak-anak kehilangan informasi penting, bahkan pada tingkat kebisingan yang lebih rendah dari rata-rata.

Maria Foraster, periset utama dalam studi tersebut, adalah seorang epidemiolog sekaligus pakar kebisingan dan kesehatan.

Dia berkata, tim risetnya memutuskan untuk fokus pada fluktuasi kebisingan karena tidak ada pedoman internasional yang mengukur hal ini.

Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan tingkat kebisingan di ruang kelas kurang dari 35 desibel untuk memastikan kondisi pengajaran dan pembelajaran yang baik.

Faktanya, hasil riset Foraster menemukan bahwa lebih dari separuh penduduk Barcelona terpapar pada tingkat kebisingan lebih dari 65 desibel antara jam delapan pagi hingga 10 malam.

“Pedoman tersebut tidak menyebutkan fluktuasi dan puncak kebisingan. Setiap kali ada puncak kebisingan, itu merupakan gangguan yang dapat memengaruhi rentang perhatian dan memori kerja anak,” kata Foraster.

Studi lain yang dilakukan Foraster menemukan bahwa paparan kebisingan lingkungan yang berlebihan dapat mengganggu pematangan fungsi otak anak, yang memproses informasi pendengaran.

Sebuah studi tahun 2019 dari Birkbeck University di London, yang menganalisis dampak kebisingan di ruang kelas, menemukan bahwa anak-anak berusia antara 5-11 tahun sangat rentan terhadap kebisingan.

Kerentanan itu muncul jika mereka memiliki kemampuan yang rendah untuk mempertahankan fokus dan memblokir kebisingan. Kemampuan tersebut berfungsi untuk mengendalikan dorongan dan berpikir sebelum bereaksi.

“Jika seorang anak memiliki kerja memori yang buruk dan jika perhatian selektif atau kontrol penghambatannya tidak bagus, maka perhatian mereka akan lebih terganggu oleh kebisingan di sekitar mereka,” kata Natasha Kirkham, salah satu penulis studi sekaligus profesor di Universitas Birkbeck.

“Ketika ada banyak kebisingan di sekitar anak-anak di sekolah dasar dan menengah, kita tahu bahwa kemampuan mereka buruk secara akademis,” ujarnya.

Polusi suara pada umumnya berdampak lebih buruk di wilayah masyarakat miskin.

Sebuah studi pada tahun 2023 menemukan tren bahwa para murid di Texas, AS, yang menghadapi paparan kebisingan jalan raya tertinggi secara signifikan merupakan bagian dari komunitas kulit hitam, Hispanik.

Mereka adalah anak-anak yang mendapatkan makan siang gratis atau dengan potongan harga.

"Polusi suara dan faktor lain seperti bersekolah di wilayah kantong kemiskinan dapat berdampak nyata pada pembelajaran,” kata Kirkham.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa hubungan antara kebisingan dan stres mungkin mempunyai konsekuensi yang akan berdampak seumur hidup.

“Jika Anda terus-menerus merasa terganggu oleh suara, ini dapat meningkatkan respons kortisol terkait stres,” kata Iroise Dumontheil, profesor ilmu saraf kognitif di Birkbeck University.

"Seiring berjalannya waktu dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan emosional sejak masa kanak-kanak hingga dewasa," tuturnya.

Paparan kebisingan secara terus-menerus dalam jangka panjang dapat mengganggu sistem saraf pusat dan otak.

Akibatnya adalah peningkatan potensi penyakit jantung, stroke, demensia, dan penurunan kognitif.

“Paparan kebisingan di masa kanak-kanak berpotensi memengaruhi sistem memori dan kesehatan mental di masa dewasa,” kata Dumontheill.

Cara terbaik untuk melindungi anak-anak dari kebisingan yang berlebihan adalah dengan mengurangi lalu lintas di sekitar sekolah, kata Foraster.

Dia berkata, perencanaan tata kota yang lebih baik, seperti memisahkan sekolah dari jalan raya yang ramai dan menambahkan taman serta ruang hijau di sekitar area sekolah juga dapat meningkatkan lingkungan belajar bagi anak-anak.

Barcelona mencoba melakukan hal ini dengan menempatkan sekolah-sekolah ke dalam apa yang disebut "superilles", atau superblok.

Kawasan itu adalah lingkungan kecil yang tertutup bagi lalu lintas dan dipenuhi dengan ruang hijau di mana orang dapat berolahraga atau berkumpul.

Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1993, konsep desain perkotaan ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan suara.

Strategi itu berjalan dengan memprioritaskan pengendara sepeda dan pejalan kaki ketimbang mobil serta mengutamakan taman bermain dan pepohonan dibandingkan tempat parkir.

Superblok terbukti mengurangi kebisingan dan polusi udara di lingkungan perumahan di Barcelona.

Pembangunan superblok San Antoni, misalnya, telah menurunkan tingkat kebisingan rata-rata di siang hari sebesar 3,5 desibel, atau pengurangan sebesar 5,2%.

Angka-angka itu merujuk pada laporan tahun 2021 yang berbasis data, yang dikumpulkan selama satu tahun melalui sensor dan sonometer.

Superblok juga terbukti dapat mengurangi polusi udara.

“Kawasan superblok jelas mengurangi polusi udara dan paparan kebisingan,” kata Foraster.

“Kawasan ini juga mengurangi lalu lintas secara keseluruhan dengan membuat mobil sebagai alat transportasi yang tidak menarik. Superblok juga mempromosikan kota yang lebih ramah pejalan kaki,” tuturnya.

Barcelona berencana untuk membangun 503 superblok pada tahun 2030 sebagai bagian dari rencana mobilitas perkotaannya. Kebijakan ini hendak mengubah satu dari tiga jalan menjadi ruang hijau yang tenang.

Barcelona ingin memastikan bahwa 80% dari seluruh perjalanan di kota tidak dilakukan di atas mobil, melainkan dengan berjalan kaki, angkutan umum atau sepeda.

Sejumlah kota telah berupaya mengikuti contoh Barcelona dengan menerapkan superblok, seperti Buenos Aires, Wina, Los Angeles, dan Bogota.

Sekolah dan lingkungan yang lebih tenang berpotensi memberikan manfaat lain, yakni anak-anak yang lebih bahagia.

Kirkham menunjukkan bahwa kebisingan tidak hanya mempengaruhi cara anak-anak belajar, tapi juga perasaan mereka.

Sebuah studi home-schooling yang dilakukan oleh Kirkham selama pandemi Covid-19 menemukan bahwa remaja yang tinggal di rumah yang bising dan menghabiskan waktu di ruang kelas yang bising, umumnya menganggap kebisingan lebih mengganggu.

“Bukan hanya kebisingan saja yang mengganggu, tapi ada juga komponen emosionalnya. Anak-anak jadi merasa kesal,” katanya. (*)

Tags : Penelitian medis, Masyarakat, Pendidikan, Anak-anak, Keluarga, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia, Sains,