Headline Linkungan   2022/09/26 13:10 WIB

Populasi Lebah Terancam 'Iklim yang Kacau', 'Membuat Perjuangannya Lebih Dahsyat untuk Bertahan dari Kepunahan'

Populasi Lebah Terancam 'Iklim yang Kacau', 'Membuat Perjuangannya Lebih Dahsyat untuk Bertahan dari Kepunahan'
Dahrul Rangkuti, Aktivis Eka Nusa

LINGKUNGAN - "Kekacauan iklim" telah menyebabkan penurunan populasi lebah secara luas di Riau.

Jadi, populasi lebah kini semakin terancam membuat perjuangannya lebih dahsyat untuk bertahan dari kepunahan, kata aktivis Eka Nusa, Dahrul Rangkuti dalam pengamatannya akhir-akhir dekade ini.

"Dalam amatannya menunjukkan peluang untuk menemukan seekor lebah di tempat manapun di Riau telah menurun sepertiganya sejak tahun 1970-an."

"Ini penyebabnya selain suhu yang menghangat akan semakin menyebabkan penurunan, yang sudah lebih parah dari yang diduga sebelumnya," kata Dahrul yang telah melihat secara langsung ekosistim ini dibeberapa daerah.

Lebah adalah polinator utama banyak buah-buahan, sayuran, dan tumbuhan liar. Tetapi di berbagai daerah di Riau lebah populer adalah yang bertengger di pohon Sialang.

"Tanpa mereka, tanaman bisa gagal panen, sehingga mengurangi makanan bagi manusia dan spesies lainnya. Kenyataannya lebah Sialang bayak digemari khususnya untuk kesehatan," katanya dalam bincang-bincangnya, Minggu (25/9).

Aktivis lingkungan ini mengatakan bahwa beberapa pengamatan dilakukan sebelumnya memang menunjukkan bahwa distribusi lebah bergerak ke arah Selatan Kota Pekanbaru yakni daerah Pelalawan, Kuantan Singingi dan Inhu, "seperti yang diketahui daerah masih mengalami perlambatan dengan perubahan iklim dimana pohon-pohon Sialang bisa tumbuh".

Ia menambahkan: "Tetapi ini pertama kalinya kami bisa benar-benar mengaitkan kepunahan di tingkat lokal dan kolonisasi lebah dengan perubahan iklim, menunjukkan secara jelas jejak-jejak perubahan iklim dalam penurunan yang kami amati."

Penurunan populasi lebah lebih parah, namun sebagian warga atau kelompok usaha telah melakukan pembudidayaan lebah untuk menghasilkan madunya, kata dia.

"Kami mengaitkan penurunan lebah ini dengan perubahan iklim — dan lebih spesifik, dengan suhu ekstrem dan kekacauan iklim yang dihasilkan perubahan iklim," ujarnya. 

Lebah adalah salah satu hewan polinator paling penting.

Tapi para pemerhati lingkungan telah mendokumentasikan penurunan kelimpahan lebah dan jangkauannya karena berbagai penyebab, termasuk pestisida, penyakit, dan hilangnya habitat.

Dalam kegiatannya yang terbaru, para pemerhati lingkungan juga menilik lebih dari setengah juta catatan tentang 66 spesies lebah, dari tahun 1901 hingga 1974 dan dari 2000 hingga 2014.

Pemerhati lingkungan juga mendapati bahwa populasi lebah berkurang dengan cepat, "ini banyaknya lokasi yang mungkin ditempati oleh lebah berkurang rata-rata lebih dari 30% dibandingkan dengan 1901-1974."

Kehilangan yang 'mengkhawatirkan'

Populasi lebah paling terdampak di wilayah utara seperti Kampar, Siak dan Rokan Hulu karena tahun-tahun yang lebih hangat dan ekstrem.

Meskipun populasi telah bergerak ke wilayah selatan yang lebih dingin, ini belum cukup untuk mengompensasi kehilangan.

Jadi Dahrul Rangkuti menyebut penurunan lebah ini "mengkhawatirkan". 

"Penilaian hasil pantauan selama ini menambah bukti, yang semakin banyak, atas hilangnya keanekaragaman hayati yang meluas dan mengkhawatirkan; dan untuk laju perubahan global yang sekarang melebihi batas kritis ketahanan ekosistem."

Ada sekitar 250 spesies lebah di dunia yang menurutnya, penurunan populasi lebah telah dicatat yang disebabkan oleh berbagai ancaman mulai dari hilangnya habitat dan degradasi hingga penyakit dan penggunaan pestisida.

Perjuangan lebah bertahan dari kepunahan

Binatang yang sering menjadi momok saat piknik itu, telah mendapatkan reputasi yang tidak beralasan sebagai binatang hama.

Kesalahpahaman ini tidak bisa lebih jauh lagi dari kebenaran; mereka lebih hina dari pada kehinaan itu sendiri. Tetapi lebah adalah bagian penting dari rantai makanan dan jumlahnya terus menurun.

Kehilangan mereka akan berdampak parah pada pasokan makanan masa depan.

Berikut adalah tujuh hal yang perlu diketahui untuk membuat kita mulai berkampanye untuk keberlangsungan hidup lebah.

Jangan biarkan mereka dimadu

Ada sekitar 275 spesies lebah yang berbeda. Inggris memiliki 24, delapan di antaranya umum. Sangat penting untuk memahami fitur-fitur yang membuat lebah berbeda dengan lebah madu. 

Hanya satu jenis lebah madu yang hidup di Eropa, Apis mellifera, kebanyakan hidup di sarang yang dikelola manusia hingga 60.000 lebah.

Lebah ini tidak membuat madu, mereka hanya menghasilkan zat seperti madu yang disebut nektar untuk memberi makan beberapa ratus lebah di sarang mereka. 

Tidak seperti lebah madu, yang menari untuk mengarahkan pasangan mereka ke bunga yang bagus, lebah ini tampaknya tidak menari.

Tidak takut

Lebah bukan hama. Mereka sebagian besar adalah makhluk pasif yang benar-benar tidak tertarik untuk merusak piknik setiap orang.

Tidak seperti lebah madu, mereka dapat menyengat lebih dari satu kali, tetapi kecuali Anda melakukan sesuatu yang membuat mereka kesal seperti mengganggu rumah mereka, mereka jarang menyengat.

Sarang tidak akan merusak properti (mereka tidak merusak kayu seperti tawon) dan jangan khawatir, jika kita melihat mereka berkerumun di sekeliling sarang: akan ada lebah jantan yang berharap dapat kawin dengan ratu lebah - dan lebah jantan tidak bisa menyengat sama sekali.

Jagoan penyerbuk

Nilai lebah terletak pada kekuatan penyerbukannya. Tanpa mendapatkan sedikitpun penghargaan dari kita, mereka menyerbuki 80% bunga liar kita dan 84% hasil panen.

Sebagai contoh di Inggris, para pekerja sukarela ini menyumbang sekitar £510 juta (Rp9,7 triliun) per tahun untuk ekonomi Inggris. Keahlian spesial mereka adalah penyerbukan dengan membuat suara.

Tanaman seperti tomat, terong dan kiwi memiliki serbuk sari yang lengket dan lebahlah satu-satunya binatang di Inggris yang dapat membuat mereka berpisah dengan serbuk sarinya - mereka menggetarkan otot terbang mereka untuk melepaskannya.

Berdengung

Lebah Inggris telah menerima serangan maut dalam delapan dekade terakhir. Sekitar 97% dari habitat bunga liar yang kaya yang pernah menutupi lanskap Inggris telah lenyap sejak 1930-an, sebagian besar karena metode pertanian modern dan perluasan kota.

Baik lebah Cullem dan lebah berambut pendek sejak itu telah punah, sementara lebah kuning besar dan lebah carder yang cemberut sekarang sangat terancam.

Tekanan besar

Perubahan iklim juga memberi tekanan pada habitat lebah karena serangga itu tidak menyukai panas.

Sebuah studi 2015 di jurnal Science menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat telah mengurangi wilayah paling selatan yang mereka huni di Eropa dan Amerika Utara lebih dari 300 km dalam beberapa dekade terakhir.

Tidak dapat dijelaskan, mereka tidak mendapatkan kompensasi dengan berpindah ke daerah-daerah utara, mungkin karena tidak tersedianya habitat, sehingga mereka ditekan untuk tinggal di garis lintang yang lebih kecil.

Bahaya pestisida

Penelitian menunjukkan bahwa insektisida dapat menyebabkan lebah menjadi agak bingung. Pada bulan Desember 2013 Uni Eropa memberlakukan larangan dua tahun pada tiga pestisida neonicotinoid (clothianidin, imidacloprid dan thiamethoxam) yang banyak digunakan oleh petani sementara lebih banyak penelitian dilakukan untuk menyelidiki efek pestisida itu.

Penelitian menunjukkan mereka dapat membahayakan neuron lebah, menyebabkan mereka kehilangan bantalan dan gagal untuk kembali ke sarang mereka dengan pasokan makanan penting.

Agar lebah memulai populasi yang dapat bertahan hidup secara mandiri, mereka juga membutuhkan pasokan makanan.

Proyek pengembang biakan habitat lebah bisa dilakukan yang bekerjasama dengan petani dan pemilik tanah untuk menciptakan kembali habitat yang kaya akan bunga favorit lebah.

Jadi, kata Dahrul, dalam pelestarian habitat lebah pesannya adalah jika kita membuat ulang habitat dan mengelolanya dengan benar, itu benar-benar 'bisa berfungsi". (*)

Tags : Populasi Lebah di Riau, Kehidupan Lebah Terancam, Iklim yang Kacau, Lebah Berjuang untuk Bertahan Kepunahan,