Nasional   2024/10/21 17:45 WIB

Prabowo Lantik Jajaran Menteri dan Wakil Menteri dalam Kabinet Merah Putih

Prabowo Lantik Jajaran Menteri dan Wakil Menteri dalam Kabinet Merah Putih

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto telah melantik jajaran menteri dan wakil menteri pada Senin (21/10/2024).

Terdapat 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih, diklaim sebagai kabinet paling gemuk sejak Orde Baru hingga Reformasi.

Presiden Prabowo Subianto melantik jajaran wakil menteri pada Senin (21/10) sore, beberapa jam setelah presiden baru Indonesia tersebut melantik menteri dalam Kabinet Merah Putih pada Senin pagi.

"Bersediakah saudara-saudara untuk diambil sumpah janji menurut agama masing-masing?"

Presiden Prabowo Subianto menanyakan hal itu kepada menteri dan pejabat setara menteri di Istana Negara, Senin (21/10) pagi. 

"Bersedia," kata mereka.

Digelar di Istana Negara, Prabowo melantik 48 menteri negara dan sejumlah kepala lembaga Kabinet Merah Putih. Selain jajaran menteri, Presiden Prabowo juga melantik pejabat setingkat menteri.

Mereka adalah Jaksa Agung, Kepala dan Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kepala Kantor Komunikasi Presiden, serta Ketua Dewan Ekonomi Nasional.

Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional.

Sebelumnya dia menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di masa Presiden Joko Widodo

Setelah melantik para menterinya, Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming melakukan foto bersama di tangga Istana Negara. Mereka didampingi jajaran para menterinya.

Rencananya, Prabowo akan melantik para wakil menteri di tempat yang sama pada Senin (21/10) siang.

Sejumlah media melaporkan, setelah acara pelantikan, para menteri dan wakilnya akan mengikuti pembekalan di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

Pembekalan itu rencananya akan berlangsung pada 25-27 Oktober 2024.

Menteri Sekretaris Negara (Mensetneg) terpilih, Prasetyo Hadi, membenarkan rencana Presiden Prabowo Subianto

“Ada rencana, ada rencana beliau akan mengumpulkan kita kembali dalam satu kegiatan di Akademi Militer,” kata Prasetyo di Jakarta, Senin (21/10).

Prasetyo mengungkap, selain pembekalan, Prabowo juga akan menjelaskan sejumlah program prioritas pemerintah yang disertai petunjuk dan arahan teknis kepada masing-masing kementerian.

Dalam susunan menteri Kabinet Merah Putih, Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian koordinator, lalu memecah beberapa kementerian sehingga kabinetnya dianggap sebagai "kabinet gemuk".

Namun menurut pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Lina Mifthahul Jannah, banyak dari kementerian yang dipecah itu dinilai tidak berdasar ada kajian atau evaluasi yang jelas.

Menurut Lina, gemuknya kabinet ini bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.

Bukannya semakin efisien, kabinet gemuk dapat memperpanjang dan memperumit alur birokrasi, serta memicu tumpang tindih kewenangan. Belum lagi implikasinya terhadap anggaran yang membengkak.

"Itu jadi gambaran kalau tujuannya untuk kepentingan politik semata," kata Lina yang menjuluki Kabinet Merah Putih sebagai "kabinet balas jasa".

“Ketika membuat lembaga baru, seharusnya ada kajian mendalam. Kalau masalah koordinasi, jelas ini kemunduran [reformasi birokrasi]. Yang bisa dijadikan satu malah dipecah,” tuturnya.

Kalau menilik sejarah berdasarkan data yang terangkum di Sekretariat Kabinet, Kabinet Merah Putih adalah yang paling gemuk sepanjang era Orde Baru hingga Reformasi.

Ini adalah buah dari revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang disahkan pada September lalu sehingga memungkinkan jumlah kementerian menjadi tak terbatas.

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono yang baru saja dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan tak memungkiri adanya kritikan soal kabinet Prabowo yang terlalu gemuk.

“Saya rasa wajar, ada sesuatu yang baru dari yang sebelumnya 34 [kementerian] kemudian sekarang berkembang menjadi 48 [kementerian] dan saya rasa ini kita kembalikan kepada azas tujuannya,” ujar Agus sebelum pelantikan menteri di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (21/10).

Dijelaskan oleh Agus, Presiden Prabowo menghendaki agar masing-masing kementerian dapat bekerja secara “fokus”, “efektif”, serta “taktis” dengan tugas-tugas yang spesifik. 

Dengan begitu, katanya, suatu kementerian kemudian dibagi menjadi dua, bahkan tiga kementerian baru.

“Saya rasa ini perlu kita kawal bersama-sama dan harus dibuktikan bahwa upaya ini membawa nilai yang positif,” kata Agus.

“Tantangan akan selalu pada koordinasi, sinkronisasi,” imbuhnya.

Maka dari itu, kata Agus, tugas menteri koordinator sangat “strategis dan sentral” dalam mengkoordinasikan kementerian-kementerian teknis yang jumlahnya tak sedikit.

Adapun Partai Demokrat mendapat empat jatah pos kementerian dan satu posisi wakil menteri.

Kabinet Prabowo memiliki 14 kementerian baru dari total 48 kementerian.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan era Jokowi yang hanya ada 34 kementerian.

Perubahan yang paling signifikan adalah dipecahnya beberapa kementerian era Jokowi menjadi dua hingga tiga kementerian baru.

Empat kementerian koordinator baru

Prabowo-Gibran menambah empat kementerian koordinator baru, yakni:

  • Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan
  • Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan
  • Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat
  • Kementerian Koordinator Bidang Pangan.

Prabowo mempertahankan tiga kementerian koordinator, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Kementerian Bidang Perekonomian; serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Namun, ada satu kementerian koordinator di era Jokowi dihapus, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Kementerian yang dipecah menjadi tiga.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset-Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemendikbud-Ristek Dikti) dicacah menjadi tiga kementerian, yakni:

  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
  • Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi
  • Kementerian Kebudayaan.

Kementerian Hukum dan HAM juga dipecah menjadi tiga, yaitu:

  • Kementerian Hukum
  • Kementerian HAM
  • Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

Kementerian yang dipecah menjadi dua

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dibagi menjadi:

  • Kementerian Pekerjaan Umum
  • Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Kementerian Ketenagakerjaan dibagi menjadi:

  • Kementerian Ketenagakerjaan
  • Kementerian Perlindungan Pekerja Migran/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dipecah menjadi:

  • Kementerian Koperasi
  • Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dibagi menjadi:

  • Kementerian Pariwisata
  • Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga dibelah dua menjadi:

  • Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal
  • Kementerian Transmigrasi.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dicacah menjadi:

  • Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
  • Kementerian Kehutanan.

Prabowo juga mengatakan adanya Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Kementerian Komunikasi dan Informatika berubah nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital.

Kementerian lain yang berubah nomenklaturnya adalah Kementerian Investasi/BKPM menjadi Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.

Untuk mengetahui komposisi lengkap Kabinet Merah Putih dan menteri-menteri yang menjabat, Anda dapat membacanya di artikel berikut ini:

Mengapa menteri kabinet Prabowo bertambah?

Jalan Prabowo membentuk kabinet gemuk terbuka lewat revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang disahkan pada 19 September 2024.

Sebelumnya, pasal 15 UU 39/2008 hanya memungkinkan presiden memiliki maksimal 34 kementerian demi reformasi birokrasi.

Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan berkurang.

Namun menurut naskah akademik yang diunggah Badan Legislasi (Baleg) DPR, ketentuan soal 34 kementerian itu dianggap "menyulitkan pemerintah mengoptimalkan kinerjanya guna mewujudkan tujuan negara yang dicita-citakan".

“Padahal pembentukan UU Kementerian Negara sama sekali dimaksudkan bukan untuk mengurangi apalagi menghilangkan hak prerogatif Presiden dalam menyusun kementerian negara,” bunyi naskah akademik tersebut.

Baleg DPR dan pemerintah hanya butuh waktu kurang dari delapan jam untuk membahas revisi UU tersebut untuk dibawa ke rapat paripurna. Padahal, revisi UU ini tidak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Saat itu, analis politik menyebutnya sebagai pembuka jalan bagi "kabinet jumbo" Prabowo karena tak ada lagi batasan jumlah kementerian.

Kini setelah dia dilantik, prediksi tersebut terbukti benar.

Setelah melihat komposisinya, pengamat kebijakan publik UI, Lina Mifthahul Jannah mempertanyakan dasar kajian dan evaluasi kinerja yang membuat banyak kementerian dipecah.

“Kementerian PUPR misalnya, selama ini kan ada direktorat jenderal masing-masing untuk pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Kalau ada yang tidak berjalan, yang dijewer seharusnya direktorat jenderal yang tidak melakukan [tugasnya] itu,” tutur Lina.

“Atau jangan-jangan karena orientasi pekerjaan dulu adalah pekerjaan umum, bukan perumahan rakyat? Itu yang seharusnya dievaluasi."

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menampik tudingan bahwa susunan menteri Prabowo adalah kabinet gemuk. Justru organsasi kementerian kini jadi lebih ramping. 

"Jangan salah paham, kementerian yang sekarang justru lebih ramping karena satu kementerian yang organisasinya gemuk, sekarang dipisah-pisah jadi ramping organisasinya," kata Hasan Nasbi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (21/10).

Meskipun diakui oleh Hasan Nasbi bahwa perampingan organisasi dalam kementerian ini justru berdampak pada banyaknya jumlah kementerian dan menteri baru.

“Itu konsekuensi sebab kementerian harus ada yang memimpin, harus ada yang mengendalikan kementerian itu.

Namun menurutnya, kabinet ini akan jauh lebih efisien karena pekerjaan mereka jadi lebih fokus.

"Jadi mungkin sebetulnya bukan kabinet gemuk, tapi kabinet yang jauh lebih fokus."

Dicontohkan oleh Hasan Nasbi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dipecah menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat membuat masing-masing lebih fokus pada tugas masing-masing.

Demikian halnya, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang kini dibagi menjadi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

“Jadi bisa dibayangkan organisasi yang kemarin gemuk justru sekarang jadi lebih ramping.”

Untuk penyamaan visi dan misi dan mencegah ego sektoral, Hasan bilang Prabowo akan “menggembleng menteri-menteri dan menyamakan visi-misi agar tujuannya sama”.

“Jadi supaya ego sektoral tidak ada, supaya menteri-menteri beliau juga lebih menyatu.”

Apa dampaknya bagi kinerja pemerintah?

Menurut Lina, dampak awal yang kasat mata adalah: kementerian-kementerian itu harus mengubah plang, mencari gedung untuk masing-masing kementerian baru, hingga mengganti kop surat.

Ini akan membuat bingung masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik.

Bertambahnya jumlah kementerian juga berarti sumber daya manusia (SDM)-nya harus dibagi.

“Pastinya memindahkan orang itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Paling tidak bisa butuh waktu minimal enam bulan dengan kondisi yang ada,” kata Lina.

Kalau SDM yang tersedia dirasa tidak cukup, dia khawatir ini justru akan membuka peluang bertambahnya tenaga kontrak.

"Kalau tidak dipantau, akan muncul model yang bukan profesional. Siapa yang jadi pemimpin, dia akan membawa gerbongnya ke sana," ujar Lina.

Namun dia menekankan bahwa ini bukan cuma soal mengubah plang atau mencari gedung baru.

Proses yang paling rumit justru membagi tugas dan fungsi masing-masing kementerian agar tak tumpang tindih, serta memastikan koordinasi pekerjaan berjalan mulus.

“Ini juga mengubah tugas pokok dan fungsinya sampai ke bawah, sampai berkoordinasi dan sebagainya. Itu biayanya besar sekali, dalam arti bukan sekadar uang yang dikeluarkan, tapi energinya juga,” jelas dia.

Semakin banyak kepala, alur birokrasinya pun akan semakin rumit dan panjang. Ini dapat menjadi beban dalam mengeksekusi program-program pemerintahan Prabowo-Gibran.

Padahal Prabowo-Gibran memiliki sejumlah program ambisius, seperti makan siang bergizi untuk puluhan juta anak serta swasembada pangan dan energi.

"Biasanya satu tahun pertama masih koordinasi sana-sini, apalagi mereka yang bukan orang-orang birokrasi, tidak tahu cara berkomunikasi dalam birokrasi," kata Lina.

Menurutnya, peran menteri koordinator menjadi krusial untuk memastikan kewenangan setiap kementerian tidak tumpang tindih.

Kabinet gemuk tak cuma berdampak di level pusat, kata Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman.

Ini akan menambah kebingungan pemerintah daerah soal program kerja dan regulasi.

"Sering sekali teman-teman di daerah bertanya, 'Orang tua kami di pemerintah pusat itu siapa?' Kementerian Dalam Negeri atau kementerian sektoral?' Karena yang dilakukan oleh kementerian teknis itu sering sekali tumpang tindih," ujar Herman.

Ditambah lagi soal ego sektoral yang masih kerap muncul antar-kementerian/lembaga.

Dia mencontohkan soal perizinan berusaha yang diintegrasikan ke dalam satu platform sesuai amanat Undang-Undang Cipta Kerja.

Namun nyatanya, aturan itu membuka peluang setiap kementerian punya sistem sendiri sehingga menyulitkan integrasi sistem perizinan.

KPPOD berharap kabinet yang baru ini, walau gemuk, dapat lebih selaras.

Dia juga mewanti-wanti agar pemerintah daerah tidak mengadopsi secara gamblang postur pemerintahan yang gemuk ini.

"Jangan sampai ini menimbulkan bebas fiskal ke daerah," kata Herman.

Kabinet anyar yang diumumkan Prabowo Subianto adalah yang tergemuk selama era Reformasi dan Orde Baru.

Berdasarkan data yang dirilis Sekretariat Kabinet, jumlah menteri kabinet sejak masa Presiden B.J. Habibie sampai Jokowi tak pernah lebih dari 40 kementerian.

Sebelum Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran, rekor menteri terbanyak ada pada pemerintahan Presiden B.J. Habibie sebanyak 37 menteri.

Presiden Megawati Soekarnoputri memiliki menteri paling sedikit sepanjang era Reformasi, yakni 33 menteri pada periode 2001-2004.

Mundur ke era Orde Baru, Presiden Soeharto pernah memiliki kabinet gemuk dengan 44 menteri saat “Kabinet Pembangunan V” bergulir 1988 - 1993.

Namun kalau dirunut sejak Indonesia merdeka, kabinet tergemuk dimiliki Presiden Soekarno pada era pergolakan politik 1965/1966.

Saat itu, Soekarno merekrut 132 menteri. Kabinet yang dinamakan Dwikora II ini hanya bertahan selama beberapa bulan sebelum Soeharto mengambil alih kekuasaan dan membentuk Kabinet Ampera I dan II. (*)

Tags : Politik, Indonesia, Pemilu 2024, Populisme,