Internasional   2021/02/02 15:29 WIB

Presiden AS Joe Biden Ancam Jatuhkan Sanksi Adanya Kudeta Militer di Myanmar

Presiden AS Joe Biden Ancam Jatuhkan Sanksi Adanya Kudeta Militer di Myanmar
Biden mengatakan kudeta militer di Myanmar adalah "serangan langsung terhadap demokrasi dan supremasi hukum".

INTERNASIONAL - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengancam akan kembali menjatuhkan sanksi kepada Myanmar setelah militer di negara itu mengambil alih kekuasaan. Tentara Myanmar menahan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin sipil lainnya, dan menuduh partai Suu Kyi melakukan kecurangan atas kemenangan besar dalam pemilihan umum baru-baru ini.

Dalam sebuah pernyataan, Biden mengatakan "kekerasan tidak boleh dibiarkan mengesampingkan keinginan rakyat atau berupaya untuk menghapus hasil pemilihan yang kredibel". Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Inggris juga mengutuk kudeta tersebut. AS telah mencabut sanksi selama dekade terakhir seiring dengan transisi Myanmar menuju negara demokrasi. Biden mengatakan pemberlakuan kembali sanksi kepada Myanmar akan segera ditinjau, seraya menambahkan: "Amerika Serikat akan membela demokrasi di mana pun ia diserang."

Ia sebelumnya memperingatkan Amerika Serikat akan meminta pertanggungjawaban militer Myanmar karena menghentikan transisi demokrasi dan melancarkan kudeta. Biden menggambarkan penahanan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan pejabat-pejabat sipil lain sebagai "serangan langsung terhadap demokrasi dan supremasi hukum". "Di alam demokrasi, militer tidak boleh menafikan keinginan rakyat atau mencoba untuk menghapus hasil pemilihan yang jujur dan adil," kata Biden seperti dirilis BBC News.

Ia menyerukan masyarakat internasional untuk bersatu menekan militer Myanmar, agar sesegera mungkin menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil dan mencabut semua pembatasan. Pernyataan ini dikeluarkan setelah militer Myanmar memecat 24 menteri dan mengangkat 11 menteri baru di bawah pemerintahan baru, menyusul pengambilalihan kekuasaan dan pemberlakuan kondisi darurat hari Senin (01/02).

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut langkah tentara itu sebagai "pukulan serius bagi reformasi demokrasi". PBB menuntut pembebasan dari 45 orang yang dikatakan telah ditahan. Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson mengutuk kudeta dan "pemenjaraan yang melanggar hukum" terhadapan Aung San Suu Kyi.

Para pemimpin Uni Eropa mengeluarkan kecamanan

China, yang sebelumnya menentang intervensi internasional di Myanmar, mendesak semua pihak di negara itu untuk "menyelesaikan perbedaan". Namun beberapa negara tentangga di Asia Tenggara, termasuk Kamboja, Thailand dan Filipina, mengatakan apa yang terjadi di Myanmar adalah "masalah internal". Pemimpin politik Aung San Suu Kyi yang ditahan menyerukan kepada para pendukungnya untuk menolak kudeta.

Pengumuman ini dilakukan melalui televisi militer Myawadday dan pengangkatan menteri baru termasuk menteri keuangan, kesehatan, informasi, luar negeri, pertahanan dan dalam negeri. Tentara berjaga-jaga di jalan-jalan di ibu kota Naypyidaw, serta kota terbesar, Yangon. Jam malam telah diberlakukan. Rekaman video yang disiarkan televisi militer mengumumkan bahwa keadaan darurat akan berlaku selama satu tahun. Semua kekuasaan telah diserahkan kepada panglima tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut pernyataan TV militer.

Kudeta dilakukan menyusul kemenangan mutlak partai Suu Kyi dalam pemilu November lalu, yang disebut militer marak dengan kecurangan. Suu Kyi mendesak para pendukungnya untuk "tidak menerima ini" dan "protes menentang kudeta". Dalam suarat yang ditulis sebelum dia ditangkap, Suu Kyi mengatakan langkah militer kembali membuat negara kembali ke kediktatoran. Sementara militer, dalam pernyataan terbarunya, menyatakan mereka akan mereformasi Komisi Pemilihan Umum dan memeriksa daftar pemilih.

Seperti dikutip dari laman resmi militer, mereka mengeklaim akan menggelar pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang.   Militer Myanmar mengatakan penahanan terhadap sejumlah pemimpin politik Myanmar dilakukan untuk "merespons kecurangan pemilu". Myanmar dikuasai oleh militer sampai 2011, ketika reformasi demokrasi yang dipimpin Suu Kyi mengakhiri kekuasaan tentara. Suu Kyi menghabiskan hampir 15 tahun dalam penahanan antara 1989 sampai 2010. Ia dianggap sebagai pilar demokrasi dan menerima hadiah Nobel Perdamaian pada 1991. Namun citranya ambruk karena dianggap tidak berbuat banyak dalam isu penanganan pengungsi Muslim Rohingya.

"Jam malam diberlakukan - cerita dua WNI di Yangon"

Kondisi malam ini di seluruh kota Myanmar sepi dan lebih lengang dari biasanya, dikarenakan sore tadi telah diumumkan peraturan jam malam mulai pukul 20:00 hingga 05:00 pagi, yang mengharuskan semua warga tinggal di rumah dan tidak beraktivitas di luar selama jam tersebut. Peraturan jam malam ini berlaku mulai Senin (01/02) hingga pemberitahuan lebih lanjut. Hingga malam ini tentara masih berjaga-jaga di sejumlah ruas jalan utama. 

Beberapa area di Yangon juga sudah mengalami pemadaman listrik bergilir. Rekan kerja dari kantor saya, warga Myanmar malam ini mengabari bahwa di daerah tempat tinggalnya sudah terjadi pemadaman listrik. Rombongan mobil-mobil militer sudah banyak masuk kota Yangon dari sejak siang tadi, dan sore menjelang malam ini, suasana terasa lebih mencekam dari biasanya.

Banyak warga yang tinggal di rumah pada pandemi ini, ditambah hari ini banyak perusahaan yang meliburkan karyawannya dikarenakan jaringan komunikasi dan internet terputus. Jaringan ATM telah offline dari jam 08:00 pagi ini, sehingga orang-orang mengantri di bank untuk mengambil persediaan uang tunai. sementara orang asing yang ingin menukar mata uang asing ke Myanmar Kyats juga dibatasi hanya boleh menukar US$200 maksimal per orang.

Siang ini pun, seluruh bank akhirnya menutup seluruh kantor cabang nya karena jaringan terganggu dan tidak stabil. Beberapa ruas jalan ada yang dijaga oleh tentara. Banyak juga tentara yang berjaga jaga di sekitar gedung-gedung pemerintahan, dan gedung-gedung kedutaan yang juga terletak di pusat kota, tak jauh dari tempat saya tinggal.

'Warga panik, antrean panjang di depan bank dan supermarket'

Rina, warga Indonesia yang tinggal di pinggiran kota Yangon. Sejak Senin (01/02) pagi, warga beramai-ramai memadati anjungan tunai mandiri (ATM), supermarket, dan toko sembako. Saya bicara dengan dengan beberapa orang yang juga antre di depan bank. Mereka mengatakan, "Kami sangat tidak bahagia pagi ini kenapa sampai terjadi seperti ini."

Tadi pagi saya sempat keluar untuk tarik uang dari ATM. Walau di jalan-jalan terlihat cukup tenang, antrean panjang sekali. Supermarket, dan juga apotek dan juga warung-warung kecil yang jual beras dan minyak itu semua antrenya panjang sekali. Warga nampaknya mengalami kepanikan untuk membeli barang-barang (panic buying), karena kekhawatiran jalan-jalan akan ditutup. Di wilayah tempat saya tinggal, belum terlihat ada pengerahan tentara di jalan-jalan. Namun, saya tidak tahu situasinya di pusat kota.

Jalan dari kota menuju bandara Yangon International Airport sudah ditutup sejak pukul delapan pagi. Saya kebetulan tinggal di dekat bandara. Edaran yang dikeluarkan KBRI di Myanmar menyerukan WNI untuk menyiapkan bahan-bahan makanan dan obat-obatan untuk keperluan satu sampai dua minggu ke depan. TV dan Radio sudah dipadamkan. Internet lewat operator sudah tidak bisa digunakan. Saya hanya bisa mengakses internet dari jaringan wilayah lokal nirkabel (wifi) rumah, dan tidak tahu sampai kapan internetnya bisa diakses.

Seluruh warga saat ini diperintahkan untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Pihak NLD sudah mengeluarkan pernyataan yang meminta warga untuk tetap tenang, dan mereka akan mencoba negosisasi. Jadi, ini sudah resmi, militer Myanmar telah mengkonfrimasi bahwa mereka telah melakukan kudeta, perlawanan pertama mereka terhadap pemerintahan sipil sejak 1962, dan ini jelas-jelas melanggar konstitusi yang telah dijanjikan mereka untuk menghormatinya, Sabtu kemarin.

Berbagai keluhan yang memicu ketegangan antara militer dan pemerintah sudah cukup diketahui. Partai yang mendukung militer, USDP, tampil buruk dalam pemilu November 2020 silam, sedangkan NLD tampil lebih baik dibanding pemilu 2015 lalu. Momen pengambilalihan kekuasaan ini juga mudah dijelaskan. Pekan ini adalah acara sidang pertama parlemen sejak pemilu bergulir, yang akan mengesahkan hasil pemilu untuk menyetujui pemerintahan berikutnya. Tapi, itu tidak akan terjadi.

Tapi rencana strategi jangka panjang pihak militer itu yang sulit dipahami. Apa rencana mereka tahun ini ketika melapangkan jalan mereka sendiri untuk mengambil alih pemerintahan?. Ini akan memicu kemarahan publik atas pengambilalihan pemerintahan setelah hasil pemilu yang diikuti 70% pemilih di tengah pandemi telah memenangkan Aung San Suu Kyi.

Terkenal keras kepala, Suu Kyi tidak mungkin bekerja sama dengan todongan pistol di kepalanya. Sekutunya, Presiden Win Myint, adalah satu-satunya orang yang diberi wewenang berdasarkan konstitusi untuk memberlakukan keadaan darurat. Dia telah ditahan bersamanya. Saat ini, tindakan militer terlihat sembrono, dan telah menempatkan Myanmar pada jalur yang berbahaya. Penangkapan para politisi terjadi di tengah ketegangan antara pemerintah sipil dan militer. Dalam pemilu pada November tahun lalu, NLD memenangkan cukup kursi di parlemen untuk membentuk pemerintahan, namun militer menganggap pemungutan suara itu curang. Militer telah meminta pemerintah untuk menunda sidang parlemen, yang akan berlangsung pada hari Senin (01/02).

Juru bicara NLD, Myo Nyunt mengatakan kepada kantor berita Reuters via sambungan telepon bahwa Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya telah "dibawa" pada Senin (01/02) dini hari. "Saya ingin memberitahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum," ujarnya, seraya menambahkan bahwa ia juga diperkirakan akan ditahan.

Merespon aksi penahanan para pemimpin politik Myanmar, Australia menuntut tentara Myanmar segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin lainnya, memperingatkan bahwa militer "sekali lagi berusaha untuk merebut kendali" negara itu. "Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati aturan hukum, untuk menyelesaikan perselisihan melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah," kata Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari kantor berita AFP.

Sementara, mengutip dari kantor berita Reuters, Amerika Serikat menyatakan menolak setiap upaya untuk mengubah hasil pemilihan terbaru atau mengubah transisi demokratis Myanmar.  "Amerika Serikat menentang segala upaya untuk mengubah hasilpemilihan umum baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika tidak menghentikan apa yang mereka lakukan, " kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa Presiden AS Joe Biden telah diberi pengarahan

Apa yang terjadi di Myanmar?

Saluran telepon dan koneksi internet terganggu di kota-kota besar Myanmar, sedangkan media pemerintah Myanmar, MRTV, mengalami masalah teknis dan tidak dapat melakukan penyiaran. "Karena kesulitan komunikasi saat ini, kami dengan hormat ingin memberi tahu Anda bahwa program reguler MRTV dan Radio Myanmar tidak dapat disiarkan," kata Radio dan Televisi Myanmar dalam sebuah unggahan di halaman Facebook-nya.

Militer juga mendatangi rumah sejumlah menteri utama di beberapa daerah dan membawa mereka pergi, kata anggota keluarga. Ada banyak tentara di jalan-jalan ibu kota, Naypyitaw, dan kota utama, Yangon. Ia menggambarkan apa yang terjadi di Myanmar terlihat seperti kudeta skala penuh, meskipun minggu lalu militer berjanji untuk mematuhi konstitusi yang dirancangnya lebih dari satu dekade lalu. Konstitusi itu memang memberi wewenang untuk mengumumkan keadaan darurat, tetapi menahan para pemimpin politik seperti Suu Kyi adalah langkah yang provokatif dan sangat berisiko, yang mungkin akan ditentang keras, kata Jonathan Head. Pada hari Sabtu (30/01), angkatan bersenjata Myanmar berjanji untuk mematuhi konstitusi karena kekhawatiran yang meningkat bahwa mereka bersiap untuk melakukan kudeta.

NLD memenangkan 83% kursi parlemen dalam pemilu yang digelar 8 November 2020 dalam apa yang disebut sebagai referendum atas pemerintahan sipil Suu Kyi. Itu merupakan pemilu kedua sejak berakhirnya kekuasaan militer pada 2011. Namun militer menolak hasil pemilu tersebut, dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terhadap presiden dan ketua komisi pemilihan. Ketakutan akan kudeta meningkat setelah militer baru-baru ini mengancam akan "mengambil tindakan" atas dugaan kecurangan pemilu. Namun KPU membantah tuduhan tersebut.

Siapakah Aung San Suu Kyi?

Aung San Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San. Ayahnya tewas dibunuh ketika Suu kyi berusia dua tahun, tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948. Suu Kyi pernah dianggap sebagai simbol hak asasi manusia - seorang aktivis berprinsip yang menyerahkan kebebasannya untuk menantang jenderal militer yang kejam yang memerintah Myanmar selama beberapa dekade.

Pada tahun 1991, ia dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian, saat masih dalam tahanan rumah, dan dielu-elukan sebagai "contoh luar biasa dari kekuatan yang tak berdaya". Suu Kyi menghabiskan hampir 15 tahun di tahanan antara tahun 1989 dan 2010. Pada November 2015, dia memimpin partai NLD meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pertama Myanmar yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Konstitusi Myanmar melarangnya menjadi presiden karena ia memiliki anak yang merupakan warga negara asing. Tapi Suu Kyi, yang kini berusia 75 tahun, secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto. Namun, sejak menjadi penasihat negara Myanmar, kepemimpinannya ditentukan oleh perlakuan terhadap etnis minoritas Rohingya yang sebagian besar beragama Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan represi militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine. Mantan pendukung Suu Kyi di kancah internasional menuduhnya menutup mata terkait pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida yang yang dialami etnis Rohingya. Sebab, Suu Kyi menolak mengutuk militer atas tindakan mereka atau mengakui laporan kekejaman terhadap etnis itu.

Beberapa orang awalnya berpendapat bahwa ia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks. Namun pembelaan pribadinya atas tindakan tentara di sidang Mahkamah Internasional pada tahun 2019 di Den Haag dipandang sebagai titik balik yang melenyapkan sedikit yang tersisa dari reputasi internasionalnya. Di negaranya sendiri, bagaimanapun, "Nyonya", begitu Suu Kyi dikenal, tetap sangat populer di antara mayoritas umat Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk etnis Rohingya. (*)

Tags : Presiden AS Joe Biden, Ancam Jatuhkan Sanksi, Kudeta Militer di Myanmar,