SENI BUDAYA - Penduduk setempat memercayai bahwa tidak boleh membuang patung dewa yang sudah tua. Jadi, selama lebih dari 30 tahun, seorang pria tua telah mengumpulkan ribuan patung yang tidak diinginkan dan ditinggalkan di lereng bukit.
Tersembunyi di pesisir pantai barat daya pulau Hong Kong, taman air terjun Bay Park adalah oasis yang tenang, tidak ada keriuhan hingar bingar jalan raya dan deretan gedung pencakar langit yang berdiri menjulang tersebar di sebagian besar pusat kota. Air terjun yang mengalir di taman inilah yang memikat kapal dagang dan bajak laut Inggris pada tahun 1700-an, dan air segar yang mengalir ke saluran-saluran air (disebut "Heung gong" oleh warga setempat) yang konon dari situlah nama Hong Kong berasal.
Saat ini, terdapat deretan pohon pinus taman dan panorama pantai yang menakjubkan, yang menarik minat penduduk setempat dan turis untuk menikmati taman tersebut. Mereka datang untuk menghirup udara segar, berenang, atau menyaksikan matahari terbenam di teluk. Dikelilingi oleh rangkaian pegunungan dan menghadap ke Laut Cina Selatan, pemandangan dari tebing di taman itu sangatlah indah. Tetapi ada sesuatu yang membuat tempat ini menakjubkan, dan juga membuat sebagian besar pengunjung tercengang.
Untuk melihatnya, pengunjung harus melewati sebuah jalan setapak dari pintu masuk di pinggir jalan mengarah ke anak tangga yang menurun ke area rindang di bawah naungan pepohonan beringin. Di sana, sejauh mata memandang, terlihat ribuan patung Dewa Dewi dan Buddha beraneka warna dan menutupi lereng bukit berbatu dalam suasana magis. Orang-orang yang lewat sesekali berhenti untuk mengambil foto atau membakar dupa sebagai persembahan, hanya beberapa yang tahu bagaimana dewa-dewi setinggi lutut ini sampai di sini atau mengapa bisa ada begitu banyak patung.
Tetapi pada kunjungan baru-baru ini, seorang pria tua yang baik hati muncul dan mulai memungut daun-daun berguguran yang jatuh di atas beberapa patung dan mengelap bersih patung yang lainnya dengan kain. "Saya telah mengurus para dewa-dewi di sini selama lebih dari 30 tahun," katanya, memperkenalkan dirinya sebagai Wong Wing-pong, berusia 88 tahun, seorang diri mendedikasikan hidupnya sebagai penjaga di situs tersebut, yang secara lokal dikenal sebagai "langit yang penuh dengan Dewa Dewi dan Buddha" dirilis BBC News.
Wong tinggal di sebuah flat yang terletak di tepi tebing di atas taman, ia memberi tahu saya bahwa tiga dekade yang lalu hanya ada beberapa patung, tetapi seiring berjalannya waktu, seluruh lereng bukit menjadi tertutup oleh patung-patung. Wong tidak yakin berapa jumlah pasti patung dewa dewi disana, tetapi ia memperkirakan bahwa setidaknya ada 2.000 hingga 3.000 patung. "Tersiar kabar bahwa ini adalah tempat untuk membawa dewa dewi yang terlantar," katanya.
"Ini menjadi seperti rumah jompo bagi mereka. Ketika orang-orang tidak memiliki ruang lagi untuk meletakkan patung di rumah, mereka membawanya ke sini."
Merupakan hal yang biasa bagi orang-orang di Hong Kong untuk menyimpan patung kecil dewa dewi yang dihormati dalam agama lokal seperti Taoisme, Buddha, dan Konfusianisme di rumah mereka. Di antara yang paling populer adalah Guanyin, Dewi Belas Kasih; Guandi, Dewa Perang; dan Tin Hau, Dewi Laut.Rumah tangga sering kali membuat kuil kecil untuk patung dewa dewi ini, tempat mereka menyembah; membakar dupa sebagai persembahan; dan berdoa untuk berkah keberuntungan, perlindungan dan kesehatan.
Namun, dengan keterbatasan ruang di Hong Kong, yang terkenal dengan harga sewa setinggi langit untuk tempat tinggal yang sempit, para penduduk setempat seringkali kehabisan ruang untuk menyimpan patung dewa-dewi mereka. Alih-alih membuang yang sudah tua atau rusak, karena dianggap akan membawa sial, orang-orang di Hong Kong lebih memilih untuk meninggalkan patung dewa dewi mereka- yang sudah terkelupas atau pudar- di sudut jalan.
Dewa dewi yang ditinggalkan ini seringkali menarik patung-patung lain untuk diletakkan di tempat yang sama, sehingga terbuatlah kuil kecil dadakan di seluruh kota. Selama beberapa dekade, panti asuhan dewa dewi binaan Wong yang terletak di lereng bukit menjadi rumah jompo terbesar di Hong Kong. "Tujuan membeli patung dewa dan dewi adalah untuk membawa keberuntungan, kesehatan dan kemakmuran bagi Anda dan keluarga ," kata Wong.
"Jika Anda mengabaikannya, itu berarti Anda tidak akan mendapatkan keberkahan lagi. Tidak baik bagi hati nurani atau keberuntungan Anda untuk membuangnya begitu saja."
Alternatifnya adalah membawa dewa dewi yang disingkirkan ke situs ini, yang berarti membawa mereka kepada Wong untuk dirawat. Sebagai seorang penganut Buddha yang taat sejak muda, Wong mengatakan itu adalah kehendak Ilahi yang membuatnya menjadi penjaga di sini. "Saya ditakdirkan untuk melindungi mereka," katanya.
"Jika saya tidak merawat mereka, tidak akan ada yang melakukannya. Saya melakukan ini karena rasa cinta kasih. Saya tidak tahan melihat patung-patung ini ditinggalkan begitu saja."
Sebelumnya, ia berprofesi sebagai tukang daging, Wong menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan memotong-motong bagian tubuh hewan mati dan mengambil daging. Tapi saat ini yang Wong lakukan sangat berbeda dari sebelumnya, dia sekarang menghabiskan waktunya untuk menyatukan kembali bagian-bagian tubuh. Wong mengunjungi lokasi tersebut dua kali sehari, biasanya pada pagi hari sekitar pukul 08:00 dan kemudian di sore hari.
Rutinitasnya melibatkan menyapu dedaunan, membersihkan patung dan memperbaiki yang retak atau rusak dengan lem instan yang selalu dia bawa di sakunya. Dengan merawat para dewa dewi dengan baik, Wong yakin mereka akan merawatnya dengan baik dan dia akan terus menerima berkah mereka. "Bisa dibilang aku adalah penjaga semua dewa dewi. Mereka semua punya nilai yang sama dengan saya," ujarnya.
Meskipun sebagian besar patung adalah Buddha dan dewa dewi Tao, namun semua patung dari agama apapun diterima, termasuk sejumlah ikon Kristen yang ditemukan di lereng bukit. Akibatnya terdapat berbagai dewa dewi multikultural di situs ini yang mencerminkan kota itu sendiri, terdapat perpaduan pengaruh timur dan barat yang terus membentuknya. "Kami menerima tidak hanya patung Buddha tetapi dewa dan dewi dari semua agama. Saya menyambut mereka semua, " kata Wong.
"Ini adalah satu-satunya tempat di Hong Kong untuk menempatkan semua patung-patung ini, apa pun agamanya."
Terlepas dari banyaknya patung disana, tempat dewa dewi yang tidak diinginkan dan ditinggalkan ini serta pengurusnya relatif tidak diketahui oleh kebanyakan penduduk Hong kong. Bahkan ketika saya menelepon kantor pemerintah daerah bagian pertamanan untuk menanyakan apakah mereka dapat menghubungkan saya dengan Wong, mereka mengaku tidak pernah mendengar tentang dia atau bahkan kuil itu sendiri. Namun di satu sisi, mistik yang tidak biasa dari situs ini menambah pesonanya.
Dalam setiap kunjungan, Wong berdoa kepada para dewa dan membuat persembahan dengan dupa. Sangat cocok untuk usianya, ia memantau seluruh lokasi, yang panjangnya setidaknya tiga bus tingkat, memanjat batu besar untuk mengakses tempat yang sulit dijangkau dan berjalan di sepanjang jalan sempit yang berliku-liku di lereng bukit. "Terima kasih kepada para dewa, mereka memberkati saya untuk menjadi sehat dan penuh kasih," kata Wong, sambil menatap patung-patung dengan kasih sayang kebapakan.
Meskipun Wong sendiri tidak pernah membawa patung ke sini, dia telah membawa pulang beberapa patung selama bertahun-tahun, termasuk salah satu dari Guanyin dan salah satu dari Guandi. Wong mengatakan, meski situs tersebut belum banyak diketahui orang, mereka yang pernah mendengarnya terus membawa arca setiap bulan. Beberapa bisnis, termasuk banyak restoran, membuang patung yang tidak diinginkan begitu saja di bawah lereng bukit dan Wong menemukan tempat untuk mereka.
Orang lain akan menemukan tempat di lereng dan menempatkan patung itu sendiri. "Beberapa orang bahkan membeli patung hanya untuk dibawa ke sini," kata Wong.
"Mereka tahu ada tempat di sini untuk menyembah para dewa dan sebagai gantinya para dewa akan memberi mereka berkah."
Seorang penduduk setempat, Li, telah mengunjungi situs tersebut selama lebih dari 20 tahun. "Aku membawa satu patung dewi Guanyin ke sini dari rumah," kata Li, sambil meletakkan dupa ke dalam pot di depan salah satu dewa. "Seseorang memberikannya kepada saya, dan akhirnya saya membawanya ke sini."
Li berterima kasih kepada Wong atas semua pekerjaan yang dilakukannya untuk memelihara situs dan berusaha mengunjunginya hampir setiap hari. "Saya mencintai semua dewa; mereka sangat cantik. Saya datang ke sini untuk menyembah patung dewa dewi, karena saya ingin membawa keberuntungan bagi keluarga saya."
Menurut Wong, situs tersebut diberkati dengan keberuntungan karena daerah tersebut menghadap pegunungan dan lautan, di mana energi feng shui (qi) yang baik dikatakan terkumpul. "Semua ahli feng shui mengatakan ini adalah tempat yang sangat menguntungkan," kata Wong.
"Mengingat feng shui yang bagus di tempat itu, saya percaya sudah takdir bahwa para dewa dan dewi mulai muncul dan orang-orang terus membawa mereka ke sini. Itu sudah ditakdirkan untuk terjadi."
Dengan semua dewa dan dewi menghadap lautan, Wong yakin para dewa tetap terlindungi, sehingga mereka pada gilirannya dapat terus melindungi dan memberkati pengikutnya. Ia mengatakan bahwa meskipun cuaca panas di musim panas, lereng bukit tetap sejuk; dan jika cuaca dingin di musim dingin, di lereng bukit ini tidak akan terlalu dingin.
Dan, Wong mengatakan dia akan terus menjaga para dewa dewi ini sampai dia tidak bisa lagi berjalan, dia tidak khawatir kalau nanti tidak ada orang yang bisa mengambil alih darinya untuk menggantikannya. "Saya yakin energi yang baik dari tempat ini akan membawa orang yang lewat untuk terus datang dan menyembah dewa," katanya.
"Bahkan ketika saya pergi, seseorang akan dipandu ke sini untuk menjaga mereka, sama seperti saya bertahun-tahun yang lalu. Para dewa akan memastikan mereka dijaga. Ini adalah takdir". (*)
Tags : Pria Tua Wong Wing-pong, Merawat Ribuan Patung Dewa - Dewi Terlantar,