PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Dengan usaha serta kerja keras pemangku kepentingan di industri sawit akhirnya produk hilirisasi sawit sedikit meningkat.
"Produk turunan CPO Riau meningkat sudah ekspor 15,8 juta ton produk olahan sawit."
“Untuk itu kita terus memacu hilirisasi agar dapat bertambah sehingga dapat menghasilkan nilai tambah. Karena semakin ke hilir maka semakin tinggi nilai tambahnya,” himbau Aryan Warga, Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian.
Aryan mengakui jika tahun ini hilirisasi dari produk turunan dari crude palm oil (CPO) tahun ini sedikit meningkat ketimbang dua tahun lalu. Pasalnya jika dua tahun lalu produk turunan yang dihasilkan dari CPO hanya 23 produk turunan, tapi tahun ini sudah mancapai 23 produk turunan.
Pada dasarnya, CPO itu sendiri sebenarnya bisa digunakan untuk industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, serta minyak goreng dan margarin. CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia, seperti methyl ester, asam lemak (fatty acid), dan gliserin (glycerine).
Bahkan saat ini pemerintah sedang menggodok bagaimana supaya produk CPO bisa digunakan untuk bahan bakar alternatif (biodisel).
“Sedangkan di Indonesia produk turunan CPO banyak digunakan untuk industri pangan berupa minyak goreng, margarin, shortening, dan vegetable ghee. Kemudian untuk industri oleokimia, antara lain berupa fatty acids, fatty alcohol dan glycerin, dan biodiesel,” urai Aryan.
Sejak pemerintah menetapkan untuk bea keluar (BK) produk turunan lebih rendah daripada BK CPO maka hilirisasi meningkat. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 67/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor. Walhasil penetetapan BK CPO. pemberlakuan BK CPO berdampak positif pada peningkatan hilirisasi di dalam negeri, terbukti dengan peningkatan jumlah produk turunannya.
Sementara Riau berhasil mengekspor 15,8 juta ton produk olahan sawit sejak tahun 2022.
"Total ada 18 produk olahan dari kelapa sawit. Jadi bukan hanya CPO saja yang diekspor. Ada juga bungkil, biji sawit, tandan kosong hingga biodiesel," kata Kepala Kantor Wilayah DJBC Riau, Agus Yulianto pada media, Senin (30/1/2023) kemarin.
DJBC Riau mencatat, Riau telah mengekspor sebanyak 15,8 juta ton lebih produk olahan dari kelapa sawit di tahun 2022. Jumlah ini tercatat mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021.
Tercatat, di tahun 2021 ekspor produk olahan sawit sebesar 15 juta ton. Dengan demikian, di tahun 2022 ada peningkatan sebesar 853.797 ton atau 5,69 persen.
Agus mengatakan, dari total ekspor produk olahan sawit itu, telah menyumbang devisa negara sebesar USD 20,4 miliar.
Jumlah ini juga tercatat mengalami kenaikan sebesar USD 853.797 dari tahun 2021, atau sebesar USD 656,74 juta atau 3,32 persen. Yang mana di tahun 2021, devisa yang dihasilkan dari ekspor produk olahan sawit di Riau mencapai USD 19,75 miliar.
Dia menyebutkan, bahwa kinerja ekspor bahan olahan sawit tertinggi terjadi di bulan Agustus 2022, yang mencapai 2,19 juta ton.
Sementara paling rendah terjadi di bulan Mei 2022, yakni hanya 342 ribu ton. Rendahnya ekspor di bulan Mei ini terjadi lantaran adanya kebijakan larang ekspor yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak 28 April 2022 lalu hingga akhir Mei 2022. (*)
Tags : produk hilirisasi sawit, produk turunan cpo Riau meningkat, Riau ekspor 15, 8 juta ton produk olahan sawit,