Pelaksanaan tambang harus dinilai ramah lingkungan.
AGAMA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan.
Fatwa MUI ini ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI KH Hasanuddin AF dan Sekertaris Komisi Fatwa MUI Prof. Dr KH Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, SAg Lc MA.
KH Asrorun Niam Sholeh yang saat ini menjadi Ketua MUI Bidang Fatwa mengingatkan kembali ketentuan hukum terkait Fatwa MUI tentang Pertambangan Ramah Lingkungan.
Kiai Niam mengungkap bagaimana ketentuan hukum dalam fatwa tersebut. Pertama, pertambangan boleh dilakukan sepanjang untuk kepentingan kemaslahatan umum, tidak mendatangkan kerusakan, dan ramah lingkungan.
"Kedua, pelaksanaan pertambangan sebagaimana dimaksud (dalam ketentuan hukum pertama) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut," kata Kiai Niam, Senin (29/7/2024).
Kiai Niam menyampaikan, persyaratannya di antaranya harus sesuai dengan perencanaan tata ruang dan mekanisme perizinan yang berkeadilan.
Dia menjelaskan, harus dilakukan studi kelayakan yang melibatkan masyarakat pemangku kepentingan (stakeholders).
Pelaksanaan tambang pun dinilai harus ramah lingkungan (green mining).
Dia menjelaskan, tambang tidak boleh menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta perlu adanya pengawasan (monitoring) berkelanjutan.
Melakukan reklamasi, restorasi dan rehabilitasi pascapertambangan.
"Pemanfaatan hasil tambang harus mendukung ketahanan nasional dan pewujudan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UUD, dan memperhatikan tata guna lahan dan kedaulatan teritorial," ujar dia.
Kiai Niam melanjutkan penjelasannya, ketentuan hukum ketiga, pelaksanaan pertambangan sebagaimana dimaksud (ketentuan hukum pertama) wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah), yang antara lain, menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut, dan menimbulkan pencemaran air serta rusaknya daur hidrologi (siklus air).
Pengelola juga dinilai wajib menghindari kerusakan seperti menyebabkan kepunahan atau terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya, menyebabkan polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global, mendorong proses pemiskinan masyarakat sekitar, dan mengancam kesehatan masyarakat.
Ketentuan hukum kelima, kegiatan pertambangan yang tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana (ketentuan hukum kedua dan ketiga) serta tidak mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, hukumnya haram.
"Keenam, mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan pertambangan ramah lingkungan hukumnya wajib," ujar Kiai Niam seperti dirilis Republika.
Berikut ini syarat yang harus dipenuhi agar tambang ramah lingkungan tidak haram sebagaimana ketentuan hukum Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan.
Syarat lainnya wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah) antara lain:
(*)
Tags : tambang, konsesi tambang, muhammadiyah, konsesi tambang untuk ormas, ormas soal konsesi lahan tambang, konsesi tambang, tambang dan konsesinya, persyaratan agar tambang tak dikatakan haram, fatwa MUI tentang tambang, MUI beri syarat agar tambang tak haram,