"Di tengah tren kenaikan harga kebutuhan pokok, apa saja menu makanan yang didapat dengan harga Rp10.000 dan bagaimana kandungan gizinya?"
rogram makan bergizi gratis (MBG) rata-rata anggarannya sebesar Rp10.000 per porsi yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto, turun dari sebelumnya Rp15.000.
Beberapa rumah makan di lima wilayah seperti di Kota Pekanbaru, Riau misalnya untuk membeli menu makanan dengan uang Rp10.000 memang masih bisa didapat, sepetong ikan ditambah nasi dan sayur daun ubi rebus serta sedikit sambal lado.
Tetapi di Tangerang, uang sebesar itu bisa untuk membeli nasi dengan lauk telur atau usus ayam, yang dilengkapi dengan tempe dan sayur. Sementara di Semarang, Medan dan Gorontalo, menunya lebih beragam. Ada ikan, udang, hingga ayam.
Namun, Rp10.000 di Jayapura, Papua, hanya cukup untuk membeli nasi, sayur, tempe dan tahu atau diganti kerupuk.
Di wilayah-wilayah ini, jangan harap mendapatkan buah, susu, bahkan lauk daging sapi dengan uang sebesar itu.
Beberapa ahli gizi menyebut Rp10.000 memang cukup untuk membeli seporsi makanan, namun nominal itu jauh dari kata cukup untuk memberantas stunting.
"Dengan Rp10.000 jika tujuannya untuk memberantas stunting, kandungan gizinya kurang. Harga ini mencekik penyedia makanan," kata ahli gizi Hafizha Anisa, Rabu (04/12).
Beberapa pengusaha rumah makan dan katering di Riau misalnya memandang uang Rp10.000 untuk seporsi makan "tidak masuk akal".
"Kalau angka segitu saya enggak berani [ikut program MBG]. Yang ada bisa tutup usaha kami," kata Azis, pemilik usaha katering di Pekanbaru.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan anggaran MBG yang digadang-gadang sebagai program andalan untuk mengatasi stunting turun dari Rp15.000 menjadi Rp10.0000 per porsi lantaran kondisi anggaran negara yang tak memungkinkan.
Berdasarkan uji coba selama hampir setahun di Pulau Jawa, pemerintah mengeklaim uang Rp10.000 dapat memenuhi kebutuhan makan bergizi dengan jumlah 600-700 kalori dalam satu porsi.
Hingga kini pemerintah masih melakukan simulasi pelaksanaan program MBG di ratusan titik di Indonesia.
MBG disebut akan mulai diimplementasikan pada Januari 2025 dengan menyasar tiga juta anak pada tahap awal.
Total biaya yang akan digelontorkan pemerintah untuk program ini mencapai Rp71 triliun.
'Rumah makan ramai belum tentu jual nasi ramas Rp10.000'
Seperti rumah makan bernama Ampera Niyet rumah makan khas daerah Minangkabau, Sumatera Barat Jalan Sukarno Hatta dan Arifin Achmad, Pekanbaru tak kunjung sepi. Bahkan, beberapa pembeli terlihat mengantre di depan warung.
Pemiliknya, Achmad Soni, sibuk melayani satu demi satu pelanggan setianya, mulai dari mahasiswa, pekerja kantoran, dan masyarakat umum.
Di tengah kesibukannya, riaupagi.com memesan menu makanan seharga Rp10.000. Mendengar itu, Achmad Soni terkaget sejenak lalu tersenyum.
"Hah? Tidak ada bos yang harga Rp10.000… Tidak masuk akal sama sekali. Selain itu, kalau Rp10.000 itu kita enggak untung," kata Achmad Soni.
Dia menjelaskan harga makanan termurah di warungnya adalah Rp15.000 (nasi ramas), dengan menu nasi dan telur, atau nasi dan ikan.
Kalau mau dapat lauk ayam, lanjut Achmad Soni, harganya mencapai Rp25.000-Rp30.000 per porsi.
Menurut salah satu pengunjung, Yono, harga makanan di warung ini termasuk yang termurah di Pekanbaru. Biasanya dia merogoh kocek sekitar Rp25.000 tiap kali beli makanan.
"Kalau kita makan [sarapan] nasi kuning, itu bisa dapat Rp10.000, tapi porsinya kecil. Isinya ikan potong kecil, nasi kuning juga agak sedikit, kadang ada sayur sedikit sama acar," kata Yono.
Kendati begitu, ketika diminta Achmad Soni untuk menghidangkan menu senilai Rp10.000, Ia tetap memberi.
Ia kemudian menyajikan satu centong nasi dengan porsi kecil yang dilengkapi dengan sepasang tahu dan tempe.
Achmad Soni menambahkan sayur tumis jantung pisang, satu potong sayur nangka atau sayur daun ubi rebus.
Jika ingin pilihan lain, tahu dan tempe dapat diganti dengan kerupuk, katanya.
"Porsinya sedikit, kayak nasi kucing, jadinya," ujar Achmad Soni sambil menyajikan dua jenis makanan itu.
Achmad Soni menuturkan tingginya biaya makanan di Pekanbaru disebabkan oleh harga bahan baku yang mahal. Mulai dari beras, tomat, cabai, hingga pajak ke pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp700.000 per bulan.
"Beras 25kg saja sudah hampir Rp400.000," kata Achmad Soni.
Foto menu makanan senilai Rp10.000 itu kemudian ditanggapi Ketua Jurusan Gizi Poltekes, Sri Iriyanti, untuk dinilai kandungan gizinya.
Sri berkata, kedua menu itu memiliki kandungan karbohidrat dari nasi, asupan protein dari tahu dan tempe, dan vitamin serta mineral dari sayur.
Namun, menurut Sri Iriyanti, kandungan gizi dalam makanan itu sangat kurang, apalagi untuk anak dan ibu hamil yang sangat membutuhkan kandungan gizi yang seimbang.
"Harga Rp10.000 itu cuma dapat tahu tempe. Nah, berarti berkurang itu nilai gizinya, tidak mencukupi, padahal pilihan utama protein yang bagus nilai biologisnya adalah dari hewani. Contohnya ikan, ayam, daging, telur dan lain-lain," kata Sri.
Oleh sebab itu, Sri menilai harga Rp10.000 porsi dalam program MBG tidak cukup, sebab makanan gizi seimbang di Jayapura minimal senilai Rp20.000.
"Dan itu hanya bisa mendapatkan paling tidak satu potong ikan atau protein hewani lain," katanya.
Selain nominal MBG yang kurang, Sri juga khawatir uang Rp10.000 itu berpotensi dipotong dengan biaya-biaya operasional lain yang semakin menjatuhkan nilai gizi makanan.
"Pertanyaannya apakah betul Rp10.000 tidak akan dipotong-potong lagi? Karena dari pengalaman, banyak program-program pemerintah yang digembar-gemborkan sekian rupiah, tapi sampai ke tangan kadang tidak segitu," katanya.
Demi memenuhi asupan gizi yang seimbang, menurut Sri mencontohkan, perlu dilakukan subsidi silang antara di Pulau Jawa dengan Papua.
"Di Papua harga-harga sudah terkenal mahal. Disesuaikan dengan harga-harga yang ada sekarang, realitis lah," katanya.
Dia berharap pemerintah menggali pangan lokal yang lebih murah dan juga bergizi, seperti ubi dan ikan yang melimpah di Papua.
Uang Rp10.000 dapat menu makan apa di Medan, Sumut?
Dari wilayah timur Indonesia, bergeser ke barat Indonesia, tepatnya di Kota Medan, Sumatra Utara.
Salah satu rumah makan khas Minang bernama RM Dua Bersaudara di Jalan Klambir V, Kecamatan Medan Helvetia.
Dengan membawa uang Rp10.000, mencoba memesan makan untuk mengisi perut yang lapar.
Pemilik kedai menyuguhkan dua pilihan lauk: ikan dencis atau telur dadar. Masing-masing disajikan dengan sayur-mayur seperti daun singkong dan nangka serta dilengkapi sambal merah juga kuah gulai.
"Menu Rp10.000 itu sebenarnya dibuat untuk menarik pembeli saja. Karena kondisi usaha juga semakin sulit, daya beli masyarakat semakin turun," kata pemilik rumah makan, Dian Gunawan, Rabu (04/12).
Sementara itu, menu daging ayam dijual seharga Rp12.000 per porsi.
"Sebagian besar pembeli menu Rp10.000 itu dari masyarakat dengan ekonomi lemah," ujar Dian.
Dian menyiapkan modal rata-rata Rp750.000 per hari agar bisa mengolah makanan.
Modal itu dipakai mulai dari membeli beras, sayur, bumbu, daun pisang, karet, kantong plastik dan gas hingga membayar token listrik.
Jika dagangannya banyak terjual, Dian akan memeroleh untung bersih sekitar Rp150.000 hingga Rp200.000 per hari.
Tentang foto dua menu makanan itu ke Dina Keumala Sari, Ketua Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara menjawab, dari segi gizi, Dina menilai masing-masing makanan dapat menyumbang 350-450 kalori, namun komposisi keduanya belum memberi cukup protein yang penting dalam proses pertumbuhan anak.
Idealnya, menurut Dina, satu porsi makanan terdiri atas dua sumber protein, serat, kalsium dan vitamin dengan porsi yang cukup.
Dia kemudian menambahkan bahwa menu makanan senilai Rp10.000 dalam program MBG "mustahil menghasilkan makanan yang bergizi lengkap dan berkualitas.
Dari sisi porsi saja, kata Dina, berat daging ikan mesti 100-150 gram, belum lagi biaya untuk membeli sumber-sumber protein lainnya.
"Jika dilengkapi, bakal baik sekali. Budget Rp10.000 terlalu minim. Ingat, itu bentuk ikan kalau dimakan anak ada yang edible portion, jadi tidak semua dimakan. Contohnya tulang," ujar Dina.
Uang Rp10.000 dapat menu makan apa di Tangerang, Banten?
Dari Pulau Sumatra, beranjak ke Pulau Jawa.
Siang itu, Rabu (04/12), beberapa orang terlihat keluar masuk rumah makan Warung Tegal (Warteg) Sami Asih di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Di bangunan dengan cat berwarna biru putih ini, terdapat tiga orang penjaga yang sedang melayani pembeli.
Di balik etalase kaca, berbagai lauk makanan tersaji untuk para pembeli. Kami lantas memesan dua jenis makanan dengan nominal Rp10.000.
Pada sajian pertama terhidang nasi, telur dadar, tempe goreng, sayur singkong dan sambal.
Untuk sajian kedua adalah lauk tempe orek dan usus. Di sajian ini juga diberikan sayur rebusan singkong dan juga sambal. Pembeli boleh memilih air putih atau teh tawar yang diberikan secara cuma-cuma.
Pemilik warteg, Risono, mengaku modal bahan baku yang dikeluarkan untuk kedua menu tersebut berkisar Rp6.000 per porsi. Angka tersebut sudah dihitung dengan beras yang diberikan.
"Jika sudah diolah dan menjadi matang ditambahkan Rp2.000, jadi total modalnya Rp8.000 per piring," kata Ristono, Rabu (04/12).
Menurut Risoton, uang senilai Rp10.000 tak akan cukup untuk membeli makanan dengan lauk ayam atau daging sebab harga ayam potong di pasaran mencapai Rp40.000 per kilogram.
"Kalau untuk lauk ayam harganya jadi Rp13.000 per porsi. Itu juga belum sama menu yang lain," ujarnya.
Ristono mengatakan anggaran MBG Rp10.000 terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan murid sekolah.
"Bisa saja kalau jumlah pesanan banyak. Tapi tetap tidak bisa maksimal apalagi kalau ditambah dengan susu. Paling bisa dapat protein dari telur dan tempe," sebutnya.
Hal senada diungkapkan seorang pembeli, Abdul Fikri.
"Kalau untuk anggaran segitu paling juga dapat telur dan gorengan. Tapi tidak dapat susu, buah dan yang lainnya," ujarnya di lokasi yang sama.
Fikri bilang biasanya dia merogoh kocek sekitar Rp15.000 hingga Rp17.000 per porsi untuk menikmati hidangan di warteg.
Dia mengaku tak pernah memesan makanan dengan harga Rp10.000.
"Kalau saya makan biasanya [harganya] sampai Rp17.000, itupun lauknya paling telur, kikil dan usus," ujarnya.
Saat ditunjukkan foto kedua makanan itu, ahli gizi dari IPB University, Ali Khomsan, mengatakan "gizi seperti itu cukup, namun tidak memenuhi syarat selera bila dikonsumsi tiap hari dengan keberagaman yang rendah," katanya.
Khomsan menjelaskan sajian per sekali makan siang umumnya sekitar 400 hingga 500 kalori, dengan total 1.500-2.000 kalori per hari.
Dia pun menjelaskan anggaran Rp10.000 akan kurang ketika ingin menghadirkan lauk ayam, ikan, daging sapi, apalagi ditambah susu.
"Kalau fokus pada ibu hamil dan balita, pangan hewani [susu telur ikan daging ayam] harus menjadi fokus," tegas Khomsan.
"Keberagaman konsumsi dalam makan bergizi gratis tentu secara keseluruhan sangat penting, pangan pokok, lauk, sayur, buah, plus susu."
Uang Rp10.000 dapat menu makan apa di Semarang, Jateng?
Kemudian bergeser ke salah satu warung makan di kawasan Pasar Johar, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Pemilik warung makan, Nur, tampak tengah sibuk melayani pembeli yang keroncongan.
Nur menyebut, menu yang ditawarkan di warung makannya itu cukup beragam. Mulai dari sayur, seperti buncis, daun pepaya, dan bayam, hingga lauk-pauk seperti udang, pepes ikan, telur, dan masih banyak lainnya.
"Uang itu bisa dapat nasi rames. Isinya buncis, daun pepaya, mi, lauknya bisa dapat rempeyek udang, tapi nasinya sedikit," ucap Nur, Rabu (04/12).
Selain itu, pembeli juga bisa mendapatkan setengah porsi nasi dengan lauk pepes ikan dan sayur buncis dengan uang Rp10.000.
"Kalau ayam saya enggak jual, soalnya mahal. Belinya saja sudah mahal, jualnya pasti juga mahal. Mungkin satu porsi bisa harga Rp15.000-Rp20.000," tutur dia.
Kemudian mengunjungi rumah makan lain, yaitu Warung Ngiras Roso di Jalan Banowati Raya, Semarang.
Salah satu karyawan rumah makan tersebut, Harni, berkata pembeli bisa mendapat "nasi rames pakai telur dan sayuran" dengan uang Rp10.000.
"Banyak sih, yang penting ada tiga jenis. Misal orek tempe, kacang, dan mi, nanti pakai satu telur bisa dapat," ujar Harni.
Selain itu, imbuh Harni, pembeli juga bisa mendapatkan satu porsi nasi plus capcay, daun pepaya, dan olahan hati ayam.
Namun, uang Rp10.000 belum bisa mendapatkan lauk ayam, apalagi daging sapi.
"Kalau Rp10.000 mungkin bisa dapat ayam tapi tidak pakai nasi. Cuma ayam, sambel, sama lalapannya," ujar Harni.
Salah satu pembeli bernama Arka mengaku menghabiskan uang lebih dari Rp15.000 untuk sekali makan di sini.
"Paling beli [nasi] rames, kalau enggak ayam geprek."
Sementara pembeli lain, Taufik, mengaku kerap membeli makan di bawah harga Rp15.000.
"Yang penting dapat [makanan] dan kenyang, walaupun kita enggak tahu dari sisi nilai gizinya bagimana," ungkap Taufik.
Ahli gizi dari Universitas Diponegoro, Diana Nur Afifah, ragam menu makanan di atas telah memenuhi kebutuhan gizi anak.
"Kalau melihat berbagai menunya, semua sudah ada sumber karbohidrat [nasi plus mi], sumber protein [bandeng, udang, tempe, tahu, telur], sumber vitamin mineral serat [sayuran] yang sudah bisa mencukupi kebutuhan gizi anak," kata Diana.
Walaupun demikian, menurut Diana, menu makanan tersebut akan lebih baik jika ditambah buah-buahan.
Sedikit berbeda dengan ahli gizi yang diwawancarai sebelumnya, Diana mengatakan anggaran MBG senilai Rp10.000 per porsi memungkinkan untuk memenuhi gizi anak, asal sumber pangan berasal dari daerah sekitar sehingga dapat memotong biaya produksi.
"Kalau di Semarang saya kira cukup, bisa makan dengan sumber karbohidrat, protein, dan sayur. Yang penting Rp10.000 bersih loh ya, bukan dipotong lagi," katanya.
Uang Rp10.000 dapat makan apa di Gorontalo?
Tempat terakhir adalah Rumah Makan (RM) Yoana di Jalan Teuku Umar, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Membeli menu makanan seharga Rp10.000 di warung ini berbeda dari tempat lainnya, di sini kami bisa mendapatkan lauk ayam atau ikan tuna.
"Ada juga nasi ikan oci [bakar, dan goreng] dengan harga Rp10.000 saja," kata pemilik warung Ratna Doka, Rabu (04/12).
Ratna mengaku hanya mengambil keuntungan sekitar10% dari harga Rp10.000 per porsi.
Meskipun keuntungan yang diperoleh terbilang kecil, ia sangat bersyukur karena rumah makan yang ia dirikan sejak 2008 ini menjadi pilihan banyak orang, baik untuk sarapan maupun makan siang.
"Selain Rp10.000 per porsi, RM Yoana ini juga menjual sejumlah pilihan menu dengan harga Rp12.000-14.000 per porsi, seperti nasi cumi hingga nasi daging sapi," ungkapnya.
Ratna mengatakan bahwa kenaikan harga bahan pokok, seperti beras dan daging ayam, menjadi masalah serius dalam menyiapkan makanan dengan kandungan gizi yang tinggi dan terjangkau.
Selain itu, biaya operasional yang terus meningkat juga semakin menambah tantangan dirinya.
Terkait dengan program MBG, Ratna bilang perlu ada pengendalian harga bahan pokok yang lebih baik dan penekanan pada biaya operasional untuk membuat harga Rp10.000 per porsi lebih bergizi.
Salah satu pengunjung rumah makan, Ain Aneta, ibu dari anak yang masih duduk di bangku sekolah, mengaku tidak setuju jika anggaran MBG hanya sebesar Rp10.000.
"Tidak bisa lauknya hanya kangkung saja. Harus ada tambahan lauk lain agar bisa lebih bergizi untuk dimakan anak-anak," ujarnya.
Dia memperkirakan anggaran makanan yang sehat dan bergizi di atas Rp15.000 per porsi.
Senada, dokter spesialis gizi klinik, Radiah Syawal, menjelaskan harga Rp10.000 per porsi belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak di Gorontalo.
Menurutnya, kebutuhan gizi harian anak sekolah rata-rata berkisar antara 1.900 hingga 2.100 kalori.
Menurut Radiah, makan bergizi gratis yang disediakan pada siang hari harus memenuhi sekitar 30 persen dari kebutuhan gizi harian anak sekolah, yaitu sekitar 600-700 kalori.
Artinya, menu makan bergizi tersebut harus mencakup makanan pokok seperti nasi atau ubi, lauk seperti ikan atau ayam, sayuran, serta buah-buahan untuk memastikan kecukupan gizi.
"Untuk memenuhi kebutuhan gizi 600 kalori, lauknya harus minimal dua hingga tiga macam. Seperti harus ada ikan dan tahu atau tempe. Sayurnya juga harus lebih dari satu macam, dan harus ada buah," kata Radiah Syawal.
Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan pemangkasan anggaran program MBG itu.
"Mungkin kalau di Pulau Jawa, Rp 10.000 per porsi sudah cukup. Tetapi kalau di Gorontalo sangat belum cukup," jelasnya.
Bukan hanya pengusaha warung makan dan konsumen saja yang menilai nominal Rp10.000 untuk program MBG tidak cukup.
Para pengusaha katering juga menyampaikan sentimen yang sama.
Aziz adalah salah satunya. Pemilik usaha katering Dapoer Kraton di Tangerang, Banten, ini bilang untuk mendapatkan makanan yang bergizi dan kaya nutrisi diperlukan nominal lebih dari Rp10.000.
"Enggak cukup, karena sekarang bahan baku pembuatannya saja sudah mahal. Harga telur dan minyak misalnya," ujarnya.
Itu belum termasuk biaya proses mengolah bahan baku mentah menjadi makanan siap saji yang juga mahal, katanya.
Pria yang memiliki enam pegawai sebagai juru masak ini pun mengaku enggan mengambil bagian dalam program MBG jika nominalnya tidak ditambah.
"Kalau angka segitu saya enggak berani. Yang ada bisa tutup usaha kami," kata dia.
Berbeda, pengusaha Katering Bumbu Pawon di Semarang, Ekha Fitria, mengatakan masih bisa menghadirkan menu Rp10.000, tapi tanpa susu dan buah-buahan.
"Mungkin kalau sayur sama lauk tempe, tahu, ditambah telur, atau ayam, ikan masih bisa. Tapi ukurannya akan kecil," katanya.
Namun, Ekha menambahkan, ada beberapa syarat lain yang perlu dibantu oleh pihak sekolah maupun pemerintah daerah agar harga Rp10.000 menjadi masuk akal.
Pertama, pihak sekolah menyediakan setidaknya dua tempat makan.
"Kalau pakai stirofoam atau kardus, itu saja harganya sudah Rp3.000 sendiri," katanya.
Kedua, sekolah menyediakan alat transportasi untuk menjemput makanan dan mengantar tempat makanan.
Ketiga, "pembayarannya maksimal seminggu sekali", kata Ekha.
"Jangan sampai sebulan sekali karena biasanya kerja sama dengan pemerintah itu baru berbulan-bulan dibayar."
Di tempat berbeda, pengusaha katering Dapur Bu Icha di Deliserdang, Sumatra Utara, juga mengaku masih bisa menyajikan menu makan Rp10.000 per paket.
"Yang dapat itu nasi, lauk dan sayuran dengan porsi kecil. Kalau lauk ayam mungkin bisa Rp10.000, itu pun dengan porsi kecil. Tapi kalau daging [sapi] sepertinya belum," ujar Isni.
Meski terbilang kecil, kata Isni, paket katering seharga Rp10.000 masih memungkinkan pengusaha menarik untung 10%.
Akan tetapi, harga tetap akan memengaruhi kualitas, katanya.
Menurut Isni, anggaran Rp10.000 per paket akan sangat sulit menghasilkan makanan bergizi lengkap. Sebab itu memerlukan bahan baku yang harganya tidak murah.
Selain sumber karbohidrat dari nasi, kata Isni, makanan bergizi juga harus menyediakan sumber protein dan serat lainnya seperti daging, buah dan susu.
"Kalau seperti itu biayanya lebih dari Rp10 ribu per pax," tutupnya.
'Kurang untuk gizi dan mencekik penyedia makan'
Tetapi Larshen Yunus, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Gabungan Rakyat Prabowo Ginran (DPP GARAPAN) memberi perhitungan sederhana membedah biaya Rp10.000 untuk satu paket makanan.
Dari Rp10.000, Larshen membagi ke tiga bagian, yaitu biaya bahan makanan, biaya kemasan hingga jasa antar, dan keuntungan.
Untuk biaya makanan, dia memberikan porsi 70% atau Rp7.000. Normalnya, biaya makanan yang dikeluarkan penyedia di angka 35-60%.
"Namun kalau dipakai Rp3.500-Rp6.000 itu tidak memungkinkan dan gizinya sangat rendah. Angka masuk akal adalah Rp7.000," kata Larshen Yunus.
Dari nominal itu terdiri dari protein sebesar Rp4.200, karbohidrat Rp1.500, sayur Rp500, serta bumbu dan lainnya sebesar Rp800.
"Protein yang didapat dari harga Rp4.200 itu pilihannya udang rebon, ikan teri, lele, telur, telur puyuh dan hati ayam. Tapi untuk ayam dan daging tidak bisa," katanya.
Jumlah proteinnya pun diperkirakan hanya mencapai 10 gram, padahal makanan bergizi perlu mengandung 15-25 gram protein.
"Sederhana lauknya itu harus dua-duanya protein hewan. Contohnya ayamnya dua potong atau telurnya dua butir."
Sisanya, 30% atau Rp3.000 digunakan untuk biaya lain atau overhead cost, seperti biaya kemasan serta jasa antar, dan keuntungan yang masing-masing Rp1.500.
"Ini bukan biaya ideal. Idealnya overhead cost itu 30% dan keuntungan minimal 20%. Jadi ini sangat sulit diimplementasikan aslinya."
Dari perhitungan ini, kata Larshen, menunjukkan secara sederhana bahwa "dengan Rp10.000, jika tujuannya untuk memberantas stunting, kandungan gizinya kurang. Dan juga harga ini mencekik penyedia makanan."
"Pada 2010 saja, anggaran untuk cemilan Rp2.500 per anak. Kok bisa di 2024 cuma Rp10.000 dan itu makanan lengkap? Itu kurang masuk akal," katanya.
Menurutnya, nominal yang ideal ada di angka Rp15.000-Rp18.000 untuk di Pulau Jawa, dan semakin besar di daerah lainnya.
Senada, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto melihat program MBG terlalu dipaksakan dan terkesan 'gimmick'.
"Saya bilang gimmick karena ini terkesan yang penting ada 'makan gratis', sehingga janji kampanye sudah dipenuhi, terlepas dari seperti apa kualitasnya," kata Bigwanto
"Jadi seperti kebijakan populis yang efektif untuk mendapat simpati masyarakat, bukan untuk meningkatkan gizi anak-anak kita," katanya.
Dia melihat, di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan wilayah lainnya, anggaran Rp10.000 "jelas tidak mampu memberikan makanan yang bergizi".
Namun kembali ditambahkan Larshen Yunus yang juga Wakil Sekretaris Jenderal KNPI Pusat ini mengeklaim anggaran program MBG sebesar Rp10.000 per porsi sudah mencukupi pemenuhan gizi anak dan ibu hamil di Pulau Jawa.
"Pokoknya diuji coba untuk area Jawa Rp10.000 sudah bisa. Untuk di luar akan disesuaikan dengan harga bahan baku tapi nutritional value tidak akan beda," kata Rahayu.
Dikutip dari situs Kemenkes, makan siang ideal dibutuhkan sebesar kurang lebih 700 kalori,
Itu terdiri dari karbohidrat sebanyak tiga centong nasi atau tiga buah kentang sedang, lauk pauk hewani seperti ikan kembung 75 gram atau dua potong ayam sedang tanpa kulit.
Lalu, lauk nabati berupa dua potong tempe sedang dan sayuran seberat 150 gram.
Terakhir adalah buah-buahan berupa dua buah jeruk sedang atau satu pisang ambon kecil.
Lalu apa solusinya?
Larshen Yunus menyatakan, program MBG lebih baik difokuskan di wilayah-wilayah yang membutuhkan, terutama dengan prevelansi stunting yang tinggi, sehingga dapat tepat sasaran dan menghemat pengeluaran negara.
Opsi lain, kata Larshen, adalah dengan melakukan pendataan yang lebih akurat.
"Yang kira-kira memang membutuhkan bantuan maka disediakan oleh pemerintah, sementara yang lain bisa disediakan oleh orang tua masing-masing. Sehingga anggaran untuk per porsi bisa lebih rasional untuk memenuhi gizi anak," ujarnya.
Jadi memandang anggaran Rp10.000 lebih baik dialokasikan secara khusus untuk lauk pauk, yaitu telur, daging ayam atau susu secara bergantian, kepada anak dan ibu hamil.
"Sebab bila berupa makan lengkap, anggaran Rp10.000 terlalu mepet," kata dia mengakui.
"Nasi dan sayur sebenarnya bisa diusahakan oleh keluarga itu sendiri. Selain itu, dengan budget yang Rp10.000 sebenarnya bisa juga frekuensi yang semula tiap hari diganti menjadi tiga kali seminggu, sehingga per sekali makan menjadi Rp20.000," ujarnya kemudian.
Apa isi menu Rp10.000 versi pemerintah?
Mantan Direktur Pengembangan Bisnis dan Manajemen Portofolio ID FOOD yang juga orang dekat Prabowo Subianto, Dirgayuza Setiawan, mengatakan menu pada program MBG akan menyesuaikan bahan pokok yang diproduksi di masing-masing daerah.
"Tidak di setiap provinsi itu nasi menjadi karbohidrat utama, kami biarkan seperti itu. Jadi kita punya berbagai makanan yang variatif dan resilient food production berdasarkan kemampuan daerah untuk memproduksi pangan," kata Dirgayuza dalam acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-13, dikutip dari YouTube BKF Kemenkeu, Rabu (04/12).
Dia menjelaskan menu makanan MBG akan dibagi menjadi 11 wilayah.
Contohnya di area satu, yang mencakup sebagian besar Sumatra, sumber karbohidrat berasal dari nasi. Lauknya dari daging ayam dan tahu. Buah dari pepaya dan manggis. Sayur dari kangkung.
Kemudian di area empat (Kalimantan), karbohidrat dari talas dan singkong. Lauknya ikan dan daging sapi. Buah dari pisang, rambutan, jeruk. Sayur mencakup wortel, kangkung, sawi hijau.
Sementara di Jawa menunya karbohidratnya berupa nasi, jagung atau singkong. Lalu lauknya daging ayam, udang, hingga telur. Buahnya dari pepaya, jeruk hingga buah naga, sedangkan sayur dari buncis, kacang panjang hingga labu.
Kemudian di area sembilan (Sulawesi), karbohidrat berasal dari jagung dan sorgum. Lauk dari daging sapi. Buah berupa jeruk, pisang, pepaya. Sayur yaitu daun kelor, terong, pepaya.
Terakhir di area 11 (Papua). Karbohidratnya adalah sagu, singkong, dan ubi jalar. Lauk berupa ikan, daging sapi, kacang-kacangan. Buah yaitu matoa, alpukat, jambu biji, duku, mangga. Sayur mencakup buncis dan kembang pepaya.
Sebelumnya, Prabowo Subianto menetapkan anggaran MBG per anak dan ibu hamil sebesar Rp10.000, turun dari rencana sebelumnya sebesar Rp15.000 karena kondisi anggaran negara yang tidak mencukupi.
"Kita ingin Rp15.000, tapi kondisi anggaran mungkin Rp10.000. Kita hitung untuk daerah-daerah itu cukup, cukup bermutu dan bergizi," kata Prabowo,di Istana Negara, Jakarta, Jumat (29/11).
Total anggaran yang dialokasikan pada 2025 untuk program ini mencapai Rp71 triliun. Pada tiga bulan pertama, program ini akan menyasar tiga juta anak, dan meningkat dua kali lipat pada periode selanjutnya.
Prabowo melanjutkan, satu keluarga yang berada dalam desil terbawah biasanya memiliki tiga hingga anak yang harus diberi makan. Dengan demikian, lewat program MBG, satu keluarga bisa menerima Rp 30.000-Rp 40.000 per hari.
"Berarti tiap keluarga bisa menerima minimal atau rata-rata bisa Rp 30.000 per hari. Ini kalau satu bulan bisa Rp 2,7 juta," kata Prabowo.
Pemerintah mengeklaim penentuan harga ini juga telah melewati proses uji coba hampir setahun belakangan di berbagai daerah.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengatakan biaya per porsi dari program makan bergizi gratis sebesar Rp 10.000 hanyalah rata-rata. Sebab, kata dia, pemerintah bukan membeli paket makanan, melainkan bahan-bahan pangannya.
"Nanti di tempat yang lebih mahal, pasti lebih dari itu. Mungkin ada tempat yang lebih murah dari itu, kurang dari itu. Nanti akan prosubsidi," kata Dadan di Jakarta, Senin (02/12).
Pada Desember 2024 ini, pemerintah tengah menggelar uji coba makan bergizi gratis di sejumlah daerah, sebelum memulai secara resmi di Januari 2025 mendatang. (*)
Tags : Pangan, Ekonomi, Pertanian, Prabowo Subianto, Indonesia, Keamanan pangan,