PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Indonesia Coruption Investigation (ICI), menilai bahwa pengelolaan komoditas kelapa sawit masih lemah dan rawan korupsi.
"Tata kelola pengelolaan kelapa sawit di Riau dinilai lemah."
"Pengelolaan sawit ini karena mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian yang lemah membuat sektor ini rawan korupsi," kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Koordinator ICI, dalam penilaiannya itu belum lama ini.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada desain tata kelola usaha perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir yang memenuhi prinsip keberlanjutan pembangunan.
“Jadi, rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dari sisi hulu, sistem pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha, "ini ditandai dengan tidak adanya mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang selain itu juga belum terintegrasi perizinan dalam skema satu peta yang juga belum tersedia."
Alhasil, karena lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan perizinan, mengakibatkan masih terjadi tumpang tindih izin.
Selain itu, Ia menyebut di hilir, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik.
Tetapi penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran masih pada tiga grup usaha perkebunan.
Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset.
"Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak," sebutnya.
Dia melihat tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3% dan 36%.
Sebaiknya, Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga terkait harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit.
Hasil pantauannya terlihat, program peremajaan sawit rakyat [PSR] merupakan salah satu program strategis nasional sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit, dengan menjaga luasan lahan, agar perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal, sekaligus untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan yang terjadi.
“Jadi dalam menyukseskan program PSR ini, kepedulian para Bupati/Kepala Daerah yang menjadi sentra produksi kelapa sawit seharusnya dapat terpacu untuk mencapai target program PSR,” ujarnya.
"Memang Pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait penyelesaian lahan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak atas tanah."
"Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Kebijakan Satu Peta melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 serta sedang melakukan revisi Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 guna mengakomodir isu-isu strategis yang perlu diatur dalam regulasi tersebut seperti legalitas lahan, simplifikasi pengajuan proposal PSR namun tetap prudent, dan kerjasama semua pihak termasuk Aparat Penegak Hukum dalam pencapaian target Program PSR."
Tetapi realisasi program PSR di Riau ini, sebut Darmawi lagi, tetap saja terbilang masih sangat rendah dimana untuk meningkatkan realisasi program PSR tiap tahun itu diperlukan dukungan lintas sektor baik kementerian/lembaga [k/l], pemerintah daerah maupun pengusaha. (*)
Tags : pengelolaan kelapa sawit, peremajaan sawit rakyat riau, program psr rawan korupsi tata kelola program psr lemah, news,