News   2025/01/11 15:53 WIB

Proyek Rumah Sakit Otak-Jantung Senilai Rp1,6 Triliun Picu Konflik, Relawan Prabowo-Gibran: 'Pembangunannya Seakan Sudah Lapar Lahan'

Proyek Rumah Sakit Otak-Jantung Senilai Rp1,6 Triliun Picu Konflik, Relawan Prabowo-Gibran: 'Pembangunannya Seakan Sudah Lapar Lahan'
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN), Larshen Yunus

Pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak-Jantung (RSPOJ) senilai Rp1,6 triliun diprotes mahasiswa dan petani, pasalnya sudah merambah lahan milik Universitas Riau (UNRI).

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan memastikan rencana pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak dan Jantung (RSPOJ) di Provinsi Riau berlanjut. Walaupun dikritik dan diprotes para mahasiswa dan petani tetapi pihak Dinas Kesehatan (Diskes) Riau berikan solusi terkait lahan pertanian UNRI yang 'tersita' dalam perluasan pembangunan ambisius ini. 

Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN), melihat itu justru mengkritik keras soal ganti rugi lahan seluas 2 hektar milik universitas yang telah terserobot oleh adanya proyek pembangunan RSPOJ gawenya Menteri Kesehatan (Menkes) RI ini.

"Seakan proyek strategis nasional itu 'lapar' akan lahan jadi memicu konflik agraria satu dekade terakhir," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat GARAPAN, Larshen Yunus menyikapinya duduk ngopi bersama di Caffe Afgan, Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Kamis (9/1). 

Pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak dan Jantung (RSPOJ) di Riau

Menurutnya, investasi dan pembangunan itu terlihat melaju kencang sejak di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Setelah implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, keduanya saling melengkapi, seakan 'lapar' lahan linear dengan eskalasi konflik agraria.

Larshen menilai berdasarkan Laporan Tahunan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Tahun 2023 yang diluncurkan Senin 15 Januari  2024 kemarin jelas membuktikan konflik agraria di sektor perkebunan masih dominan.

"Pada 2023, jumlahnya 108 konflik dari total 241 letusan konflik agraria."

Proyek pembangunan RSPOJ gawenya Menkes RI ini jadi menuai protes dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau (UNRI).

Lahan yang dipakai untuk pembangunan RSPOJ tersebut seluas 10 hektare (Ha), 8 hektare diantaranya telah dibuka dan sisa 2 hektare lagi yang merupakan lahan dari mahasiswa maupun kelompok tani.

"Untuk luas lahan itu ada 10 hektare, yang baru dibuka 8,1 hektar sudah clear, 2 hektare penambahannya itu ke lahan kami," kata Gubernur Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian (FAPERTA) UNRI, Ahmad Arifin, Selasa (7/01).

Sebelumnya, tim dari Kemenkes sudah melihat langsung lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi pembangunan rumah sakit vertikal ini.

Lahan yang akan dijadikan sebagai tempat pembangunan rumah sakit itu berada di Jalan Naga Sakti Pekanbaru dengan luas lahan 10 hektare yang berjarak tidak jauh dari stadion utama Riau.

"Tim dari kementerian kesehatan sudah melihat lokasi dan sejauh ini tidak ada kendala. Kedatangan tim dari Kemenkes ini sekaligus memberikan penguatan kepada kita bahwa pembangunan RSPO vertikal di Riau dipastikan berlanjut," kata Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau, Sri Sadono Mulyanto, Kamis (29/2) lalu.

Sri Sadono mengungkapkan, DED RSPO ini mulai disusun sejak tahun 2024.

Begitu juga dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking nya juga dilakukan pada tahun 2024.

Dari hasil pengecekan ke lokasi lahan yang dijadikan tempat pembangunan RSPOJ tersebut juga didapatkan bahwa lahan tersebut dalam kondisi aman dan tidak ada tumpang tindih dalam kepemilikan lahan. 

"Aset nya tidak ada masalah, areanya clear tidak ada tumpang tindih," katanya.

Sri Sadono mejelaskan, RSPOJ dibangun dengan sistem tahun jamak atau multi years.

Ditargetkan rumah sakit rujukan lintas provinsi ini selesai pada Desember 2025 mendatang.

Sementara untuk total anggaran yang dihabiskan untuk membangun gedung dan membeli peralatan kesehatan ditaksir menelan anggaran hingga Rp 1,6 triliun.

"Tapi untuk tahap awal dianggarkan Rp 250 miliar. Itu untuk DED dan pembangunan awal, tahun depan dianggarkan lagi, karena ini tahun jamak dan ditargetkan selesai pada Desember 2025," katanya. 

Terkait lahan pertanian UNRI yang tersita dalam pembangunan RSPOJ ini, Diskes memberikan solusi.

Hadirnya RSPOJ di Riau ternyata tak berjalan mulus. Sebab, RS vertikal senilai Rp1,6 triliun itu mendapat protes dari kelompok tani dan mahasiswa UNRI.

Protes ini muncul ketika 2 hektare dari total 10 hektare lahan yang akan digunakan untuk berdirinya rumah sakit itu merupakan lahan untuk praktikum dan pertanian masyarakat.

Kadiskes Riau, Sri Sadono menegaskan tidak ada penggusuran lahan. Bahkan, jika memang lahan fakultas terpakai, Pemprov akan memberikan solusi dengan mencarikan lahan lain.

"Tidak ada yang dikesampingkan. Ini RSPOJ akan tetap dibangun, karena waktu juga terus berjalan. Kalau memang nanti lahannya terpakai, akan kita diskusikan mencari lahan lain," sebutnya.

"Kita juga sudah berkomunikasi dengan pihak rektorat UNRI. Sudah dibahas mengenai bagaimana akses dan pemanfaatan lainnya. Jadi kita juga meminta untuk sama-sama kita kawal pembangunannya sesuai dengan maps yang telah ditetapkan," tukasnya.

Pembangunan rumah sakit tersebut menggunakan APBN secara multiyears yang ditargetkan rampung pada akhir tahun 2025 ini.

Pembangunan RSPOJ sudah terjadi perluasan lahan yang menyita milik UNRI. Penambahan lahan itu mendapatkan protes dari Kelompok Tani dan mahasiswa UNRI yang menggunakan lahan tersebut untuk praktikum maupun penelitian. 

Ahmad Arifin menyebut lahan yang dipakai untuk pembangunan RSPOJ tersebut seluas 10 hektare (Ha), 8 hektare diantaranya telah dibuka dan sisa 2 hektare lagi yang merupakan lahan dari mahasiswa maupun kelompok tani. 

"Untuk luas lahan itu ada 10 hektare, yang baru dibuka 8,1 hektar sudah clear, 2 hektare penambahannya itu ke lahan kami," ujarnya.

Menurut Arifin, lahan tersebut termasuk lahan sawit, praktikum, dan penelitian bagi mahasiswa maupun kelompok tani.

Ia berharap agar Pemprov Riau tidak menggusur lahan pertanian mereka, karena lahan yang saat ini masih ada pun sangat terbatas. 

Titik lokasi rencana pembangunan rumah sakit otak dan jantung di Jalan Naga Sakti, Binawidya, Pekanbaru, Riau.

"Harapan terbesar dari kawan-kawan yang masih menggunakan lahan tersebut, agar tidak digusur, tanpa ada penggusuran itu lahan fakultas itu cukup terbatas, bahkan berebut terlebih dahulu," katanya. 

Tetapi Sri Sadono berupaya menenangkan para pemerotes dan menyebutkan lahan yang tersita tidak akan menggusur siapapun. 

"Tidak ada yang kita kesampingkan, itu tidak digusur tetap dibangun, perlu lahan pertanian lainnya, perlu dibicarakan, nanti kita diskusi lagi," jelasnya. 

Sri Sadono menuturkan Pemprov Riau saat ini telah berkoordinasi dan meminta izin kepada pihak rektorat. 

"Karena selama ini Pemprov izin dengan Rektorat, jadi mohon maaf, karena tadi sudah sepakat, kita dukung, waktu terus berjalan," sambungnya. 

Sri Sadono meminta agar semua saling mengawal di lapangan dan hadir untuk mendiskusikan terkait persoalan ini. 

"Untuk 10 hektare itu sama-sama kita kawal, sesuai maps yang telah dibuat tadi," jelas Sri Sadono. 

Lahan kelompok tani yang ada di UNRI bekerja sama dengan fakultas untuk memberikan masukan mengenai dosis dan perlakuan terhadap tanaman yang digarap untuk dipanen nantinya. 

Charles, salah satu perwakilan Kelompok Tani UNRI, mengatakan awalnya dirinya menerima informasi batas awal yang sudah dipatok, sehingga lahan yang tidak menjadi patok digunakannya untuk menanam jagung dan gambas.

Tetapi secara tiba-tiba ia menerima informasi ada perluasan lahan sekitar 120 meter.

"Sebenarnya lahan itu titik pertama ada lahan jagung dan gambas, awalnya orang lapangan sudah ada sampe batas patok biru, jadi ada tanaman baru, kami tanam, setelah mereka kabarkan. Tapi, setelah di tanam ada perluasan 120 meter," tuturnya. 

Charles meminta apabila lahannya jadi digusur untuk diganti sesuai harga pasar. 

"Kalau saya sih sesuai nilai tanaman, misalnya gambas itu 7 kilogram itu dengan harga Rp 35.000, atau sebatang jagung berapa," ujarnya. 

"Kami tak maruk, kalau bisa sesuai dari nilai tanaman, jangan disamaratakan, menurut saya tak manusiawi," sebutnya.

Pemerintah Provinsi Riau telah membangun RSPOJ dengan dana bersumber dari APBN tahun 2024 senilai Rp1,6 triliun.

"Dari Rp1,6 triliun besaran alokasi anggaran pembangunan RS Otak, untuk tahap pertama Rp250 miliar," kata Kadiskes Riau Sri Sadono Mulyanto.

Ia mengatakan untuk rencana desain detil RS akan dianggarkan lagi pada tahun berikut sesuai program pembangunan tahun jamak sedangkan target penyelesaian bangunan RSPOJ hingga bisa beroperasi adalah pada tahun 2025.

Karena itu, katanya Pemerintah Pusat sudah menurunkan tim untuk melihat langsung rencana pembangunan rumah sakit vertikal milik Kementerian Kesehatan Repbulik Indonesia itu.

"Proses pelelangan perencanaan pembangunan sudah dimulai pada 3 Mei 2024 dan sudah dilaksanakan proses pertemuan antara pemilik tender dengan peserta tender yang lulus seleksi di lokasi tersebut, oleh pejabat Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan perencanaan yang berada di Jakarta," katanya.

Jika sudah selesai lelang perencanaan, katanya menyebutkan maka akan dilanjutkan lelang fisik. Kalau dua proses tersebut selesai, maka langsung pengerjaan fisik pembangunan.

"Rencana peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pengerjaan fisik proyek RS Otak itu adalah pada Oktober 2024," katanya.

Sri Sadono juga memastikan lahan yang diperuntukan pembangunan RS tersebut di Jalan Naga Sakti, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru dalam kondisi aman dan tidak ada tumpang tindih dalam kepemilikan lahan.

Keberadaan RSPOJ itu sekaligus dalam upaya mengurangi keinginan masyarakat Riau berobat ke luar negeri seperti Melaka, Malaysia karena RS yang menangani penyakit yang sama terbatas.

Tetapi menanggapi terkenanya lahan UNRI oleh proyek pembangunan RSPOJ ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN), Larshen Yunus mengkritik keras soal ganti rugi lahan seluas 2 hektar milik universitas ini.

"Proses ganti rugi sebagian lahan seluas 2 hektar belum juga menemui kejelasan, Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan RI diharapkan bijak menyikapi permasalahan tersebut, apalagi lahan yang 2 hektar itu sudah terlanjur dipenuhi tanaman oleh kegunaan praktek kerja mahasiswa."

"Kondisi tersebut harus disikapi dengan baik dan benar, serta diperkuat juga dengan aksi yang nyata, yakni di salurkannya ganti rugi lahan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI," sebut Larshen Yunus.

"Kami minta Pak Menkes lebih bijak lagi. Keluarkan saja dana ganti rugi atas lahan 2 hektar tersebut. Jangan persulit rakyat. Civitas UNRI butuh kepastian," tuturnya.

'Relawan siap menggebrak meja' 

"Kami siap melakukan gebrak meja Menkes RI dalam persoalan ini. Semata-mata itu untuk memastikan bahwa hak Universitas terhadap kelebihan lahan 2 hektar harus segera diberikan," sebut Larshen Yunus.

"Ini semua juga menjadi bahagian terpenting. Kemenkes harusnya lebih bijak lagi untuk keluarkan segala hak yang dimiliki universitas, jangan pula plin-plan seperti saat ini," tambahnya. 

Kendati begitu, menurutnya, konflik agraria di sektor infrastruktur pembangunan rumah sakit itu tak bisa disepelekan.

Wakil Sekretaris Jenderal [Wasekjend] KNPI pusat ini juga menyebut, walaupun serapan tenaga kerja dalam investasi senilai Rp 1,6 triliun di Riau itu sudah berjalan, tetapi buat apa kalau terkesan meninggalkan jejak konflik di kawasan jadi menghilangkan lahan study bagi universitas.

”Bahkan di kawasan kampus sudah terbentuk sarana untuk ilmu [pendidikan], disatu sisinya pada lokasi sudah sulit untuk mendapatkan lahan yang sama. Ini justru berpotensi menambah pengangguran akibat kehilangan tanah,” katanya.

Kenapa konflik agraria di kawasan kampus semakin banyak meletus?

Menurut Larshen, persoalan ini muncul sejak UU Cipta Kerja diimplementasikan, definisi kepentingan umum diperluas.

"Kepentingan umum yang semula sebatas proyek-proyek infrastruktur bagi masyarakat berkembang ke hilirisasi pertambangan, kawasan ketahanan pangan, serta kawasan industri dan pariwisata premium," sebutnya.

”Hal itu membuat arti dari kepentingan umum menjadi bias. Tidak lagi sepenuhnya bagi kepentingan rakyat, tetapi juga lebih ke bisnis-bisnis berskala besar,” katanya.

Dari konsep itu, kata Larshen, muncul sejumlah regulasi turunan UU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan PSN, PP No 64/2021 tentang Badan Bank Tanah, PP No 19/2021 tentang Pengadaan Tanah, dan PP No 18/2021 tentang Hak Pengelolaan.

"Melalui peraturan-peraturan itu, pemerintah semakin banyak merancang kemudahan proses pengadaan tanah dan pembebasan lahan demi investasi dan percepatan pembangunannya."

"Contohnya pada dalam kasus Pulau Rempang, bisa ditetapkan sebagai kawasan PSN dengan begitu mudahnya."

”Akuisisi tanah secara sepihak menjadi milik atau akan digunakan oleh negara menjadi mudah dilakukan. Jadi proyek raksasa itu sepertinya sudah mirip ’lapar’ tanah menjadi proyek yang sangat ambisius dan perlu cepat dirampungkan dengan klaim-klaim sepihak. Bahkan tidak jarang melalui kekerasan, menggusur masyarakat yang sudah lama mendiami tanah,” kata Larshen.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu juga berpendapat kalau proyek strategis [RSPOJ] itu menjadi sumber baru pemicu konflik agraria di Riau.

"Ini seakan konflik lama [kasus-kasus sengketa lahan] di Riau belum selesai, tetapi letupan-letupan baru terus bermunculan," kata dia.

Larshen mencatat, banyak kasus lahan terjadi di Riau didominasi oleh konflik pertanahan atau infrastruktur, perkebunan, kehutanan, pertambangan, pesisir, dan bangunan milik negara serta rumah dinas.

Jadi menurutnya, pembangunan RSPOJ menjadi sumber baru konflik agraria karena memungkinkan dengan menggunakan pendekatan memakai tenaga keamanan. "Contohnya, konflik agraria akibat tumpang tindih lahan seperti di Sumatera Barat, proyek Rempang Eco City, hingga pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung," sebutnya.

”Era ini, proyek RSPOJ menjadi sumber baru konflik agraria. Proyek ini belum mendapat perhatian. Mereka sudah lapor, tapi kelanjutannya belum jelas,” ujarnya.

Jadi Larshen Yunus berpendapat, setiap era kepemimpinan selalu meninggalkan konflik agraria.

"Salah satu faktor penyebab ini adalah ego sektoral antar-instansi. Masalah pertanahan diklaim melibatkan banyak pihak, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Keuangan, dan pihak lainnya," katanya.

”Ada banyak entitas yang terlibat dan memiliki kewenangan. Itu yang membuat reforma agraria sulit dilaksanakan. Selama ini, Kantor Staf Presiden sudah mencoba orkestrasi, tapi tetap sulit karena urusannya terkait kewenangan,” katanya.

Tetapi Larshen Yunus tetap berjanji segera melaporkan Menkes RI kehadapan Presiden RI dan Wakil Presiden RI di Jakarta, agar juga segala sesuatu yang terkait dengan proses ganti rugi segera di selesaikan secara arif dan bijaksana. (*) 

Tags : proyek raksasa, proyek pembangunan rumah sakit otak dan jantung, riau, pemprov bangun rs otak-jantung senilai rp1, 6 triliun, pembangunan rs otak-jantung merambah lahan unri, pembangunan rs otak-jantung diprotes mahasiswa dan petani, dpp garapan, reforma agraria, proyek strategis nasional, konflik agraria, konsorsium pembaruan agraria, uu cipta kerja, News,