Kepri   2025/01/15 11:13 WIB

PT Bintan Alumina Indonesia Diminta untuk Menutup Impor Bauksit, LP3 Anak Negeri: 'SDA Kita Juga Sudah Mulai Menipis'

PT Bintan Alumina Indonesia Diminta untuk Menutup Impor Bauksit, LP3 Anak Negeri: 'SDA Kita Juga Sudah Mulai Menipis'
Wawan Sudarwanto, LP3 Anak Negeri

KEPRI - Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan [LP3] Anak Negeri, mengungkapkan kekhawatirannya sumber daya alam [SDA] bauksit di kepulauan riau [Kepri] mulai menipis.

"Selama ini PT Bintan Alumina Indonesia [BAI] di Kepri selalu impor bauksit."

"Saat ini China sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan bauksit terbesar dunia, namun tetap mengimpor bauksit dari Indonesia dan salah satunya dari Kabupaten Bintan," kata Wawan Sudarwanto dari LP3 Anak Negeri melaporkan melalui ponselnya, Rabu(15/1). 

"Cadangan bauksit di Kota Tanjungpinang dan Bintan tentu semakin menipis, karena sejak puluhan tahun lalu eksploitasi bauksit dilakukan dan dimulai dari PT Antam dan anak perusahaan. Kemudian berhenti awal tahun 2014, dan di awal 2018 aktivitas pertambangan bauksit kembali massif," ujarnya.

Tetapi sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Diah Nurwitasari juga telah merespon informasi yang diterimanya, bahwa PT BAI menyampaikan opsi jika tidak ada pasokan bauksit dalam negeri mereka minta impor.

Menurut Diah, pemerintah sebaiknya menutup opsi untuk impor dan lebih fokus untuk memaksimalkan pasokan bauksit di dalam negeri.

Diah mengungkapkan hal itu usai pertemuan Tim kunjungan kerja panja bauksit komisi VII DPR RI dengan jajaran Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bupati Kabupaten Bintan serta Direktur PT Bintan alumina Indonesia beserta jajaran, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kamis 19 Januari 2023 lalu.

“Opsinya adalah pemerintah membantu menyelesaikan persoalan terkait dengan izin usaha pertambangan sehingga pasokan terhadap perusahaan ini bisa berjalan dan bisa berproduksi dengan baik,” jelas Diah.

Diah menerangkan yang di keluhkan PT BAI sejak tahun lalu yaitu dengan adanya beberapa peraturan pemerintah, pasokan bauksit untuk PT BAI ini berkurang, sehingga target produksi mereka yang satu juta ton per tahun yang akan dikembangkan menjadi 2 juta ton itu bahkan sekarang terkendala.

“Proyek strategis nasional yang investasinya sudah bukan sedikit lagi sekitar Rp17 triliun, investasinya besar untuk membuat aluminium dan salah satu bahan pokok untuk membuat baku alumina ini adalah bauksit, tetapi sekarang terkendala mereka sampai dengan beberapa bulan ini mereka hanya bisa produksi sekitar 500.000 ribu ton. Dampaknya ini tentu membuat perusahaan ini sulit untuk berproduksi ketika pasukan bauksitnya rendah,” urai Diah.

Dari hari hasil pertemuan ada dua highlight yang disampaikan, pertama yaitu sinkronisasi aturan, jangan sampai pemerintah membuat sebuah peraturan kemudian sulit untuk dieksekusi di lapangan.

“Aturan harus direncanakan secara komprehensif dan tidak berpihak kepada salah satu sektor karena ini masih dalam satu konstruksi pemerintah yang sama,” kata Diah.

Poin kedua, tambang itu tidak bisa dilepas dari aspek lingkungan hidup, berapa banyak lingkungan hidup itu rusak dengan aktivitas tambang.

“Oleh karenanya ketika mengukur potensi sumber daya mineral di negeri kita, ini harus diukur betul kalau ternyata sumber daya alamnya berada di daerah konversi alam harus jangan terlalu dihitung sebagai harta karunnya kita,” jelasnya.

“Jangan sampai demi meraih keuntungan dari pertambangan tetapi kita merusak alam yang dampaknya nanti bahkan lebih mahal dibandingkan dengan keuntungan yang kita dapatkan ketika kita mengeksploitasi sumber daya alam itu,” tegas Diah.

“Ini yang menjadi titik tekan saya, keseimbangan itulah yang harus tetap kita perhatikan antara bagaimana kita mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam dan juga memperhatikan kelestarian lingkungan hidup,” pungkasnya. 

Sejauh ini pihak-pihak dari PT BAI belum bisa dihubungi untuk dimintai keterangannya.

Namun seperti disebutkan Wawan Sudarwanto menyikapi kehadiran PT BAI mengkritik terhadap pemerintah akibat pertambangan bauksit yang massif terjadi selama ini di Kepri belum terkendali sampai sekarang.

Permasalahan pertambangan bauksit, kata dia seharusnya tidak hanya disorot dalam sektor bisnis dan kerusakan lingkungan, melainkan sistem yang dibangun pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menimbulkan 'kebocoran' akibat kebijakan yang tidak berpihak pada penyelamatan sumber daya alam.

"Kekeliruan dalam pengambilan kebijakan merupakan sumber petaka, yang membuat sumber daya alam dieksploitasi habis-habisan. Cadangan bauksit yang menipis bukan semata-mata kesalahan dari pengusaha atau investor yang menanamkan modalnya untuk bisnis itu, melainkan ketidakmampuan pemerintah mengendalikannya."

"Pengusaha pasti ingin melakukan kegiatan dengan aman dan nyaman, apapun caranya. Sistem yang dibangun pemerintah justru membuat mereka bingung, dan akhirnya mengeluarkan biaya besar agar dapat melakukan kegiatan. Ini situasi negatif yang terbangun sehingga ada oknum-oknum yang diuntungkan," sebutnya.

Menurut dia, UU tentang Pertambangan yang mengatur tentang pemurnian batu bauksit juga dianggap sebelah mata, karena pelaksanaannya perusahaan yang memperoleh ijin ekspor dari Kementerian Perdagangan tidak membangun 'smelter'.

Batu bauksit mentah yang diekspor ke China diduga dari kegiatan pertambangan di hutan dan daratan Bintan yang merusak lingkungan.

Sementara China dalam berbagai data referenasi sebagai salah satu negara terbesar di dunia memiliki cadangan bauksit, dan penghasil almunium.

"Dari aspek penyelamatan sumber daya alam untuk kepentingan generasi mendatang di Indonesia, kondisi bisnis pertambangan yang dibangun seperti ini tentu tidak lazim. Indonesia mengekspor bauksit ke China, salah satu negara yang memiliki cadangan bauksit terbesar di dunia," ujarnya.

Wawan mengatakan dari permasalahan itu, pertambangan bauksit seharusnya tidak hanya dipadang dari kacamata yang sempit, karena sebagai pemerintah pusat dan daerah semestinya mengaturnya agar generasi ke depan masih melihat dan merasakan dampak positif dari bauksit sebagai kekayaan yang dimiliki Tanah Air.

"Rasa keindonesiaan harus dibangun untuk menyelamatkan sumber daya alam. Karena jika ekspor bauksit tidak terkendali, hutan dan lingkungan rusak, generasi Indonesia ke depan yang merasakan dampaknya buruknya," kata dia.

Kepala negara, kepala daerah hingga jajarannya harus memiliki rasa keindonesiaan, memikirkan masa depan masa sebagai urusan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perlindungan sumber daya alam jangan hanya dijadikan sebagai wacara atau alat politik, melainkan agenda penting dalam mewujudkan Indonesia sejahtera.

Perlindungan terhadap sumber daya alam adalah kebutuhan negara yang harus dilaksanakan secara tegas agar kelak Indonesia tidak menjadi negara pengimpor bauksit dari negara yang dulunya mengimpor bauksit dari Indonesia.

"Penataan perlu dilakukan segera di samping penegakan hukum yang tegas," katanya.

Dia menduga aktivitas bauksit ilegal yang terjadi sejak tahun 2018 sampai sekarang tidak berdiri sendiri. Negara tidak boleh kalah.

"Jika pelanggaran di depan mata begitu massif terjadi, maka ada hal yang tidak beres, yang harus segera diperbaiki. Orang-orang yang diam, tetapi memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mengurus permasalahan itu akan dihukum oleh rakyat dan negara pada masanya nanti. Kami yakin orang-orang baik dan alam ciptaan Allah senantiasa berdoa," katanya.

Dia juga mengkritik sekaligus mengingatkan PT BAI untuk dapat perhatikan tenaga kerja lokal.

"Kemarin telah dibuka pelatihan sekitar 65 orang tenaga lokal dengan berbagai kompetensi yang ditanggung oleh PT BAI yang dibutuhkan untuk mendukung pengoperasian perusahaan ke depan. Tetapi dasarnya putra-putri Kepri yang terlihat tidak siap, alhasil perusahaan itu masih memperbanyak jumlah tenaga kerja luar daerah," ujarnya.

Kawasan KEK Galang Batang Bintan yang diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Desember 2018 yang lalu terlihat terus dibangun oleh investor.

Tetapi KEK Galang Batang Bintan, kata Wawan, telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2017 pada tanggal 12 Oktober 2017 yang lalu haruslah memberikan dampak yang signifikan bagi daerah.

Wawan setuju agar PT BAI sebagai investor dapat menyiapkan pelatihan secara kontinue bagi proses rekrutmen tenaga kerja lokal. (*)

Tags : pt bintan alumina indonesia, pt bai, perusahaan pengelola bauksit, kepri, sda bauksit mulai menipis, lp3 anak negeri, aktifitas pt bai disorot,