News   17-07-2025 22:6 WIB

PT BSP Rugi Rp238 Miliar dalam Pengelolaan Minyak Mentah, Bupati Afni: 'Jika Jumlahnya Signifikan Perlu Segera Dievaluasi'

PT BSP Rugi Rp238 Miliar dalam Pengelolaan Minyak Mentah, Bupati Afni: 'Jika Jumlahnya Signifikan Perlu Segera Dievaluasi'

PEKANBARU - PT Bumi Siak Pusako (BSP) dilaporkan mengalami kerugian mencapai 14,7 juta USD (setara Rp 238 miliar pada kurs Rp 16.200).

Kerugian tersebut tertuang dalam laporan keuangan persero tahun buku 2024 yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Senin 30 Juni 2025 di Novotel Pekanbaru. 

Kerugian sebesar Rp 238 miliar ini merupakan kali pertama terjadi pada PT BSP sejak pengelolaan ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP).

Pada laporan keuangan tahun buku 2023, persero mengklaim mencatatkan laba sebesar Rp 476 miliar. 

Gejolak finansial ini memicu kekhawatiran publik terhadap kesanggupan PT BSP sebagai operator tunggal CPP Blok, sejak ditunjuk pemerintah pusat pada 9 Agustus 2022 lalu.

Sebelumnya, sejak tahun 2020, CPP Blok dikelola secara bersama oleh Pertamina Hulu dengan PT BSP. 

Meski mengalami kerugian jumbo, jajaran pemegang saham menyatakan dapat menerima laporan keuangan PT BSP tersebut.

Tidak ada desakan dari pemegang saham untuk meminta dilakukan audit khusus dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna menelisik penyebab pasti timbulnya kerugian persero. Termasuk melakukan langkah koreksi total terhadap manajemen. 

RUPS PT BSP kemarin dihadiri langsung oleh Bupati Siak, Afni selaku pemegang saham mayoritas mewakili Pemkab Siak.

Selain itu, sejumlah perwakilan pemegang saham dari pemerintah Provinsi Riau, pemerintah Kabupaten Kampar, Pemko Pekanbaru dan pemerintah Kabupaten Pelalawan. 

"Pemegang saham menyatakan dapat menerima laporan keuangan tahun buku 2024 PT BSP. Persero mencatat kerugian mencapai 14,7 juta USD," kata sumber yang mengetahui jalannya RUPS tersebut, Rabu (17/7). 

Berdasarkan informasi yang diperoleh, kerugian PT BSP dipicu oleh terjadinya gangguan operasional sistemik, yakni gagal salur minyak produksi yang parah sejak Maret 2024 lalu.

Hingga saat ini, gangguan congeal atau pembekuan minyak dalam pipa belum bisa diatasi.

Hal ini menyebabkan beban biaya distribusi minyak mentah membengkak, karena harus diangkut menggunakan truk (trucking).

Akibat congeal tersebut, produksi minyak PT BSP sempat anjlok selama beberapa bulan, menyentuh level 2 ribu barel per hari (bph), dari produksi normal sebesar 8.000 bph. 

Kerugian yang dialami PT BSP ini juga memicu kekhawatiran perusahaan dalam merealisasikan Komitmen Kerja Pasti (KKP) yang tertuang dalam kontrak pengelolaan CPP Blok.

Di mana, nilai KKP yang harus dipenuhi mencapai US$ 130,4 juta untuk periode lima tahun pertama pengelolaan. 

Direktur PT BSP, Iskandar belum menjawab konfirmasi yang dilayangkan, terkait penyebab kerugian perseroan tahun buku 2024 yang dilaporkan dalam forum RUPS kemarin. 

Praktisi Migas, Aris Aruna mengkritisi sikap lembek jajaran pemegang saham dalam mencermati laporan keuangan PT BSP yang disampaikan dalam RUPS kemarin.

Ia khawatir, kesan pembiaran atas kondisi yang terjadi akan menyebabkan kondisi PT BSP makin terpuruk lebih dalam lagi. 

"Seharusnya berdasarkan potret laporan keuangan yang rugi itu, pemegang saham secara khusus pemegang saham mayoritas mengambil langkah-langkah konkret melakukan evaluasi total terhadap kinerja manajemen PT BSP," kata Aris Aruna, didepan media, Rabu (16/7). 

Ia meminta agar keberadaan PT BSP dimaknai sebagai aset daerah dan negara yang harus dikelola secara prudent dengan pendekatan bisnis dan sumber daya manusia yang tepat. 

"Potensi minyak yang terkandung di CPP Blok adalah milik rakyat, bukan milik pribadi. Sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara akuntabel dan transparan," tegas Aris yang juga mempertanyakan sikap pemegang saham menerima begitu saja laporan keuangan PT BSP.

PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%.

Adapun pemegang saham mayoritas yakni Pemerintah Kabupaten Siak sebesar 72,29%. Kemudian Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.

PT BSP mengalami rentetan masalah operasional sejak 2 tahun lalu, pasca ditunjuk sebagai operator tunggal ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPO Block) pada Agustus 2022 silam.

Sebelumnya, sejak tahun 2002, CPP Blok dikelola secara bersama oleh PT BSP dengan Pertamina Hulu. CPP Blok merupakan warisan dari PT Caltex Pacific Indonesia (CPI). 

Masalah operasional telah mengganggu produksi minyak CPP Blok, ditandai dengan kebocoran pipa salur minyak sejak Maret 2024 silam. Akibatnya, pengangkutan minyak dilakukan menggunakan truk (trucking) dari Zamrud ke Minas.

Produksi minyak PT BSP pun sempat anjlok. Biaya produksi minyak makin tinggi yang memicu tekanan kuat terhadap kondisi finansial perusahaan.

Selama tahun 2024 PT Bumi Siak Pusako (BSP) dilaporkan alami kerugian sebesar Rp 238 Miliar.

Informasi tersebut sesuai laporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS-T), PT Bumi Siak Pusako (BSP) tahun Buku 2024.

Senin 30 Juni 2025 lalu di Novotel Pekanbaru yang juga dihadiri seluruh pemegang saham, diumumkan kerugian PT BSP tersebut dilaporkan mengalami kerugian mencapai 14,7 juta USD (setara Rp 238 miliar pada kurs Rp 16.200).

Kerugian yang terjadi di BSP tersebut langsung ditanggapi Bupati Siak Dr Afni Zulkifli M Si selaku perwakilan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak pemilik saham mayoritas di PT BSP.

Jika kerugian tersebut cukup signifikan yang akan menjadi pertimbangan bagi pemegang saham untuk melakukan evaluasi perusahaan.

Baik terkait kinerja, sumber daya manusia (SDM), dan lainnya secara menyeluruh, bertahap, dan terukur.

“Kerugian ini menjadi catatan khusus bagi kami pemegang saham. Jadi meski tercatat ada dividen yang diambil dari saldo laba ditahan sesuai ketentuan UU PT nomor 40 tahun 2007 pasal 70, tetap diperlukan evaluasi menyeluruh di internal BSP agar ke depan BUMD kebanggaan Siak dan Riau ini lebih maksimal memberi kontribusi positif bagi daerah dan bangsa Indonesia,” katanya kepada wartawan Selasa (1/7).

Dari RUPS PT BSP terungkap bahwa terjadi kerugian mencapai 14 juta USD di tahun 2024, karena terjadi congeal atau pembekuan minyak dalam pipa, mengakibatkan biaya distribusi meningkat karena harus menggunakan moda pengiriman crude oil melalui trucking untuk sampai menjadi lifting.

“Kerugian ini menjadi catatan khusus bagi kami pemegang saham. Jadi meski tercatat ada deviden yang diambil dari saldo laba ditahan sesuai ketentuan UU PT nomor 40 tahun 2007 pasal 70, tetap diperlukan evaluasi menyeluruh di internal BSP agar ke depan BUMD kebanggaan Siak dan Riau ini lebih maksimal memberi kontribusi positif bagi daerah dan bangsa Indonesia,” ungkap Afni.

Dalam rapat tersebut, Direksi telah memaparkan secara teknis terkait pengelolaan operasi Wilayah Kerja Coastal Plain Pekanbaru (CPP) selama tahun 2024, termasuk tantangan-tantangan yang dihadapi.

Salah satu isu utama yang disorot adalah kondisi fasilitas operasi dan produksi yang telah berusia tua, bahkan sejak tahun 1975.

Memang terjadi penurunan Laba/Rugi (L/R) tahun 2024, disebabkan oleh beberapa faktor utama, diantaranya kejadian force majeure akibat umur pipa yang sudah tua dan mengalami korosi, hingga menyebabkan congeal dan membatasi aktivitas lifting minyak mentah.

Selain itu meningkatnya ongkos produksi karena pengiriman minyak mentah harus menggunakan moda transportasi trucking dan barging.

Masalah krusial adalah terbatasnya fasilitas storage tank untuk Crude Oil, yang tidak mampu menampung maksimal hasil produksi dari sumur-sumur aktif.

Adapun faktor eksternal penurunan harga ICP (Indonesian Crude Price) yang cukup signifikan. Dari asumsi USD 85,91/Bbls, realisasi hanya mencapai rata-rata USD 77,90/Bbls.

Namun demikian, secara umum kinerja produksi Crude Oil tahun 2024 tetap menunjukkan hasil yang menggembirakan. Melalui kegiatan pemboran 11 sumur eksploitasi baru, produksi mampu dikembalikan ke angka 8.000 barrel per hari di akhir tahun 2024.

Capaian ini juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat sebagai bagian dari kontribusi terhadap ketahanan energi nasional.

BSP juga telah menyisihkan keuntungan perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya sebagai saldo cadangan umum dan cadangan khusus.

Sebagian dari cadangan tersebut telah disetujui untuk dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham, termasuk untuk Pemerintah Kabupaten Siak sebesar Rp21 miliar.

“Kita tidak berpuas hati dengan deviden ini, karena itu kami tetap menuntut adanya evaluasi di manajemen. Ini juga menjadi keinginan dari pemilik saham lainnya. Kami percaya bahwa PT BSP masih memiliki prospek yang baik di masa depan jika masalah managemen ini kita evaluasi total,” tegas Afni.

Sementara Manajemen PT BSP diwakili Iskandar menyampaikan, telah mempersiapkan beberapa langkah strategis untuk mengantisipasi potensi penurunan pendapatan di tahun 2025.

Untuk jangka pendek, dilakukan efisiensi menyeluruh terhadap biaya operasi dan evaluasi terhadap biaya moda transportasi minyak mentah.

Adapun jangka menengah, dengan melakukan percepatan pembangunan pipa minyak mentah menuju Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) yang diberi waktu selama 17 bulan sejak RUPS terakhir dan pemenuhan kewajiban KKP.

“Sedangkan jangka panjang dilakukan penggantian bertahap terhadap fasilitas penunjang produksi, serta eksplorasi sumber-sumber minyak baru untuk peningkatan produksi dan cadangan,” kata Iskandar.

Sebagaimana diketahui, PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07 persen. Adapun pemegang saham mayoritas yakni Pemerintah Kabupaten Siak sebesar 72,29 persen.

Kemudian Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02 persen Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41 persen dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21 persen.

PT BSP mengalami rentetan masalah operasional sejak 2 tahun lalu, pasca ditunjuk sebagai operator tunggal ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPO Block) pada Agustus 2022 silam.

Sebelumnya, sejak tahun 2002, CPP Blok dikelola secara bersama oleh PT BSP dengan Pertamina Hulu.

CPP Blok merupakan warisan dari PT Caltex Pacific Indonesia (CPI).

Sehingga jika evaluasi terhadap PT BSP secara menyeluruh dilakukan oleh pemegang saham sudah menjadi hal wajar dalam dunia usaha. Karena hal ini menyangkut kepercayaan publik, terutama mitra kerja PT BSP itu sendiri.

Tambah lagi, kerugian perusahaan juga akan menimbulkan risiko terhadap aspek lain.

Terutama perusahaan sendiri, seperti kinerja, operasional yang bisa pada pengurangan kerja sama.

Termasuk mitra kerja, yang bisa saja mempertimbangkan kembali untuk kerjasama dengan PT BSP. (*)

Tags : pt bumi siak pusako, pt bsp, pengelola minyak mentah, riau, bsp rugi rp 238 miliar dalam pengelolaan minyak mentah, minyak mentah di ladang cpp, coastal plains and pekanbaru, News,