"Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan Panja Migas dari Komisi VII DPR RI telah membahas Blok Rokan di Gedung Daerah Balai Serindit"
elihatanya Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar M.Si mulai 'pusing' atau 'gamang' untuk melihat kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk menempatkan orang-orang yang memiliki skil agar kedepan BUMD di Riau bisa lebih berkontribusi pada daerah.
Publik dengan mudah melihat dan menjadi maklum, mengerti mengapa pusing dan memaklumi persoalan demi persoalan yang terjadi baik tentang kemajuan dan keuntungan diperoleh beberapa BUMD yang dinilai belum signifikan, kata H Darmawi Wardhana Zalik Aris SE, Koordinator Indonesian Corruption Investigation (ICI) menilai beberapa waktu lalu.
"Jika saja kita bisa mengetahui apa penyebab Gubernur Riau mungkin gamang atau pusing melihat beberapa BUMD di Riau kemudian kita juga bisa memaklumi beliau akan tetap sulit dimengerti mengapa sebegitu rumitnya dalam menentukan pilihan yang skil untuk jabatan di BUMD khususnya yang terjadi di tubuh PT Riau Petroleum," ujarnya.
Tetapi memang kinerja PT Riau Petroleum belum memuaskan, bahkan perusahaan BUMD yang satu ini diminta gesit untuk mengejar target pendapatan.
"Makanya waktu rapat kemarin kami minta Riau Petroleum secepatnya urus PI 10 persen itu. Ini supaya tercapai target dan dividen untuk Pemprov Riau. Kalau sepanjang 2022 ini kan masih nol," tanya Komisi III DPRD Riau, Zulkifli Indra, Kamis (3/11).
Dia menjelaskan belum lama ini telah dilakukan rapat kerja dengan PT Riau Petroleum. Rapat itu mengevaluasi progres participating interest (PI) 10 persen Migas di wilayah kerja (WK) Provinsi Riau.
"Memang kinerja BUMD milik Pemprov Riau itu belum memuaskan. Saya pun tidak yakin PT Riau Petroleum mampu memenuhi target pendapatan jelang berakhir Tahun 2022 ini," ungkap Zulkfili.
Tetapi Zulkifli kembali yakin perusahaan pelat merah tersebut bisa lebih gesit mengejar target pendapatan Tahun 2023. Sesuai dengan yang telah ditetapkan Banggar DPRD Riau dengan TAPD.
Apalagi PT Riau Petroleum akan mendirikan lagi Anak Perusahaan Daerah (APD) baru. Untuk kelola wilayah operasi Migas Malacca Strait, Kepulauan Meranti. APD yang sudah ada yaitu PT Riau Petroleum Siak, Riau Petroleum Kampar, dan Riau Petroleum Rokan.
Dengan penambahan APD baru, Ia berharap kegiatan operasional PT Petroleum bersama anak perusahaanya lebih produktif. Selain ada potensi PAD yang besar dari bagi hasil migas tersebut.
"Kalau lihat proposalnya, usulannya bagus. Apalagi pimpinan Riau Petroleum sekarang ini latar belakang pendidikannya di bidang Migas. Masih muda pula. Kita harap dia bisa membawa Riau Petroleum jadi lebih baik," sebutnya.
Namun Darmawi Wardhana dikediamannya ditanya soal ini kembali mengaku dirinya bukan 'cenayang' yang memiliki kemampuan khusus bisa menerawang benak orang lain, "hanya bisa menduga-duga saja melalui rentetan peristiwa dan mencoba berempati menempatkan diri seolah-olah berada pada posisi beliau sebagai Gubernur Riau agar dapat sedikit memahami kegundahan yang beliau rasakan," sebutnya.
Pertemuan Gubri, Ketua Panja Migas DPR RI Alex Noerdin, tim Panja Migas Komisi VII, Kapolda Riau, Danrem, pihak Pertamina, Chevron, tokoh adat Melayu Riau dan tamu undangan lain sebelumnya sudah membahas soal BUMD di Riau.
'Gubri terlihat pusing'
Memang tidak semua orang mengetahuinya, tetapi tampaknya sebagian besar orang yang aktif terlibat atau mengamati dinamika perjalanan BUMD sejak dibentuk maupun pemerintahan di Riau secara umum pernah mendengarnya, hubungan inter-personal antara Gubernur dengan orang-orang (person) yang duduk di jabatan BUMD sebelumnya kurang memuaskan.
"Hubungan itu konon sudah terjadi sejak beliau menjabat dibeberapa jabatan di pemerintah Riau maupun hingga menjadi Bupati Siak pada masa pemerintahan Gubernur HM Rusli Zainal. Dan ini tidak perlu masuk atau terlalu dalam terkait sebab musabab kemungkinan masih buruknya beberapa kinerja BUMD, walaupun sebagian masyarakat mungkin sudah mengetahuinya," kata Darmawi Wardhana yang juga Ketua Umum (Ketum) Lembaga Melayu Riau (LMR) Pusat Jakarta ini menyikapi.
"Kalau kita melihat keberadaan BUMD milik Pemprov Riau kerap disorot negatif dan dianggap menjadi 'benalu', padahal dari 7 BUMD yang ada, hanya dua yang belum membukukan keuntungan, sementara 5 BUMD sejak didirikan 2004 silam rutin memberikan sumbangsih bagi penerimaan daerah," sebutnya.
Lima BUMD yang sudah untung yang dimaksud Darmawi yaitu PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER), PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), PT Bank Riau Kepri, PT Sarana Penjamin Kredit Riau (SPKR) dan PT Perusahaan Investasi Riau (PIR). Sedangkan yang belum untung adalah PT Riau Air dan PT Riau Petrolium.
"Jadi lima BUMD itu masih sehat, seperti PT Bank Riau, PT PER, PT PIR, PT SPR dan PT SPKR yang sudah menghasilkan deviden bagi daerah dan bisa mengelola keuangan mandiri, hanya dua yang tidak itu, seperti PT Riau Air dan PT Riau Petroleum yang harus dibantu pengembangannya,'' katanya.
Menurut Darmawi, kondisi yang sehat lima BUMD milik Pemerintah Provinsi Riau tersebut dapat dilihat dari indeks pengelolaan keuangan yang sudah mulai mendiri serta pemasukan keuntungan/deviden kepada kas daerah yang sudah mulai dilakukan.
Memang dalam penyertaan modal di tujuh BUMD ini sudah menghabiskan anggaran ratusan milyar, namun jika melihat hasil yang peroleh selama ini masih dapat di imbangi.
"Siapa bilang merugi terus, yang ada itu memang BUMD kita selain Bank Riau tidak ada yang menghasilkan Deviden besar, tetapi untuk fungsi sosial membantu kepada masyarakat seperti PT PER, PT PIR dan PT Sarana Penjaminan Kredit Rakyat (SPKR) sudah sebanding dengan penyertaan modal itu,'' sebutnya.
"Jadi sekitar 80 persen BUMD di Riau sudah menghasilkan, tidak seperti apa yang disebutkan selama ini BUMD kita hanya menghabiskan anggaran daerah, tetapi kenyataanya sudah menghasilkan, meskipun secara personal masih belum optimal, tetapi secara akumulatif sudah menguntungkan,'' jelasannya.
Darmawi tidak menampik BUMD di Riau, keberadaanya memang penuh dinamika.
Dari masalah penempatan pegawainya hingga tidak berimbangnya antara penyertaan modal dengan keuntungan yang didapatkan.
"BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah. Sebagaimana definisi dari UU nomor 23 tahun 2014. Duitnya jelas dianggarkan atas persetujuan Gubernur dan DPRD yang disahkan dalam rapat paripurna baik pada APBD murni atau APBD perubahan."
"Dari berbagai kasus yang muncul, BUMD disorot karena kerap dipolitisasi oleh oknum kepala daerah atau anggota DPRD. Kesan BUMD sebagai tempat titipan dan penempatan pejabat serta sebagai ladang "panen" untuk menumpang fasilitas pejabat atau mitra."
"Maka yang terjadi adalah akuntabilitas BUMD hanya dilihat dari sudut akuntabilitas politik bukan berdasarkan profesionalisme kerja pengelola unit usaha, menambah penyertaan modal bukan pertimbangan kinerja dan capaian hasilnya," katanya.
'Deal- deal politik dan faktor lainnya'
Kendati demikian dari catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terdapat 1.186 BUMD, 92.87 persen memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD ). Dan sebagian lainnya tidak memberikan kontribusi yang berarti.
Tidak heran kalau di Provinsi Riau sejumlah BUMD yang telah di subsidi puluhan miliar melalui anggaran daerah tidak memberikan keuntungan yang berarti untuk pendapatan daerah.
Bahkan ada dua BUMD yang tidak jalan sama sekali. Namun juga harus diakui ada BUMD yang sanggup memberikan keuntungan sampai 122 persen melampaui modal yang diberikan.
Berdasarkan data yang pernah disampaikan masa Sekdaprov Riau dijabat Ahmad Hijazi pada penyampaian penyempurnaan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah Provinsi Riau tentang perubahan APBD tahun anggaran 2016 diketahui bahwa BUMD milik pemprov Riau memberikan pendapatan Rp 218,6 miliar dari total penyertaan modal sebesar Rp 930, 672 miliar atau mendekati angka 1 triliun.
Secara berurutan, PT Asuransi Bangun Askrida menorehkan angka 52 persen dari total modal Rp 1,2 miliar. Anehnya BUMD yang menguntungkan penyertaan modalnya sangat kecil sementara BUMD yang minim pendapatan digelontorkan modal besar.
Melihat perbedaan keuntungan antara BUMD satu dengan yang lainnya. Semestinya harus diperhatikan tingkat rasionalitas bagian laba atas penyertaan modal. Disamping juga perolehan manfaat ekonomi, sosial dengan batasan jangka waktu.
Hanya saja, Darmawi melihat perlunya pengaturan kejelasan hubungan antara profesionalisme dan sisi politik kepala daerah/ DPRD dalam rancangan peraturan pemerintah tentang BUMD.
Perlu pengaturan BUMD pada hal-hal yang mendasar utamanya untuk profesionalisme dalam unit usaha, penilaian kerja dan akuntabilitas. Dengan demikian BUMD akan tumbuh kuat mampu bersaing tidak kalah dengan sektor swasta.
Selain itu, peranan BUMD ada tidak semuanya mencari keuntungan. BUMD yang tidak berorintasi profit yaitu PDAM. PDAM yang ini sebuah BUMD yang fokus pada layanan publik. Maknanya PDAM tidak lagi jadi sumber PAD.
"BUMD itu kan biasanya di bagi menjadi dua, yaitu pertama BUMD yang berorientasi pada keuntungan dan kedua BUMD yang tidak berorientasi pada keuntungan. Adapun yang masuk kategori pertama seperti perbankan, lembaga keuangan, aneka usaha pertambangan, kehutanan, perkebunan sedangkan kategori kedua layanan publik PDAM," terang Darmawi.
"Yang pasti keberadaan BUMD milik pemprov Riau ini harus ada keberanian transformasi BUMD."
"Dalam korporasi besar, seperti BUMD, tranformasi kadang kala tidak mudah karena perubahan itu mengusik zona nyaman yang kadung dirasakan," katanya.
"Untuk itu harus ada lompatan keberanian dan niat tulus. Mulai dari penempatan orang- orang yang tepat, berintegritas dan berkemampuan menjadi penting di jajaran direksi maupun jabatan strategis lain di korporasi BUMD," sambungnya.
Menurut Darmawi lagi, peran dewan komisaris sebagai pemegang saham pengendali dan penajaman rapat umum pemegang saham (RUPS) diharapkan mampu meningkatkan kinerja sesuai dengan harapan awal berdirinya BUMD, Sehinga penyertaan modal yang diberikan oleh pemprov Riau dapat meningkatkan PAD, sebagai kontribusi terhadap masyarakat dan pemerintah Riau.
Memang, kata Darmawi, jika terus-terusan capaian laba BUMD itu tidak mencapai target, akan menimbulkan persoalan bagi Pemprov Riau, khususnya soal pengoptimalan aset daerah bagi kas daerah.
"Jika kurang optimalnya kinerja BUMD di Riau turut disebabkan oleh penempatan pegawai yang cenderung berdasarkan penilaian subjektif. Banyak yang dipekejakan karena faktor kedekatan. Mestinya orang-orang yang di pekerjakan di BUMD itu direkrut dari kalangan profesional dan secara profesional pula," kata Darmawi.
Menurutnya, pembenahan di lini sumber daya manusia penting, ini berkaitan dengan torehan BUMD milik Pemprov Riau yang bisa-bisa bakal tetap kurang optimal.
"Oleh sebab itu Gubernur Riau Syamsuar dapat membawa perubahan yang signifikan terhadap kinerja BUMD Riau ini. Bukankah BUMD dibentuk untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kalau ada BUMD yang belum juga optimal menghasilkan PAD, tentu harus ada perlakuan tersendiri untuk perusahaan ini. Bila rasanya perlu beberapa jabatan penting ditubuh BUMD diganti dengan orang-orang yang lebih skil," pintanya.
Saat ini Pemprov Riau memiliki tujuh BUMD; Bank Riau Kepri, PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER), PT Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida), PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dan PT Riau Petroleum. Sedangkan maskapai penerbangan PT Riau Airline yang sempat mengudara, sudah lama tidak beroperasi. Adapun pembenahan terhadap BUMD merupakan salah satu kebijakan Gubernur Riau Syamsuar, yang ditunggu publik di ranah ekonomi ini.
Pemprov terus dorong Riau Petroleum
Pemprov Riau terus memberikan dorongan kepada PT Riau Petroleum untuk mengejar potensi PI 10 persen yang bersumber dari industri migas di Riau.
“Memang PI 10 persen itu hal yang baru bagi Riau Petroleum. Saat ini mereka sedang menunggu proses lanjutan atas persetujuan dari BPH Migas, dan menunggu jatah PI 10 persen dari PHR,” kata Asisten II Setdaprov Riau Job Kurniawan yang mengakui sejumlah kendala yang dihadapi perusahaan plat merah tersebut, Kamis (14/4) lalu.
Kenda salah satunya terkait persiapan kelengkapan dokumen dan regulasi yang panjang.
Job Kurniawan mengatakan, PT Riau Petroleum punya kesempatan untuk mengelola 7 peluang PI 10 persen, jatah bagi hasil Migas untuk daerah produksi. Namun sejauh ini, dari 7 peluang itu baru 1 yang sudah terealisasi.
“Jadi memang semuanya dimulai dari awal. Mereka baru akan mengurus surat-suratnya. Ada 7 PI yang harus mereka kelola dan 1 sudah berjalan, dan kemungkinan 2 lagi akan menyusul,” sebutnya.
Dia menambahkan, tahapan panjang memang harus dilalui Riau Petroleum untuk dapat mengelola ketujuh peluang PI 10 persen itu.
Sejauh ini, Pemprov Riau melihat ada upaya dari perseroan untuk mengupayakan hal tersebut dengan terus berkoordinasi dengan Biro Ekonomi Setdaprov Riau dan pihak Dinas ESDM Riau.
“Kami berharap semua tahapan itu bisa dilalui oleh Riau Petroleum dan PI 10 persen tentulah sangat diharapkan daerah untuk tambahan pendapatan dari sisi PAD,” sebutnya.
Sebelumnya Komisi III DPRD Provinsi Riau juga sudah melakukan rapat kerja dengan PT Riau Petroleum.
"Rapat kerja dengan PT Riau Petroleum terkait evaluasi kinerja progres Particiating (PI) Interest 10% wilayah kerja Provinsi Riau," kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Syafaruddin Poti, di Ruang Rapat Komisi III DPRD Provinsi Riau, Senin (30/5).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi Komisi III DPRD Provinsi Riau Markarius Anwar, didampingi Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Riau Zulkifli Indra, serta diikuti oleh Anggota Komisi III DPRD Provinsi Riau lainnya yaitu Yanti Komalasari, Nurzafri, Soniwati, Misliadi, Kasir, dan Agus Triansyah.
Hadir pada rapat tersebut Direktur Utama (Dirut) PT. Riau Petroleum Husnul, Dirut PT. Riau Petroleum Rokan Ferry Andriadi, Dirut PT. Riau Petroleum Siak Darusman, Dirut PT. Riau Petroleum Mahato Satria, Dirut PT. Riau Petroleum Kampar Pebriansyah Putra, beserta staf, dan Biro Ekonomi Provinsi Riau.
Tetapi Direktur PT. Riau Petroleum Dr Husnul Kausarian PhD, menjelaskan terkait pengelolaan PI 10%. Bagi yang mengelola PI 10% tidak boleh ada aktivitas lain selain aktivitas PI 10% tersebut. Untuk saat ini, PT. Riau Petroleum telah mengerjakan 7 blok.
Adapun kinerja atau progres yang sudah dilakukan oleh PT. Riau Petroleum, diantaranya:
Tetapi soal PI 10% yang sudah didapatkan oleh PT. Riau Petroleum adalah Siak, yang lainnya sedang dalam proses. (*)
Tags : PT Riau Petroleum, Perusahaan Migas, BUMD, Riau Petroleum Disorot, Perusahaan Migas tak Gesit,