PERUSAHAAN perkebunan sawit PT Tunggal Perkasa Plantation [TPP] gencar melakukan kemitraan melalui program kontrak karya untuk meningkatkan kualitas produksi dan kesejahteraan petani.
"PT Tunggal Perkasa Plantation tingkatkan kualitas produksi dan kesejahteraan petani."
“Sawit telah terbukti mampu menggerakkan roda ekonomi daerah, menyediakan lapangan kerja dan memberikan kontribusi bagi negara,” kata Kepala Bagian CDO dan Humas PT Tunggal Perkasa Plantation [TPP] Hadi Sukoco dalam percakapannya duduk ngopi bersama di Afgan Koffi dibilangan Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Minggu (10/11/2024].
PT TPP masih terus melakukan program kontrak karya ini, kata Hadi Sukoco yang dirinya menambahkan akan memasuki pensiun dari Karyawan TPP pada akhir bulan November 2024 ini.
Tetapi Hadi Sukoco masih melihat perkembangan kemajuan perusahaan perkebunan (TPP) yang terus menjalankan program programnnya yang diperuntukkan bagi masyarakat atau petani kelapa sawit.
"Program itu mulai dari pendampingan petani untuk manajemen pengelohan kelapa sawit yang terdiri dari perbaikan agronomi tanaman, manajemen panen, manajemen pemumpukan, serta manajemen pengakutan dan selain itu juga perbaikan infrastruktur kebun juga menjadi paket kemitraan yang dilakukan kepada masyarakat," kata dia.
Hadi Sukoco mengakui, Riau adalah salah satu sentra industri sawit di pulau Sumatera. Sawit sudah menjadi tumpuan ekonomi dan kehidupan masyarakat Riau.
"Tingginya minat masyarakat untuk usaha perkebunan kelapa sawit membuat banyak masyarakat kini mengandalkan hasil dari kelapa sawit sehingga kemampuannya harus terus ditingkatkan melalui staff kemitraan yang bertugas membina petani sawit sekitar perusahaan melakukan pendampingan kemiteraan," diakuinya.
Jadi tingginya minat masyarakat dalam berkebun kelapa sawit selama ini, kata Hadi Sukoco, masih belum diimbangi dengan pengetahuan yang baik tentang agronomi pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
"Banyak masyarakat yang mengeluh akan hasil dari kebun mereka karena kurang maksimal bahkan ada yang mendekati angka kerugian,” kata Hadi.
Perusahaan yang sudah menggelar program kemitraan salah satunya PT TPP di Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau di areal masyarakat terdapat beberapa kelompok petani kontrak kemitraan di tiga Kecamatan [Lirik, Pasir Penyu dan Sei Lala].
"Diwilayah operasional PT TPP, kemarin itu sudah dilakukan penandatangan nota kesepahaman program kontrak kemitraan dengan kelompok tani kelapa sawit sejak lima tahun terakhir," sebutnya.
Program yang bersinergi dengan pemerintah juga dilakukan dalam menanggulangi dan mencegah adanya ancaman kebakaran lahan dan hutan [karlahut].
"Jadi perusahaan juga telah membentuk Masyarakat Peduli Api [MPA], untuk mensinergikan program CSR dengan program AKLIMASI [Aksi Kepedulian Lingkungan Bersama Masyarakat], program AKTUALISASI [Aksi Kepedulian KTU terhadap Lingkungan]."
"Dimana dalam program tersebut seperti program MPA di jadikan program utama dalam pembinaan dan antisipasi penanggulangan bencana kebakaran hutan," terangnya.
Selama ini masyarakat petani sawit di tiga Kecamatan sekitar operasional PT Tunggal Perkasa Plantations [TPP] memiliki hasil perkebunan sawit yang masih rendah, sebutnya.
Jika dibandingkan hasil buah sawit yang dihasilkan TPP anak perusahaan PT Astra Agro Lestari [AAL] tersebut selama ini masyarakat petani sawit rata-rata hanya menghasilkan buah sawit 10-11 ton setiap hektar setiap tahunnya.
Sementara PT TPP yang berdampingan dengan masyarakat petani bisa menghasilkan buah sawit 25 ton setiap hektarnya dalam satu tahun, jelas Hadi.
"PT TPP pun berbagi pengetahuan melalui penyuluhan kepada masyarakat petani sawit sekitar perusahaan, agar nantinya hasil buah sawit petani sama dengan hasil yang diperoleh perusahaan setiap tahunnya."
"Melalui CDO PT TPP Dede Putra melakukan penyuluhan Program Pembinaan Petani Mitra diseputar perusahaan memberi pengetahuan bagaimana hasil buah sawit masyarakat petani dan masyarakat dapat meningkat diantaranya bibit sawit dari masyarakat petani masih banyak yang tidak bersertifikat sehingga tidak terjamin hasilnya," terangnya.
Pemupukan terhadap batang sawit yang dilakukan masyarakat petani selama ini dirasakan masih belum sempurna, begitu halnya masalah air yang tergenang dilokasi kebun sawit masyarakat petani yang menyebabkan produksi buah sawit menjadi berkurang.
Menurutnya, selain melaksanakan penyuluhan tata cara berkebun sawit, perusahaan juga melaksanakan penyuluhan langsung turun ke lokasi kebun sawit milik masyarakat untuk melakukan pembinaan berkelanjutan kepada masyarakat sebagai mitra perusahaan.
Penyuluhan dilakukan perusahaan juga melibatkan Kepala Kebun tiap afdelling, Staf Hama dan Penyakit Tanaman PT TPP.
Selama ini, kata Hadi Sukoco, penggunaan benih milik petani masih rendah membuat produktivitas perkebunan rakyat jadi masih rendah.
Menurut Hadi Sukoco, kondisi itu terjadi karena pertambahan luas perkebunan rakyat tidak diimbangi oleh kemitraan antara petani dengan perusahaan.
"Penggunaan benih yang bagus penting membuat produktivitas perkebunan rakyat bisa meningkat. Dari luas kebun sawit program kemitraan milik petani di tiga kecamatan produksi sawit sekitar 300 ton [30% olah pabrik]."
"Tetapi penggunaan bibit tidak unggul [illegitim seeds] oleh petani swadaya itu umumnya dilatarbelakangi oleh tidak adanya pendampingan dari perusahaan."
"Bibit yang digunakan masih terkendala hingga replanting nanti, namun sebagian yang baru tanam sudah memakai bibit yang baik," ungkap Hadi Sukoco.
"Ini didasarkan mereka [petani swadaya] cari [bibit] murah, cari cepat, pokoknya berbuah. Begitu sudah berbuah, baru kelihatan tidak optimum," tambahnya.
Pada saat yang sama, petani tidak mengelola kebun dengan benar, mulai dari perawatan tanaman, pemupukan, hingga pemanenan.
"Mereka, misalnya, tidak tahu cara membersihkan gawangan atau memotong pelepah dengan benar. Saat panen pun, petani tidak memiliki pengetahuan apakah buah benar-benar matang."
"Itu lah sebabnya saat dilakukan replanting yang baru kita akan ubah untuk dapat peninkatan kedepannya. Peremajaan kebun belum terlambat itu dengan luas sekitar ribuan ha," ujarnya.
"Ini tidak signifikan dengan kebutuhan kebun sawit kita yang kalau kami lihat lebih dari ratusan ha umurnya di atas 25 tahun. Belum lagi yang tidak produktif karena menggunakan benih yang tidak baik," sambungnya.
Kelembagaan petani belum kuat karena belum menyatu dalam koperasi atau kelompok petani. Akibatnya, akses terhadap perbankan untuk permodalan dan akses terhadap Badan Pertanahan Nasional untuk legalitas lahan, terbatas.
"Kuncinya, penyelesaiannya adalah pendampingan melalui staff kemitraan kita yang bertugas ada pihak-pihak yang selalu mengawal, ada kemitraan. Kemitraan itu wajib sesuai dengan UU Perkebunan. Perusahaan dan pekebun harus bermitra," ujarnya.
Perusahaan memperkirakan produksi TBS dari perkebunan rakyat meningkat 20% tahun depan jika ditopang oleh pemupukan yang benar dan replanting berjalan baik yakni melalui mengedukasi cara budidaya dan panen yang baik kepada petani binaan melalui pemberitahuan cara budidaya yang baik, cara panen yang benar, memberi reward kepada petani yang rajin dan memenuhi target suplai TBS ke TPP.
Hadi Sukoco juga menyebutkan, TPP dalam programnya juga mendukung konservasi satwa.
“Pendukung Konservasi Satwa Liar bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK], terkait kepedulian kami sebagai perusahaan kelapa sawit Grup Astra Agro terus dijalankan,” kata Hadi Sukoco.
"Sesuai triple bottom line yang menjadi acuan operasional perusahaan, PT TPP betul-betul menjalankan kegiatan perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, termasuk satwa liar," katanya.
“Sejak tahun 2015, PT TPP bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Riau dan Pemerintah Daerah Kab. Inhu dalam rangka konservasi Gajah, Harimau, Beruang dan satwa liar lainnya dengan mengaktifkan kembali Conservation Response Unit [CRU] Sampoiniet sebagai tim pelaksana program,” sambung Hadi Sukoco lagi.
Bersama dengan PT TPP, CRU Sampoiniet dengan kemitraan antara PT TPP dan BKSDA berjalan selama lima tahun terakhir tetap berkolaborasi untuk menjaga lingkungan.
Menurut Hadi Sukoco, program konservasi harimau memiliki tujuan untuk mencegah dan menanganin konflik satwa liar dengan manusia di Kabupaten Inhu.
"Program konservasi ini juga ditujukan untuk mendorong peningkatan kesejahtraan ekonomi masyarakat sekitar basecamp melalui pengembangan ekowisata."
“Jika ada gajah liar atau harimau akan masuk ke wilayah pemukiman akan diarahkan untuk menghalaunya,” katanya.
Menurutnya, satwa liar akan kembali ke dalam hutan. Dengan demikian, konflik dengan warga dapat dihindari. Selain untuk konservasi dan menangani satwa liar agar tidak memasuki kawasan permukiman, Basecamp CRU Sampoiniet juga dapat dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dan sebagai lembaga tempat pembelajaran dan penelitian terkait satwa liar. (*)
Tags : pt tunggal perkasa plantation, tpp, air molek, inhu, riau, tpp bermitra dengan petani, tpp tingkatkan produksi sawit petani,