PEKANBARU - Puluhan anak dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada Tembilahan pada Jumat 22 Agustus 2025.
Mereka datang dengan gejala keracunan, seperti mual, muntah, dan pusing, yang diduga kuat berasal dari makanan bergizi gratis yang mereka konsumsi di sekolah.
Suasana di ruang instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit sempat dipenuhi tangis dan kepanikan para orang tua. Sebagian anak bahkan harus ditopang karena tidak kuat lagi berjalan.
"Awalnya anak saya hanya mengeluh pusing dan mual, lalu muntah. Saya langsung bawa ke rumah sakit," ungkap salah satu orang tua pasien dengan wajah cemas.
Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan, dr. Rahmat, membenarkan bahwa pihaknya sedang menangani sedikitnya 21 anak dengan gejala serupa.
"Gejala yang ditunjukkan seperti mual, muntah, dan pusing. Diagnosa awal menunjukkan indikasi keracunan makanan," jelas dr. Rahmat.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa para korban adalah siswa SDN 032 Tembilahan yang mengonsumsi makanan gratis di sekolah.
Meski demikian, dr. Rahmat menegaskan bahwa pihak rumah sakit masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan penyebab pastinya.
"Saat ini penanganan pengobatan telah dilakukan. Kami berupaya agar anak-anak segera pulih," tambahnya.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi masyarakat tentang pentingnya pengawasan terhadap makanan yang dikonsumsi, terutama oleh anak-anak.
Warga berharap pihak berwenang segera menelusuri sumber makanan tersebut untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Puluhan anak-anak ini mengalami gejala keracunan, seperti mual, muntah, dan pusing, yang diduga kuat berasal dari makanan bergizi gratis yang mereka konsumsi di sekolah.
Suasana di ruang instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit sempat dipenuhi tangis dan kepanikan para orang tua. Sebagian anak bahkan harus ditopang karena tidak kuat lagi berjalan.
"Awalnya anak saya hanya mengeluh pusing dan mual, lalu muntah. Saya langsung bawa ke rumah sakit," ungkap salah satu orang tua pasien dengan wajah cemas.
Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan, dr. Rahmat, membenarkan bahwa pihaknya sedang menangani sedikitnya 21 anak dengan gejala serupa.
"Gejala yang ditunjukkan seperti mual, muntah, dan pusing. Diagnosa awal menunjukkan indikasi keracunan makanan," jelas dr. Rahmat.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa para korban adalah siswa SDN 032 Tembilahan yang mengonsumsi makanan gratis di sekolah.
Meski demikian, dr. Rahmat menegaskan bahwa pihak rumah sakit masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan penyebab pastinya.
"Saat ini penanganan pengobatan telah dilakukan. Kami berupaya agar anak-anak segera pulih," tambahnya.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi masyarakat tentang pentingnya pengawasan terhadap makanan yang dikonsumsi, terutama oleh anak-anak.
Warga berharap pihak berwenang segera menelusuri sumber makanan tersebut untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Anggota DPRD Riau, Andi Darma Taufik, menyayangkan kasus dugaan keracunan makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa 24 anak SD dan TK di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Menurutnya, kejadian ini menunjukkan belum maksimalnya implementasi program di lapangan.
Para korban dilarikan ke RSUD Puri Husada Tembilahan untuk mendapatkan perawatan setelah mengonsumsi makanan dari program pemerintah.
Sebagian besar pasien berasal dari SDN 032 Tembilahan, serta beberapa dari TK Faturrahman dan SDN 08 Tembilahan.
Andi Darma Taufik, yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Indragiri Hilir, menilai insiden ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua.
"Dengan peristiwa keracunan ini pertama bisa menghantui orang tua, dan bisa mengancam nyawa peserta didik ke depannya," ujar Andi, Minggu (24/8).
Menurut Andi Darma Taufik, Badan Gizi Nasional (BGN) harus memberlakukan standarisasi dalam pelaksanaan MBG, terutama dari sisi higienitas.
Ia mengkritik standar dapur yang dinilai masih seadanya dan tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
"Pertama harus diperhatikan mulai dari persiapan hingga penyajian. Hari ini masih merata standar dapur belum SNI, tidak bisa alakadarnya, sekarang ini kami lihat, yang penting mereka dapat titik bukan mengejar kualitasnya," jelasnya.
Andi, yang juga seorang perawat, menduga keracunan ini disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke dalam makanan.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proses dari pemilihan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian.
"Keracunan anak-anak ini karena ada virus atau bakteri masuk ke makanan, prosesnya mulai dari pemilihan bahan baku, masak memasak, penyajian," ujar Andi.
Ia menambahkan, insiden ini harus menjadi pelajaran.
"Untung kejadian di kota kalau desa kemana mereka dilarikan, kalau misalnya di pelosok Inhil sana keracunan, layanan kesehatan tidak ada, makanya harus jelas semuanya kegiatan ini," tegasnya.
Selain itu, Andi Darma Taufik juga menyoroti kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah dalam penentuan titik distribusi.
Ia menilai anak-anak di pelosok seharusnya diprioritaskan.
"Bagaimana dengan yang di pelosok mereka juga punya hak, tapi kan sampai sekarang belum, seharusnya yang didahulukan adalah anak di pelosok," imbuhnya. (*)
Tags : makan bergizi gratis, mbg, keracunan mbg, anak-anak keracunan mbg, puluhan anak keracunan mbg dilarikan ke rsud, standar higienis mbg,