Sebanyak 41 juta dosis vaksin yang sudah didistribusikan ke provinsi, kabupaten dan kota saat ini belum disuntikkan ke masyarakat.
PEKANBARU - Stok vaksin di sejumlah daerah baru akan habis dalam ratusan hari ke depan. Di Aceh, 1.812 dosis Sinovac bahkan tidak bisa lagi dipakai karena tidak kunjung disuntikkan ke masyarakat. Pemerintah pusat mendorong pemda memindahkan stok vaksin tak terpakai ke daerah prioritas. Menurut survei berskala nasional terbaru, 22% responden belum menerima vaksin, antara lain akibat stok yang terbatas.
Namun strategi memindahkan alokasi stok vaksin dari satu daerah ke daerah lain dikritik dan disebut organisasi pemantau penanganan pandemi, LaporCovid19, mencabut hak kesehatan warga. Organisasi ini meminta pemerintah meningkatkan kampanye di daerah yang rendah tingkat vaksinasinya.
Sumbar, Riau dan Aceh daerah dengan tingkat vaksinasi rendah
Salah satu daerah angka vaksinasi paling rendah di Indonesia seperti Riau. Merujuk data terbaru Dinas Kesehatan, stok vaksin di provinsi itu baru akan habis dalam 56 hari ke depan. Situasi ini terjadi karena minat warga yang minim terhadap vaksin, kata Kepala Dinas Kesehatan Riau, Mimi Yuliani Nazir dalam keterangan pers nya, Rabu (15/9).
Data Dinas Kesehatan [Diskes] Provinsi Riau sebanyak 1.200.497 orang di Provinsi Riau telah mendapatkan suntik vaksin Covid-19 tahap pertama, atau 26,8% dari total sasaran masyarakat yang divaksin. Setidaknya 4.475.860 orang penduduk Riau disuntik vaksin secara lengkap agar membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) yang mampu menghentikan laju virus Covid-19. Diketahui, jumlah penduduk Riau adalah 6.394.087 orang dan untuk mencapai herd immunity dibutuhkan 70% dari populasi atau 4.475.860 orang divaksinasi.
Diskes Provinsi Riau juga telah mencatat untuk vaksin tahap pertama sudah 1.200.497 orang atau 26,8% yang disuntik, dan 775.821 orang atau 17,3% untuk vaksin tahap kedua. Sementara untuk vaksin ketiga atau booster yang digunakan sebagai penguat kekebalan yang dikhususkan bagi tenaga kesehatan (nakes), sudah 15.571 orang yang mendapatkannya.
Dari 12 Kabupaten dan Kota se-Provinsi Riau, diketahui baru 5 daerah yang capaian vaksinasi tahap pertamanya sudah di atas 20%, yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Kepulauan Meranti dan Dumai. Sementara 7 Kabupaten dan Kota lainnya masih belum mencapai target vaksinasi tahap pertama yang diinginkan.
Mimi Yuliani Nazir juga mengatakan bahwa pada Selasa 14 September 2021 di Riau terdapat penambahan 152 kasus terkonfirmasi Covid-19. "Total spesimen yang diperiksa di Riau hari ini berjumlah 6.943 sampel dan jumlah orang diperiksa berjumlah 6.709 orang. Hasilnya ada 152 yang terkonfirmasi Covid-19," kata Mimi.
Kabar baiknya di Riau terdapat penambahan 215 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh. Selain itux terdapat penambahan 9 pasien yang dinyatakan meninggal dunia karena Covid-19. "Sehingga total terkonfirmasi Covid-19 di Riau menjadi 126.032 kasus. Yaitu terdiri dari pasien masih isolasi mandiri 1.532 orang, rawat di RS 304 orang, sembuh 120.227 orang dan 3.969 meninggal dunia," katanya.
Untuk kasus suspek yang isolasi mandiri berjumlah 4.089 orang, isolasi di RS berjumlah 59 orang, selesai isolasi berjumlah 107.903 orang, dan meninggal berjumlah 453 orang. Total suspek di Riau berjumlah 112.504 orang.
Sementara itu Pemprov Riau juga berencana untuk menambah tempat isolasi terpusat (isoter) untuk penanganan pasien Covid-19 di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau. "Sebelumnya sudah ada arahan dari Pemerintah Pusat untuk daerah yang membutuhkan ruang isolasi terpusat, dengan demikian kita sudah mengusulkannya dan akan mendapat bantuan penambahan ruang isoter di Provinsi Riau," kata Gubri.
Hanya saja Gubri mengaku pembangunan ruang isoter di lingkungan Bapelkes Diskes Riau itu masih menunggu arahan dari Pemerintah Pusat. Gubri mengatakan bahwa dengan adanya ruang isoter, pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 bisa dengan tenang memanfaatkan fasilitas yang ada dibandingkan harus isolasi mandiri di rumah. Hal itu, lanjut Gubri, karena di ruang isoter pasien akan diawasi langsung oleh tenaga kesehatan serta selalu dipantau perkembangan kondisinya agar jika semakin memburuk bisa segera ditangani.
Tak hanya itu, pasien juga bisa diawasi pola makan dan diberi obat-obatan sehingga mengurangi resiko gejala memburuk bahkan kematian. Untuk diketahui, menurut data Diskes Riau per hari Selasa (14/9/2021), di Kota Pekanbaru ada lima lokasi yang disediakan sebagai tempat isolasi pasien Covid-19 yaitu pertama di Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Jalan Delima, Panam, dengan ketersediaan 38 kamar, 84 tempat tidur, terpakai 11 dan sisa 73.
Kedua, di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jalan Gajah, Rejosari, dengan ketersediaan 63 kamar, 148 tempat tidur, terpakai 64 dan bersisa 84. Tempat isolasi mandiri ketiga ada di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jalan Ronggo Warsito, Sail, dengan ketersediaan 37 kamar, 77 tempat tidur, terpakai 40 dan sisa 37. Keempat, di Rusunawa yang menyediakan 31 kamar, 125 tempat tidur, terpakai 4 dan sisa 121. Kemudian yang kelima yaitu di Asrama Haji Antara di Jalan Mekar Sari dengan ketersediaan 88 kamar, 500 tempat tidur, terpakai 27 dan bersisa 473.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Arry Yuswandi mengakui hal sama. "Antusiasme masyarakat sebenarnya tinggi, tapi turun karena stok vaksin terbatas," ujarnya pada pers, Rabu (15/09). Ia menambahkan banyak yang sudah datang ke puskesmas tapi ternyata vaksin habis. Kekosongan vaksin sempat terjadi tiga minggu. Itu berpengaruh pada animo masyarakat, kata Arry.
Setelah sempat kehabisan stok pada Juli lalu, jumlah vaksin yang tersedia di Sumbar sekarang mencapai 565 ribu dosis. Stok itu tersebar di 19 kabupaten dan kota. Namun karena rata-rata penerima vaksin di Sumbar yang rendah, stok itu baru akan habis dalam puluhan hari ke depan. Di empat wilayah Sumbar, yaitu Pasaman, Solok, Sawahlunto, dan Padang Panjang, stok vaksin bahkan baru akan habis dalam ratusan hari ke depan.
Estimasi terlama ada di Padang Panjang, yakni 178 hari. Padahal menurut Kemenkes, stok vaksin sebaiknya habis kurang dari tujuh hari. Pemprov Sumbar berusaha menyiasati ini dengan menggelar vaksinasi yang menyasar pelajar. "Sederhananya, kota dan kabupaten harus habiskan vaksin yang ada di mereka. Salah satunya dengan program gebyar vaksin pelajar SMA dan SMK. Kalau ada acara seperti itu orang akan semangat divaksin," kata Arry.
'Vaksin terbuang sia-sia'
Awal pekan ini, sebanyak 1.812 dosis vaksin di Aceh Tenggara dilaporkan tidak bisa lagi digunakan. Penyebabnya, banyak warga kabupaten itu batal datang ke sentra vaksinasi. Sama seperti Sumbar, Aceh adalah salah satu provinsi dengan tingkat vaksinasi terendah. Stok vaksin di wilayah itu rata-rata baru akan habis dalam dua bulan ke depan.
Namun Arry Yuswandi mengklaim kerusakan vaksin di Aceh tidak akan terjadi di Sumbar. "Kami kan gunakan tempat penyimpanan yang sudah terstandar. Ada ruang dingin di provinsi dan kulkas khusus untuk vaksin di kabupaten-kota," ucapnya.
Bagaimanapun, munculnya vaksin yang terbuang sia-sia tidak dapat dihindari, menurut Juru Bicara Kemkes untuk Program Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi. "Kondisi ini kami sebut wastage rate atau dosis vaksin yang mau tidak mau kita buang," kata Nadia.
"Walaupun jumlah peserta vaksinasi sudah didata, tapi kemudian yang datang tidak sesuai, sehingga pada hari itu tersisa tiga dosis, besoknya tersisa empat dosis. Lama-lama kalau dosis yang tersisa dihitung sejak Januari maka angkanya akan banyak," ujarnya.
Nadia berkata, tingkat dosis vaksin yang terbuang di Aceh Tenggara mencapai 3,8%. Persentase itu disebutnya masih di bawah perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang vaksin yang akan terbuang sia-sia, yakni 5-10%. Walau begitu, Nadia menyebut pemerintah pusat mendorong pemda cekatan untuk mendistribusikan vaksin yang tak tersalurkan ke daerah yang kekurangan stok. "Kemkes punya situs pemantauan stok vaksin. Bisa dilihat kabupaten/kota yang stoknya masih banyak, ada yang baru habis 60 bahkan 180 hari. Di situlah kewenangan pemerintah provinsi untuk memindahkan stok vaksin itu ke daerah lainnya," kata Nadia.
'Hak atas vaksin tak boleh dicabut'
Namun strategi memindahkan stok vaksin seperti ini dikritik Amanda Tan, relawan di organisasi sipil pemantau penanganan pandemi, LaporCovid-19. Stok vaksin yang menumpuk akibat minat warga yang rendah, kata Amanda, seharusnya disiasati dengan kampanye pentingnya vaksin. "Vaksin adalah hak semua warga. Kalau di Aceh stoknya masih banyak, tugas pemerintah adalah sosialiasi lebih masif dan memastikan warga mau divaksin," ujar Amanda.
"Sekarang banyak orang mau divaksin karena terdesak urusan administrasi, seperti tidak boleh urus KTP. Jadi warga dipaksa karena ada kebutuhan administrasi. Hal seperti ini yang perlu didorong. Kalau stok vaksin yang tidak terpakai tadi dipindahkan untuk warga Jawa dan Bali, misalnya, itu mengambil hak warga Aceh. Pelayanan kesehatan adalah hak warga negara, jika ada yang tidak menginginkannya, bukan berarti vaksinnya ditarik, tapi warga harus diedukasi," kata Amanda.
Antusiasme masyarakat terhadap vaksin berbeda di setiap daerah. Di saat vaksin menumpuk di beberapa wilayah, sekelompok warga di daerah lain justru tak kebagian kuota. Tren ini muncul dalam hasil survei terbaru yang dilakukan Change.org, KawalCovid-19, dan Katadata Insight Center. Dari total 1831 responden yang belum menerima vaksin, 15,6% di antaranya mengaku kehabisan kuota di berbagai sentra vaksinasi.
Siti Nadia Tarmizi menyebut hal ini terjadi karena vaksin yang tersedia untuk masyarakat Indonesia saat ini baru mencapai 40%. "Jadi memang belum akan dapat semua," ucapnya menambahkan sebagian besar stok vaksin, kata Nadia, saat ini akan difokuskan ke daerah yang paling rawan terdampak penularan kasus Covid-19. (*)
Tags : Virus Corona, Vaksin, Puluhan Juta Dosis Vaksin Menumpuk dan Rusak, Vaksin Covid-19 di Daerah Menumpuk,