Headline Sosial   14-05-2025 9:1 WIB

Qurban Bukan Sekadar Ibadah, Tapi Wujud Kepedulian Sosial yang Berkelanjutan

Qurban Bukan Sekadar Ibadah, Tapi Wujud Kepedulian Sosial yang Berkelanjutan

IBADAH QURBAN yang dilaksanakan setiap Iduladha bukan hanya ritual penyembelihan hewan, melainkan wujud nyata syukur dan ketakwaan kepada Allah. Ibadah ini meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim AS ketika diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS.

Di balik kisah spiritual tersebut, terdapat nilai sosial yang sangat penting bagi kehidupan umat Islam.

Salah satu hikmah terbesar dari pelaksanaan qurban adalah terciptanya solidaritas sosial.

Melalui pembagian daging qurban, masyarakat kurang mampu yang jarang menikmati daging bisa merasakan kebahagiaan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Kini, pemanfaatan sosial dari ibadah qurban juga berkembang melalui inovasi. Salah satunya adalah pengolahan daging qurban menjadi makanan olahan tahan lama, seperti rendang, yang dilakukan dalam program Power Qurban oleh UCare Indonesia.

Pengolahan daging qurban menjadi rendang siap saji merupakan bentuk ijtihad modern yang memperluas manfaat qurban.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 37 Tahun 2019 yang membolehkan pengawetan dan distribusi daging qurban dalam bentuk olahan seperti rendang, kornet, atau abon, selama tetap mengikuti prinsip-prinsip syariah.

Produk rendang qurban dalam kemasan memiliki daya simpan hingga delapan bulan, memungkinkan distribusi ke wilayah terpencil, daerah terdampak bencana, atau komunitas yang mengalami krisis pangan.

Dengan pendekatan ini, nilai ibadah qurban dapat dirasakan lebih lama dan lebih luas.

Selain aspek sosial, qurban juga mendidik jiwa untuk ikhlas dan rela berkorban. Ketika seseorang menyerahkan hewan qurban, ia belajar melepas hal yang dicintai demi mencari ridha Allah.

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu...” (QS. Al-Hajj: 37)

Pembagian daging qurban juga mempererat ukhuwah Islamiyah. Momen ini menjadi sarana memperkuat tali silaturahmi antarwarga dan menumbuhkan empati sosial di tengah masyarakat.

Melalui program seperti Power Qurban, masyarakat kini dapat berpartisipasi dalam ibadah qurban yang tak hanya sah secara syariat, tetapi juga memberikan dampak berkelanjutan. Daging olahan dalam bentuk rendang siap saji dapat menjangkau lebih banyak penerima manfaat di berbagai pelosok negeri.

Qurban bukan lagi hanya tentang hari raya, tapi tentang memberi harapan dan menguatkan sesama.

Berkurban menjadi sebuah ibadah yang ada dalam hari raya Idul Adha. Amalan ini berarti merelakan dan melepaskan apa-apa yang dipunyai seseorang kepada Allah, Zat Yang Mahamemiliki segala sesuatu.

Itu sebagai upaya mendekatkan diri kepada-Nya.

Sejarah kurban telah ada sejak dahulu kala. Bahkan, tonggaknya muncul jauh sebelum Nabi Ibrahim AS, yakni melalui peristiwa yang dialami anak Adam AS, Qabil dan Habil.

Masing-masing mereka menghadirkan persembahan dan menyaksikan sendiri, apakah ikhtiarnya diterima atau ditolak Allah.

Apakah tujuan ibadah kurban menurut agama Islam?

KH Ahsin Sakho dalam buku Oase Alquran: Petunjuk dan Penyejuk Kehidupan menjelaskan bahwa penyembelihan kurban bukan tujuan utama dalam ibadah yang satu ini. Sebab, Allah tidak membutuhkan daging dan cipratan darah hewan yang dikurbankan.

Yang Allah kehendaki setelah seseorang berkurban, lanjut Kiai Ahsin Sakho, adalah terciptanya hati yang penuh ketakwaan kepada-Nya.

Ini pun akan berimbas pada seluruh aspek kehidupan si shahibul qurban. Demikianlah ajaran agama yang benar, hanif, dan diridhai Allah.

Dalam sejarah, pernah terjadi pengorbanan dengan anak manusia. Itulah yang pernah terjadi di Mesir dan Sudan sebagaimana diriwayatkan sejarawan.

Peristiwa "penyembelihan" Nabi Ismail agaknya sebagai bentuk upaya menghentikan pengorbanan dengan manusia.

Sebaliknya, Allah mengganti kebiasaan ini dengan sesuatu yang bernuansa sosial, yaitu kambing atau hewan ternak lainnya--yang dagingnya lalu dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Hadirnya Islam tidak merombak adat kebiasaan yang buruk dengan frontal. Melainkan mengganti tradisi tersebut dengan yang lebih bermakna dalam kehidupan.

Bukankah dahulu bayi yang dilahirkan rambutnya diolesi darah hewan yang dipersembahkan kepada berhala, lalu oleh Nabi diganti dengan minyak Za'faran yang berwarna merah dan wangi?

Islam menghendaki agar ibadah yang berdimensi spiritual bisa melahirkan rasa sosial. Seperti ibadah shalat yang harus melahirkan semangat amar makruf nahi munkar.

Puasa harus melahirkan rasa empati terhadap yang miskin. Shalat dan zakat adalah dua kosa kata yang selalu bergandeng bersama, tak bisa dipisahkan.

Adapun pelaksanaan ibadah haji sarat dengan pemandangan penuh makna. Haji yang mabrur bisa kelihatan hasilnya manakala ibadah haji mampu melahirkan sikap manusia yang lebih bijak, santun, dan solider kepada sesama dalam realitas kehidupan. 

Penyembelihan kurban bukan tujuan utama. Ibadah kurban adalah cara agar manusia semakin lebih dekat kepada Allah SWT dan dekat terhadap sesamanya dalam aspek kehidupan. (*)

Tags : idul adha, idul adha 2025, jelang idul adha, idul kurban, tujuan kurban,