News Daerah   2024/03/16 23:26 WIB

Ramadhan di Pulau Berhala Warga Masih 'Kesulitan Hidup', 'Juga Banyak Dirundung Problematika Ditengah Hamparan Laut Cina Selatan'

Ramadhan di Pulau Berhala Warga Masih 'Kesulitan Hidup', 'Juga Banyak Dirundung Problematika Ditengah Hamparan Laut Cina Selatan'
Sisi kehidupan warga di Pulau Berhala.

KEPRI, RIAUPAGI.COM - Puluhan kepala keluarga [KK] warga Desa Pulau Berhala [wilayah terisolir] diujung Provinsi Kepulaun Riau [ProvKepri] menyambut awal Ramadhan dengan merasa kesepian karena terisolasi di perairan bebas dan luas dilaut Cina Selatan itu.

Desa Pulau Berhala kini sudah ditingkatkan menjadi Kelurahan Berhala yang masuk pada wilayah Kabupaten Lingga, sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau, memiliki banyak keunikan dan daya tarik tersendiri.

Kabupaten ini berkembang dengan Kota Batam dan Laut Natuna Utara di sebelah utara, Laut Bangka dan Selat Berhala di sebelah barat, serta Laut Indragiri Hilir di sebelah barat, dan Laut Natuna Utara di sebelah timur.

Luas wilayahnya mencapai 211.772 kilometer persegi, terdiri dari daratan seluas 2.117,72 kilometer persegi dan wilayah lautan seluas 209.654 kilometer persegi.

Terdapat 531 pulau kecil dan besar di Kabupaten Lingga, namun 447 pulau di antaranya masih belum berpenghuni.

Kabupaten Lingga terdiri dari 13 kecamatan, dengan Kecamatan Singkep menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak, mencapai 23.201 jiwa.

Pada tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Lingga mencapai 98.663 jiwa, namun jumlah yang terus bertambah ini tidak diimbangi dengan persebaran penduduk yang merata.

"Ramadhan di pulau terpencil masih terasa menyakitkan yang terasa sepi dalam jalani aktivitas."

“Di sini saya merasa sangat kesepian. Karena saudara, orang tua, dan sebagian besar kerabat saya masih tinggal di Kabupaten Lingga,” kata Encik Saref, tokoh masyarakat  Desa Berhala yang dikontak ponselnya hanya terdengar sayup-sayup timbul tenggelam belum lama ini.

"Selama Ramadan tahun lalu, kami semua berkumpul bersama dan mengadakan pertemuan dengan warga dan keluarga yang tak terlupakan," sambung Encik Saref yang terdengar suaranya mulai bergetar diterpa angin.  

Sejauh ini, ada lebih dari 90 KK di Pulau Selat Berhala masih bertarung dalam sisi kehidupan. 

"Beberapa dari mereka mengatakan tidak ingin membuat situasi menjadi sepi, terutama di Ramadhan ini," sebut Encik Saref. 

Tetapi Encik Saref menerangkan kalau dirinya dengan sejumlah warganya pernah mendatangi Istana Negara di Jakarta, Kamis 3 November 2011 lalu menolak Pulau Berhala menjadi milik Provinsi Jambi.

Sejumlah warganya menyampaikan surat penolakan atas Permendagri No. 44 Tahun 2011 yang memasukkan Pulau Berhala ke wilayah Jambi.

"Aksi penolakan diwarnai pembakaran foto Gubernur Jambi dan Mendagri Gamawan Fauzi."

“Kami sangat kecewa dengan Mendagri yang tidak pernah bertanya kepada kami sebelum membuat keputusan, padahal kami ini warga yang tinggal di sana, harusanya kami ditanya mau bergabung dengan siapa. Sekarang semua masyarakat sempat menjadi resah dan tidak tidak tenang,” ujar Encik Saref mengenang masa ia pernah menjabat sebagai Kades Berhala.

Dia mengakui, sekarag sudah kembali masuk wiayah Kepri, warga desa Berhala sudah menjalani hidup normal kembali, karena memang Berhala adalah NKRI, tapi Bukan Milik Jambi.

Encik Saref mengaku, selama ini warga merasa lebih dekat dengan Provinsi Kepulaun Riau, baik dari sisi bahasa maupun dalam adat istiadat keseharian.

Tetapi Ecik Saref kembali mengkisahkan bahwa dirinya beserta warga masih terus berjuang untuk berbagai kesulitan hidup di pulau yang tak terjamah oleh kehidupan umumnya.

"Alam hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga melalui ponsel. Dia juga tidak yakin kapan bisa bertahan kalau situasi ekonomi di pulau terpencil terus mengancam."

“Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi kami sebagai Muslim dan kami semua ingin berkumpul bersama dengan teman dan keluarga selama bulan suci ini,” ujar dia.

“Saya dulu pernah bekerja sebagai sukarelawan di sebuah lembaga swadaya masyarakat [lsm]. Saya mendapat uang sebagai upah setiap bulan. Dari uang itu, saya bisa memberikan makanan bergizi kepada warga saya,” kata Encik Saref.

Menurutnya, banyak warga di pulau ini masih belum memiliki pekerjaan, sehingga tidak bisa memberikan makanan yang bergizi kepada anak-anaknya. Tentu praktis untuk keperluan sehari-hari.

Jadi Encik Saref menilai, memang ada mendapatkan beras, lentil, minyak, bawang, gula, dan lain-lain sebagai bantuan akan tetapi anak-anak berkeinginan makan ayam dan daging sapi atau kambing, sebenarnya persediaan makanan sehat itu masih menjadi perhatian khusus di daerah terpencil pada Ramadhan ini. (*)

Tags : ramadhan di pulau terpencil, pulau berhala, kades Berhala encik saref, pulau Berhala, Daik Lingga, Kepri, warga Berhala kesepian di ramadhan, News Daerah,