Riau   12-04-2025 16:18 WIB

Rencana Pemerintah Bangun Sekolah Rakyat, LP3 Anak Negeri: 'Buang-buang Duit, Lebih Baik Gratiskan SD Sampai SMA'

Rencana Pemerintah Bangun Sekolah Rakyat, LP3 Anak Negeri: 'Buang-buang Duit, Lebih Baik Gratiskan SD Sampai SMA'

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pemerintah saat ini tengah membuka pendaftaran guru dan siswa untuk Sekolah Rakyat, sebuah program pendidikan gratis yang akan menampung murid dari keluarga miskin dan miskin ekstrem dengan konsep asrama.

Pembangunan sekolah yang disebut akan menyedot duit hingga Rp150 miliar per sekolah ini diklaim untuk "memuliakan keluarga miskin dan memutus mata rantai kemiskinan".

Namun, apakah masyarakat telah mendapatkan sosialisasi sekolah rakyat yang rencananya dimulai tahun ini?

Dan, apakah sekolah rakyat yang memiliki daya tampung terbatas menjadi salah satu jawaban dalam upaya meningkatkan taraf hidup 24,06 juta orang miskin dan 2,3 juta orang miskin ekstrem di Indonesia?

Wilayah Solo, Makassar, Riau dan Batam, akan dibangun sekolah rakyat, serta pengamat pendidikan untuk melihat pandangan mereka tentang sekolah rakyat.

Suprati, 44 tahun, tampak sibuk membereskan perlengkapan sekolah putri bungsunya yang berserakan di lantai rumah kontrakannya berukuran 2x4 meter di kota Pekanbaru, Riau.

Walaupun bekerja sebagai buruh cuci harian, Suprati berharap putrinya yang duduk di kelas IV di sekolah dasar itu bisa menggapai cita-citanya, menjadi seorang guru.

"Dulunya cita-citanya ingin jadi dokter, terus ingin jadi pramugrari tetapi sekarang ingin jadi guru, katanya suka mengajar," kata Suprati sambil tersenyum, Sabtu (12/04).

Namun, memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya bukan perkara mudah bagi Suprati.

Sebagai buruh cuci, Suprati mendapat gaji Rp1,2 juta per bulan. Sedangkan suaminya yang bekerja sebagai serabutan berpenghasilan tak menentu.

"Kadang suami dapat Rp200.000, kadang Rp300.000 per minggu," ujar Suprati yang tinggal di rumah kontrakan satu kamar dengan biaya sewa Rp350.000 per bulan.

Di kota Pekanbaru bakal jadi salah satu dari sekitar 60 lokasi percontohan untuk Sekolah Rakyat.

Pemerintah Provinsi Riau mulai membahas untuk persiapan dan menargetkan Sekolah Rakyat akan dibuka pada tahun ajaran baru 2025/2026.

Namun, Suprati mengaku belum mendengar sosialisasi terkait program itu di wilayahnya. Padahal, rumah Suprati tak jauh dari rencana lokasi Sekolah Rakyat yang bakal dibuka.

"Sekolah Rakyat itu mencakup semua [jenjang sekolah]? Semua fasilitas dibiayai pemerintah? Saya tidak tahu apa-apa," ucapnya.

Minimnya sosialisasi itu, membuat Suprati pesimis jika sekolah rakyat dapat menjangkau kelompok miskin seperti dirinya.

Apalagi, katanya, akhir-akhir ini banyak program pendidikan bagi warga tak mampu yang tidak tepat sasaran.

"Kan sekarang banyak orang-orang kaya minta surat miskin biar dapat sekolah negeri yang gratis," katanya.

Suprati juga mempertanyakan tujuan dari Sekolah Rakyat, karena sekolah negeri yang selama ini berjalan menurutnya "masih terjadi banyak kekurangan".

Penanggung jawab Sekolah Rakyat Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso, Zaini Dahlan, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi sekolah rakyat ke para pendamping program keluarga harapan (PKH).

PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga miskin.

"Dan, besok akan ada sosialisasi dengan dinas pendidikan, dinas sosial, kepala sekolah MTS dan SMP se-Surakarta," kata Zaini.

Selain sosialisasi, persiapan sarana prasarana sekolah rakyat pun tengah dilakukan, katanya.

"Rencananya di sini untuk tingkat SMA sebanyak empat rombel [rombongan belajar]. Masing-masing satu kelas berisi 25 siswa, jadi total ada 100 siswa," sebutnya.

Lain lagi disebutkan Wawan Sudarwanto dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negeri menyebut, pemerintah sebaiknya gencar melakukan program paket A, B, C.

Berdayakan lagi sanggar kegiatan belajar mengajar (SKB), pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di satuan-satuan pendidikan non formal lainnya seperti majelis taklim, sekolah-sekolah minggu.

"Sebaiknya perbaiki sistemnya, lengkapi fasilitas sekolah yang sudah ada, perhatikan kurikulim vocaltional, training sesuai zonasi atau tipelogi kawasan," sarannya.

Sementara lokasi selanjutnya yang disebut akan dibangun sekolah rakyat adalah di Rempang dan Galang, Batam, Kepulauan Riau, daerah yang sedang dilanda konflik agraria Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.

Seorang warga Rempang, Sukri mengaku sempat mendengar rencana Sekolah Rakyat di wilayahnya. Namun, dia menilai sekolah rakyat tak tepat dibangun di Pulau Rempang-Galang.

"Sekolah negeri sudah gratis, untuk apalagi? Bantuan dari pemerintah juga sudah ada," ujar Sukri, Jumat (09/04).

Begitu juga yang dikatakan Aris, Ketua RT di Sembulang Hulu, Pulau Rempang.

Menurutnya lebih baik pemerintah fokus untuk memastikan bantuan sekolah yang ada tersalurkan tepat sasaran.

"Sebetulnya bukan Sekolah Rakyat yang cocok, yang cocok sekolah umum digratiskan. Kalau Sekolah Rakyat buang-buang duitlah, lebih baik gratiskan SD sampai SMA," ujar Aris.

Meskipun banyak rencana pemerintah memasukkan program ke Rempang, Aris menegaskan, hal itu tidak mengoyahkan komitmen warga untuk menolak penggusuran.

Informasi akan dibangunnya Sekolah Rakyat di Pulau Rempang-Galang disampaikan langsung Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Nyanyang Haris Pratamura beberapa hari yang lalu.

Namun, saat dikonfirmasi kembali, Nyayang meralat pernyataan itu.

"Kalau sekolah rakyat itu belum akan dibuka di Rempang-Galang, maksud saya yang sekolah di Rempang adalah sekolah program Kementerian Transmigrasi yaitu Universitas Patriot di relokasi Tanjung Banon," kata Nyanyang melalui sambungan telpon, Kamis (10/04).

Saat ini, kata Nyanyang, Pemprov Kepri sudah mengajukan pembukaan Sekolah Rakyat seluas 20 hektar di Pulau Dompak, Kota Tanjung Pinang.

Kepala Dinas Sosial Kota Batam, Leo Putra mengatakan, sampai saat ini program sekolah rakyat masih sebatas pemberitahuan ke daerah, belum ada petunjuk teknisnya.

"Saya sudah konfirmasi ke Kemensos, bahwa ini program bukan Kemensos sendiri, tetapi sama-sama. Kemensos tugasnya mencari orang yang menerima, kalau kurikulum itu dinas pendidikan," kata Leo.

Seorang warga yang bekerja sebagai nelayan di Kepri, Kamaruddin, mengungkapkan belum tahu soal program Sekolah Rakyat di wilayahnya.

"Belum pernah saya dengar itu, tapi kalau ada pasti saya mau daftarkan itu anak saya yang dua orang," ungkapnya sambil mempersiapkan alat melaut di dalam rumahnya yang berdinding seng bekas dan beratap papan, Rabu (09/04).

Kamaruddin memiliki tiga anak. Yang pertama telah putus sekolah karena keterbatasan biaya.

"Anakku yang pertama sudah putus [sekolah], sudah ada kerjanya [buruh], kenal uang juga," katanya.

Dua anak lainnya kini tengah bersekolah di SD dan SMP. Kamaruddin berharap kedua anaknya dapat mengenyam pendidikan yang tinggi dan bekerja di kantoran.

"Sebagai orang tua pasti mau anaknya bersekolah, apalagi kalau gratis," kata Kamaruddin.

Warga lain di kampung nelayan di Natuna, Suryanti juga mengaku belum menerima sosialisasi tentang sekolah rakyat.

"Ini barusan baru saya tahu tentang Sekolah Rakyat. Karena jangan sampai buat program saja baru tidak sesuai, karena ada dana ini jadi untuk bisa cair ya dibuat programnya saja," ujarnya di kontak ponselnya, Kamis.

Anak pertama Suryanti telah lulus sekolah. Sementara anak keduanya baru masuk SMP dan yang ketiga masih usia empat tahun.

"Sekolah Rakyat ini bagaimana sistemnya? Dia di bidang apa dulu? Jangan sampai dibuat program seperti ini, itu, tapi tidak diinginkan atau bagaimana," katanya yang suaminya bekerja sebagai seorang buruh di salah satu pergudangan di Serasan.

Apa itu Sekolah Rakyat dan tujuannya?

Pembentukan dan penyelenggaraan Sekolah Rakyat tercantum dalam Instruksi Presiden RI Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025.

Sebelum instruksi itu dikeluarkan, Prabowo telah menegaskan bahwa dirinya akan membangun sekolah-sekolah berasrama di semua kabupaten.

"Saya harap dalam empat tahun, semua kabupaten akan punya sekolah-sekolah berasrama untuk keluarga yang kurang mampu," kata Prabowo, Kamis (13/03).

Sekolah Rakyat adalah sebuah program pendidikan berkonsep asrama yang menyasar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, yaitu mereka berada di desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Seluruh biaya pendidikan di Sekolah Rakyat, mulai dari seragam, makan, asrama, peralatan sekolah, dan lainnya, akan ditanggung oleh negara atau gratis.

Berdasarkan data BPS pada September 2024, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 24,06 juta orang, yang mana sebagian besar (12,62 juta) berada di Pulau Jawa.

Sedangkan jumlah penduduk miskin ekstrem sebesar 2,3 juta jiwa atau 0,83% per Maret 2024.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan Sekolah Rakyat bertujuan untuk "memuliakan keluarga miskin dan memutus mata rantai kemiskinan".

Gus Ipul mencontohkan, jika setiap tahun terdapat 1.000 siswa di 100 sekolah rakyat maka selama lima tahun akan ada 500.000 anak miskin yang menjadi agen perubahan untuk mengubah taraf hidup keluarga mereka.

"Inilah nanti cara kita memutus transmisi kemiskinan melalui proses pendidikan Sekolah Rakyat," kata Gus Ipul.

Sekolah Rakyat pertama akan didirikan di Bekasi, tepatnya di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL), Kota Bekasi, Jawa Barat.
Membutuhkan biaya Rp150 miliar untuk satu sekolah rakyat

Pemerintah menargetkan untuk membangun 200 Sekolah Rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dari target tersebut, Gus Ipul, pada Kamis (20/03), mengatakan 100 sekolah akan dibiayai oleh uang negara, sementara 100 sisanya akan mengandalkan swasta.

Sejauh ini, kata Gus Ipul, ada 53 lokasi yang telah siap menyelenggarakan Sekolah Rakyat tahun ini. Selain itu, dia menambahkan, ada 82 lokasi untuk Sekolah Rakyat lain yang dalam proses penilaian bangunan dan tanah.

Presiden Prabowo dalam satu kesempatan mengatakan pembangunan satu Sekolah Rakyat membutuhkan anggaran Rp150 miliar.

"Satu sekolah kita hitung membutuhkan mungkin Rp 150 miliar dan kita minta pemda siapkan tanah. Kita akan bangun [dengan anggaran] dari [pemerintah] pusat, tetapi kabupaten cari tanah. Saya minta 20 hektare kalau bisa, minimal 5 (hektare), kalau bisa 20 hektare. Bupati-bupati mau karena dia tahu ini akan membantu rakyat dia yang paling bawah," ujar Prabowo, Minggu (06/04).

Artinya, untuk 200 Sekolah Rakyat maka dibutuhkan dana sekitar Rp30 triliun.

Bagaimana kurikulum dan guru di sekolah rakyat?

Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Muhammad Nuh berkata kurikulum sekolah rakyat akan mengadopsi kurikulum nasional, yang disertai penambahan materi khusus sesuai kebutuhan siswa di lingkungan mereka.

Nuh juga mengatakan untuk siswa SMP dan SMA sekolah rakyat akan diperkenalkan berbagai keterampilan, termasuk coding, cyber security, dan data science, yang akan menjadi bagian dari kurikulum mereka.

Nuh mengatakan ada dua syarat utama bagi calon siswa Sekolah Rakyat, yaitu tingkat kemiskinan dan kemampuan akademik.

"Karena kapasitasnya terbatas, jumlahnya terbatas, maka harus ada seleksi. Kita ingin memastikan yang diterima adalah mereka yang benar-benar memiliki minat kuat untuk belajar," kata Nuh.

Sementara itu, guru-guru di sekolah rakyat akan direkrut dari 60.000 guru yang telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Kemendikdasmen.

Mensos Gus Ipul memperkirakan akan dibutuhkan lebih dari 1.000 guru di 53 lokasi sekolah rakyat yang sudah siap beroperasi.

Sedangkan untuk jumlah murid, dia memprediksi bakal ada 2.500 orang dari keluarga miskin.

Rekrutmen guru dan penjaringan siswa untuk Sekolah Rakyat pun disebut akan dimulai pada pertengahan atau akhir April 2025.

Namun, beberapa pengamat pendidikan memiliki pandangan berbeda dalam melihat Sekolah Rakyat.

Mereka justru mengamati, program ini berpotensi membuka celah penyelewengan yang baru dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

Kembali Wawan Sudarwanto dari LP3 Anak Negeri, menyebut Sekolah Rakyat berpotensi menjadi ladang korupsi jika pengelolaannya tidak transparan, akuntabel dan kredibel.

"Ya modusnya sama, mulai dari infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, bantuan rutin seperti Program Indonesia Pintar [PIP], bantuan operasional sekolah [BOS], dan seterusnya. Itu yang seringkali terjadi penyelewengan dana-dana pendidikan, artinya hal ini juga berpotensi terjadi di sekolah rakyat, karena skemanya kan sama," kata Wawan.

Mengutip data ICW, sektor pendidikan tak pernah keluar dari posisi lima besar kasus korupsi yang sering terjadi. Sepanjang 2023, terdapat 30 kasus korupsi sektor pendidikan yang ditindak oleh penegak hukum, dan 40% dari korupsi pendidikan yang ditindak itu merupakan korupsi dana BOS.

Ditambah lagi, kata Wawan, dana itu akan dikelola oleh Kemensos, yang dia sebut tidak memiliki rekam jejak dalam menyelenggarakan pendidikan.

"Kemendikdasmen [Kementerian Pendidikan] itu sejak Indonesia merdeka sudah mengurus pendidikan, itu saja hasilnya masih buruk kualitas pendidikan kita. Apalagi ada jenis pendidikan baru yang dikelola oleh kementerian yang tidak punya rekam jejak," katanya.

Menurutnya, program sekolah rakyat yang dadakan ini berpotensi "membutuhkan biaya dadakan-dadakan yang banyak pula, di mana di situ potensi penyelewengan pasti akan ada."

Sekolah Rakyat berpotensi menciptakan sistem pendidikan eksklusif yang hanya bisa diakses oleh anak-anak berdasarkan kasta atau kelas sosial-ekonomi tertentu.

"Ini mirip dengan kebijakan pendidikan di era kolonial: ada sekolah khusus anak keturunan penjajah, sekolah khusus pribumi, sekolah untuk para ningrat, dan sekolah untuk rakyat," katanya.

Pengotak-ngotakan pendidikan ini, ujar Wawan, berpotensi menimbulkan stigmatisasi, diskriminasi baru, serta memperparah kesejangan ekonomi dan juga sosial di kalangan masyarakat.

Selain itu, potensi munculnya ketidakpastian pendidikan bagi anak. Ubaid menilai, nasib murid di Sekolah Rakyat akan sangat rentan jika terjadi pergantian kepemimpinan politik yang selalu berganti kebijakan.

"Kalau ganti pemerintah, ganti kebijakan, nasib sekolah rakyat ini bisa terbengkalai jika tidak dilanjutkan pemerintahan selanjutnya. Dan korbannya lagi-lagi muridnya. Jadi lebih baik fokus ke sekolah umum yang sudah ada," kata dia.

Sementara, pengamat pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jejen Musfah menilai Sekolah Rakyat malah berpotensi akan menciptakan ketidakadilan bagi anak-anak keluarga miskin itu sendiri.

"Sekolah Rakyat akan menjadi berkah bagi minoritas anak-anak miskin yang beruntung karena daya serap tidak mungkin langsung besar. Sedangkan memperbaiki sekolah-sekolah eksisting dan pendidikan gratis akan menjadi berkah bagi mayoritas anak-anak miskin."

"Pemerintah punya pilihan, menolong minoritas dengan biaya yang besar, atau menolong mayoritas dengan biaya yang sama besarnya," kata Syarif Hidayatullah.

Syarif Hidayatullah melihat, Sekolah Rakyat berpotensi tidak maksimal karena terkesan terburu-buru untuk dilaksanakan tahun ini. Jejen menilai sampai saat ini belum ada kejelasan tentang proses rekrutmen dan kualitas guru, kurikulum pendidikan, hingga perekrutan siswa.

"Perencanaan yang tidak matang, program yang terburu-buru, itu setengah dari kegagalan. Nah, jadi saya melihat sekolah rakyat ini masuk ke dalam kategori ini," kata Ketua Pengurus Besar (PB) PGRI ini.

Menurut, sekolah rakyat berpotensi tumpang tindih dengan sekolah yang ada.

"Sekolah negeri itu sudah ditata tanpa bayar, sekolah negeri di seluruh Indonesia gratis dan di sekolah negeri anak-anak dari keluarga apapun bersosialisasi belajar hidup. Jadi untuk apa ada sekolah rakyat?" katanya.

Syarif Hidayatullah menilai, sekolah rakyat akan membuat anak-anak miskin ekstrem terisolasi dalam lingkungan yang tertutup dengan konsep asrama.

"Mereka akan terlepas dari sosialisasi masyarakat yang ada sebenarnya. Mereka hanya akan terekspos pada anak-anak yang dengan keadaan yang sama. Kenapa tidak memberikan shelter tapi sekolahnya tetap di sekolah umum, dan ditambah guru yang kompeten di sekolah umum?"

Langkah apa yang seharusnya dilakukan?

Daripada menghabiskan triliun rupiah untuk program sekolah yang baru dan belum terbukti, Wawan Sudarwanto kembali menilai, pemerintah seharusnya menggunakan dana itu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas sekolah yang kini sudah ada dan juga membiayai anak-anak putus sekolah.

"Apakah sekolah rakyat mampu menampung empat juta anak yang tak bersekolah? Kan tidak bisa. Lebih baik uang itu digunakan ke sekolah umum dan anggaran pendidikan kita cukup untuk membuat semua murid SD sampai SMA bebas biaya atau gratis."

"Jadi ada solusi yang lebih nyata daripada repot-repot bikin jenis sekolah baru, tinggal political will-nya saja," katanya.

Wawan memandang, dana yang ada seharusnya digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama pendidikan, seperti putus sekolah, penahanan ijazah, sekolah rusak, perpustakaan, laboratorium dan lapangan olahraga yang minim, serta kesejahteraan guru.

"Alih-alih untuk mendirikan sekolah rakyat, sekolah garuda, kenapa dana yang terbatas dari pemerintah itu tidak digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang memang dihadapi oleh masyarakat miskin dan untuk memperbaiki kualitas sarana-prasarana sekolah-sekolah yang ada saat ini," katanya.

Dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan Angka tidak sekolah (ATS) usia 6-18 tahun pada 2023 mencapai 4,2 juta anak.

Selain itu, terdapat 29.830 desa atau kelurahan yang tidak mempunyai satuan PAUD (TK/RA/BA). Kemudian, ada 302 kecamatan tidak mempunyai SMP/Mts dan 727 kecamatan tidak mempunyai SMA/SMK/MA.

Bukan hanya jumlah sekolah, keterbatasan akses internet dan listrik juga menjadi kendala perluasan akses pendidikan, khususnya dalam penerapan pembelajaran digital, yang mana 27.650 atau 10,03% satuan pendidikan belum mempunyai akses internet.

Kembali seperti disebutkan, Wakil Gubernur Kepulauan Riau Nyanyang Haris Pratamura mengatakan sekolah negeri juga akan diperbaiki perlahan di wilayahnya. Dia mencontohkan sejak 2022, sekolah sudah digratiskan untuk SMA, SMK, dan SLB.

"Jadi sekolah negeri juga perhatikan, Sekolah Rakyat ini juga kita butuhkan," katanya. (*)

Tags : sekolah rakyat, pemerintah berencana bangun sekolah rakyat, lembaga penelitian pengembangan pendidikan, lp3 anak negeri, sekolah rakyat buang-buang duit, pendidikan, anak-anak ,