PEKANBARU - Koalisi Selamatkan Hutan dan Lingkungan Hidup Riau menuntut Gubernur Riau untuk merealisasikan kebijakan Riau Hijau yang digadang-gadang sejak pencalonan pada Pilkada 27 Juni 2018. Bahkan Syamsuar sehari setelah dilantik menjadi Gubernur Riau menegaskan penyusunan konsep Riau Hijau dengan partisipasi masyarakat dalam 100 hari menjabat.
Perlu langkah cepat dan tegas karena masih banyak tugas yang tertunda, diantaranya: aspek penegakkan hukum, pemulihan ekosistem gambut, mengembalikan wilayah kelola rakyat yang dirampas korporasi, “1,5 tahun Syamsuar menjabat sebagai Gubernur Riau, kebijakan Riau Hijau masih bualan semata tanpa kebijakan, bahkan sekadar perencanaan dan pelaksanaan yang konkret,” kata Ahlul Fadli, Staf kampanye dan advokasi Walhi Riau dalam rilisnya yang dimuat melalui blok websitenya 10 September 2020 lalu.
Bahkan, setelah terjadi bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada 2019 lalu Syamsuar tak juga menggesa kebijakan Riau Hijau. Padahal bencana asap tersebut disebabkan karhutla yang dahsyat seluas 90.550 hektar. Dampaknya pun tak main-main, 3 orang meninggal dunia diduga terpapar asap, lebih dari 300 ribu orang sakit ISPA, sekolah dan universitas diliburkan dan penerbangan terganggu. “Riau Hijau mestinya dapat menjadi solusi untuk perbaikan hutan, gambut dan lingkungan di Riau yang telah rusak untuk menghentikan bencana karhutla, yang terjadi setiap tahun,” kata Ahlul Fadli.
Adapun terobosan yang pernah dilakukan, khususnya saat awal menjabat seperti; pembentukan Tim Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan/Lahan Secara Ilegal di Provinsi Riau melalui Surat Keputusan Nomor: Kpts.911/VIII/2019 pada 2 Agustus 2019. Menjadikan tema ulang tahun Provinsi Riau ke 62, Riau Hijau dan Bermartabat. Instruksi melalui surat edaran No. 335/SE/2019 tentang Penanggulangan karhutla kepada seluruh Bupati/Walikota se-Provinsi Riau pada 20 September 2019.
Juga revisi SK POKJA PPS dan target perhutanan sosial. Lalu mengusulkan penanggulangan abrasi di tiga pulau yaitu, Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis (Kabupaten Bengkalis) serta Pulau Rangsang (Kabupaten Kepulauan Meranti) ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.
Kebijakan 1,5 tahun ini masih bersifat simbolis dan belum memiliki dampak di lapangan. “kebijakan yang di klaim sebagai kebijakan Riau Hijau masih parsial, simbolis dan belum memiliki dampak di lapangan. Riau hijau harus muncul sebagai kebijakan yang terencana dan persoalan ril di lapangan harus menjadi objeknya,” kata Aldo, Staf kampanye Jikalahari.
Saat ini, memasuki fase paling kritis musim kemarau dan peluang terjadinya karhutla di lahan gambut. Syamsuar harus bersiap mencegah terjadinya karhutla, agar bencana asap tak terulang. Termasuk menyelesaikan persoalan hulunya. “Harus disiapkan betul penyelesaian persoalan karhutla di Riau, bukan hanya berbual saat asap sudah mengepung Riau,” kata Aldo, “komitmen Riau Hijau harusnya mampu menjadi solusi permanen rusaknya hutan dan lingkungan hidup kita, termasuk bencana asap. Itu kalau Riau Hijau bukan cuma bual kosong saja”. (rilis)
Tags : Riau Hijau, Komitmen Syamsuar dan Edy Natar, Walhi Riau,