PEKANBARU - Ribuan Desa masih berada dalam kawasan hutan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang sebenarnya sah secara administrasi.
"Ribuan desa masih berada dalam kawasan hutan yang pengaruhi kepastian status."
“Ribuan desa yang masuk pada kawasan hutan ada yang bernomor registrasinya di Kementerian Dalam Negeri, menerima dana desa, sah statusnya sebagai sebuah desa, diatur sesuai dengan peraturan ketentuan yang berlaku. Namun keberadaannya tidak diakui. Keberadaannya menjadi liar ketika desa ini disebut dalam kawasan (hutan),” kata Larshen Yunus, Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik (HMPP) Satya Wicaksana menilai.
Ia masih menyoroti persoalan ribuan desa yang hingga kini masih dinyatakan berada di dalam kawasan hutan atau taman nasional.
"Melihat situasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang sebenarnya sah secara administrasi namun justru diperlakukan seolah-olah ilegal," katanya.
Larshen menilai, persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Negara melalui kementerian terkait harus hadir dan memberikan kepastian hukum, bukan membiarkan masyarakat terus hidup dalam keraguan status.
“Ini persoalan yang sangat kompleks sekali. Dan ini harus diurai, menurut saya negara tidak boleh kalah. Yang saya maksud negara tidak boleh kalah adalah kementerian, menteri desa dan PDT adalah representasi presiden,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta ini.
Berdasarkan data yang dipaparkan pihak BPS, terdapat 2.966 desa berada di dalam kawasan hutan, sementara 15.481 desa lainnya berada di tepi atau sekitar kawasan hutan.
"Angka ini menunjukkan skala persoalan yang begitu besar dan menyentuh langsung kehidupan jutaan masyarakat desa."
"Sementara angka spesifik mengenai jumlah desa yang masuk kawasan hutan di Riau, hanya disebutkan ada 405 desa yang masuk kawasan hutan pada tahun 2016."
"Seperti di Provinsi Riau memiliki kawasan hutan seluas 5,4 juta hektar dengan berbagai jenis hutan seperti Taman Nasional Tesso Nilo, Suaka Margasatwa Kerumutan, dan lainnya. Tetapi masalah yang sering muncul adalah alih fungsi hutan dan perambahan yang berpotensi mengancam kelestarian lingkungan," sebut Larshen.
Larshen menekankan pentingnya penyelesaian konflik agraria yang melibatkan masyarakat desa, hutan adat, serta perusahaan.
Ia mengingatkan agar pemerintah segera mengambil langkah kebijakan yang konkret dan menyeluruh, termasuk harmonisasi data tata ruang dan revisi kebijakan yang tumpang tindih.
"Pemerintah hendaknya menghadirkan solusi win-win yang mengutamakan kepentingan masyarakat desa, sekaligus memastikan keberlanjutan pengelolaan hutan sesuai peraturan."
“Yah, negara harus hadir memberikan kepastian hukum bagi masyarakat desa, bukan malah membuat mereka seperti menempati lahan secara ilegal. Ini menyangkut keadilan sosial dan hak hidup jutaan orang yang menggantungkan kehidupannya di wilayah tersebut,” pungkasnya. (*)
Tags : desa, wilayah desa, ribuan desa di kawasan hutan, masyarakat desa, desa di riau,