
LINGKUNGAN - Tahun ini menjadi titik balik dalam gerakan hak asasi manusia, dengan hak atas lingkungan yang sehat akhirnya diakui. Menjelang Hari Hak Asasi Manusia yang diperigati setiap tanggal 10 Desember.
"Mari kita mengingat kembali momen bersejarah itu dengan membaca kisah yang pertama kali diterbitkan pada Oktober 2021."
“Sebagai masyarakat adat, kita harus bersatu dalam satu tujuan: menuntut mereka untuk menghormati hari bumi," kata Ir Marganda Simamora SH M.Si, Ketua Umum (Ketum) Yayasan Lingkungan Hidup Sahabat Alam Rimba [SALAMBA].
Ganda Mora (nama sebutan sehari-harinya) ini mengaku memiliki 'darah pejuang' dalam menengakkan lingkungan yang sehat yang tidak ada pilihan lain sesuai resolusi PBB.
Beberapa tahun belakangan ini, masih terlihat eksplorasi minyak maupun ekspansi dan perluasan kebun sawit yang masih mengabaikan lingkungan seperti yang terjadi di Riau, Ganda Mora tetap mengajak para aktivis harus mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi tanah dan alam.
Menurutnya, pembela lingkungan punya alasan untuk merayakannya, "seperti kita lihat pada Oktober 2021 lalu, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HRC) mengakui untuk pertama kalinya bahwa memiliki lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan adalah hak asasi manusia," sebutnya.
Ketika Resolusi 48/13 diadopsi, tepuk tangan meriah di ruang Dewan yang biasanya tenang dan Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup pun terlihat."
“Sedikit emosi gembira di Dewan Hak Asasi Manusia yang sangat tenang itu, karena PBB untuk pertama kalinya mengakui hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan!,” sebutnya lagi.
Inger Andersen, Direktur Eksekutif Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebut adopsi resolusi tersebut sebagai "momen terobosan untuk keadilan lingkungan", dengan mengatakan bahwa resolusi tersebut akan membantu melindungi individu dan masyarakat dari risiko terhadap kesehatan dan mata pencaharian mereka, diingatkan Ganda.
"Inger Andersen mendorong Negara Anggota untuk mempertimbangkan resolusi serupa di Majelis Umum PBB, yang memiliki keanggotaan universal," jelas Ganda.
Tetapi Ganda Mora kembali mengatakan UNEP berharap resolusi itu akan memberi semangat kepada pemerintah, legislatif, pengadilan, dan kelompok warga negara dalam memperjuangkan elemen-elemen penting Agenda Bersama demi solidaritas baru, yang disampaikan bulan lalu oleh Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, serta Ajakan Bertindak tentang Hak Asasi Manusia.
Sementara lebih dari 80 persen Negara Anggota PBB sudah mengakui hak atas lingkungan hidup yang sehat melalui hukum nasional, keputusan pengadilan atau perjanjian regional.
Resolusi 48/13 masih menandai momen penting dalam perjuangan melawan krisis tiga planet yaitu perubahan iklim, hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah.
Ganda melihat, meskipun saat ini sudah terjadi penurunan singkat dalam emisi karbon dioksida yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, dunia masih menuju kenaikan suhu 3,2°C yang berpotensi menimbulkan bencana pada abad ini – jauh melampaui tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah 2°C dan berupaya mencapai 1,5°C.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mempublikasi ada sekitar 24 persen dari seluruh kematian global, sekitar 13,7 juta kematian per tahun, terkait dengan lingkungan karena risiko seperti polusi udara dan paparan bahan kimia.
"Jadi komunitas di seluruh dunia saat ini tengah berjuang melawan kesulitan iklim bahwa mereka tidak sendirian, sementara Pusat Hukum Lingkungan Internasional (CIEL) sudah mengesahkan menandai era baru dalam kebijakan iklim berbasis hak asasi," terangnya.
“Keputusan hari ini merupakan puncak dari upaya selama lebih dari 40 tahun untuk mengakui hak atas lingkungan yang aman, bersih, sehat, dan berkelanjutan,” kata Ganda.
"Meskipun sebagian besar dunia mengakui hak ini, tetapi pengakuan universal tetang resolusi HRC masih sulit diraih.”
"Para pegiat berharap resolusi HRC yang baru akan mengikatkan kerja para pembela lingkungan hidup secara langsung dalam kerangka hak asasi manusia, memberikan legitimasi tambahan karena aktivisme mereka," sebut Ganda.
Dalam resolusi kedua, Dewan membentuk Pelapor Khusus yang didedikasikan untuk memantau hak asasi manusia dalam konteks darurat iklim untuk meningkatkan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia dan membimbing pemerintah tentang cara menegakkan kewajiban mereka untuk mengatasi perubahan iklim.
Para pegiat menyerukan komitmen yang lebih tegas untuk melindungi alam dan mendekarbonisasi ekonomi global, yang mencerminkan sentimen yang melekat dalam Resolusi 48/13.
“Kita tidak boleh berhenti sekarang,” kata Ganda.
"Yang penting selanjutnya adalah pengakuan hak universal baru ini oleh Majelis Umum. Setelah itu, kita membutuhkan koalisi global yang luar biasa yang dibangun selama dua tahun terakhir untuk terus maju, sehingga momen bersejarah di PBB ini menghasilkan perbaikan nyata dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan."
Ganda menilai, Undang-Undang dan tata kelola lingkungan yang kuat sangat penting dalam melindungi dan memulihkan planet kita serta menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
Hukum dan tata kelola lingkungan hidup menjadi pilar dalam perjalanan menuju pembangunan berkelanjutan. Menyadari adanya hubungan yang rumit antara lingkungan hidup, dinamika sosial, dan dimensi ekonomi, UNEP, sebut Ganda tetap berkomitmen untuk mendukung negara-negara dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan lingkungan hidup yang terintegrasi.
"Komitmen ini didasarkan pada keyakinan bahwa kerangka hukum dan kelembagaan yang kuat sangat penting untuk mencapai tujuan lingkungan hidup."
Jadi menurut Ganda Mora, konteks pembangunan berkelanjutan yang lebih luas, baik secara global maupun di tingkat regional dan nasional dalam subprogram lingkungan hidup, perlu terus bekerja sama dengan pemerintah, lembaga-lembaga dan Perjanjian Lingkungan Multilateral (MEA).
Upaya kolaboratif itu, sebut Ganda bertujuan untuk mendorong pengambilan keputusan yang kohesif, memastikan bahwa tindakan terhadap isu-isu lingkungan hidup efektif dan efisien dan aktivis tetap mendorong pembangunan berkelanjutan melalui hukum dan tata kelola lingkungan yang kuat. (*)
Tags : sahabat alam rimba, salamba, lingkungan sehat, aktivis perhatikan lingkungan sehat, resolusi pbb menegaskan perlu lingkungan sehat, lingkungan sehat adalah hak asasi manusia,