News   05-05-2025 21:21 WIB

SALAMBA Soroti Kebun Sawit Disita Satgas PKH 'Tanpa Proses Pengadilan'

SALAMBA Soroti Kebun Sawit Disita Satgas PKH 'Tanpa Proses Pengadilan'

PEKANBARU - Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) meminta pemerintah lebih bijak dalam melakukan penyitaan kebun sawit yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

"Kebun sawit disita Satgas PKH tanpa proses pengadilan."

“Ada empat tahap pengukuhan kawasan hutan. Pertama dilakukan penunjukan, kemudian penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, baru terakhir penetapan kawasan hutan. Jadi seharusnya tahapan itu dulu yang dibereskan, bukan malah melakukan penindakan eksekusi," kata Ir Ganda Mora SH M.Si mengkritiknya, tadi Senin (5/5).

Menurutnya, Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan (PKH) saat ini masih menjadi polemik di kalangan petani dan pengusaha kelapa sawit.

Jadi harus jelas soal penyitaan sejumlah lokasi perkebunan sawit seperti yang ada pada PT Tunggal Perkasa Plantations (TPP) telah dilakukan Satgas PKH tetapi masih menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat.  

Pemasangan plang oleh Satgas PKH biasanya menandakan bahwa suatu lahan atau bangunan sedang dalam proses penyegelan atau penertiban.

Plang itu digunakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa aktivitas di area tersebut telah dihentikan atau memiliki status tertentu karena terkait dengan pelanggaran hukum, khususnya terkait dengan penertiban kawasan hutan atau lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. 

"Sejumlah lahan perkebunan hasil sitaan yang diduga dilakukan tanpa melalui putusan pengadilan, untuk selanjutnya dikelola oleh BUMN."

"Tetapi di sisi lain, Satgas PKH menyatakan akan mengembalikan lahan perkebunan ke fungsi hutan, tapi faktanya kebun itu disita lalu diserahkan kepada badan usaha milik negara PT Agrinas untuk dikelola sebagai perkebunan juga," sebutnya.

Melihat kondisi ini, Ganda Mora, meminta Perpres itu segera dikaji ulang. Sebab, status kebun kelapa sawit yang masuk dalam kawasan hutan saat ini masih belum jelas.

"Saat ini status kawasan hutan itu baru sebatas penunjukan. Artinya, belum jelas apakah benar itu kawasan hutan atau tidak," sebutnya.

"Seharusnya penetapan kawasan hutan mengacu pada Undang-undang 41 tahun 1999 pasal 14 dan 15.

Ganda mengaku mendukung perpres tersebut untuk penataan kawasan hutan yang lebih optimal. Namun dalam penindakannya harus sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian penindakan ada tahapan yang harus dilakukan.

Misalnya penindakan dikhususkan terlebih dahulu kepada perusahaan yang mengelola lahan untuk perkebunan kelapa sawit non prosedural.

"Sebaiknya pertama dilakukan terhadap perusahaan yang memiliki kebun kelapa sawit yang luas," paparnya.

Selanjutnya, untuk bahasa dalam plang penindakan, juga dinilainya perlu diubah. Saat ini bahasa pada plang yang dipasang oleh Satgas PKH memiliki makna menguasai atau pengambilan alih.

"Ini kan mengangkangi aturan, sebab penindakan itu tidak diikuti dengan proses pengadilan. Diproseslah terlebih dahulu sesuai ketentuan," tandasnya. (*)

Tags : perpres, satgas, PKH, kawasan hutan, penertiban, status, pemetaan, eksekusi, perusahaan sawit, News,