News   2025/09/19 16:35 WIB

Satgas PKH Belum Tertibkan Pabrik tak Punya Kebun dan Berdiri di Kawasan Hutan, Praktisi Hukum: Sudah Tabrak UU 39/2014

Satgas PKH Belum Tertibkan Pabrik tak Punya Kebun dan Berdiri di Kawasan Hutan, Praktisi Hukum: Sudah Tabrak UU 39/2014
Larshen Yunus, Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik (HMPP) Satya Wicaksana

PEKANBARU - Pabrik kelapa sawit yang tidak memiliki kebun (Izin Usaha Perkebunan/IUP dan Hak Guna Usaha/HGU) akan dikenai sanksi administratif berupa denda pajak, penghentian sementara kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 dan keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Sanksi ini bertujuan untuk menertibkan perusahaan agar mematuhi regulasi dan memenuhi persyaratan kepemilikan lahan untuk beroperasi secara legal," kata Larshen Yunus, Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik (HMPP) Satya Wicaksana dalam press releasenya tadi ini Jumat. 

Ia menyebutkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan menetapkan bahwa perusahaan wajib memiliki IUP dan HGU untuk beroperasi.

Larshen melihat seperti keberadaan tujuh pabrik sawit yang ada di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), sampai saat ini Satgas PKH belum mengambil tindakan dan penertibannya jalan di tempat.

Sejumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di sekitar kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, menjadi sorotan dalam rapat koordinasi antara Pemerintah Provinsi Riau, Bupati Pelalawan, dan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI.

"Setidaknya terdapat tujuh PKS yang beroperasi di tiga kecamatan yang bersinggungan dengan zona relokasi TNTN, yakni Kecamatan Langgam, Ukui, dan Pangkalan Lesung.

Di Langgam terdapat PKS milik PT Peputra Supra Jaya di Gondai, PT Mitra Unggul Pusaka di Penarikan, serta PT Mitra Sari Prima di Segati.

Di Ukui beroperasi PKS milik PT Inti Indosawit Subur dan PT Gandahera. Sementara di Pangkalan Lesung, terdapat PKS PT Musim Mas dan PT Makmur Andalan Sawit.

Menurut pemaparan Bupati Pelalawan Zukri, hingga 9 Juli 2025, dari total 5.265 kepala keluarga (KK) yang diperkirakan bermukim di dalam kawasan hutan TNTN, baru 2.053 KK yang berhasil didata.

Pendataan ini merupakan bagian dari kerja Tim Terpadu TP4TNTN Pelalawan yang mencakup wilayah-wilayah seperti Desa Segati, Pangkalan Gondai, Kesuma, Bagan Limau, Lubuk Kembang Bunga, dan Air Hitam.

Namun, proses pendataan tidak berjalan mulus.

Pemkab Pelalawan mengungkapkan bahwa terdapat resistensi dari masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang terindikasi mendapat pengaruh provokasi dari oknum tertentu.

Penolakan tercatat di Desa Segati (1 RT), Pangkalan Gondai (7 RT), Kesuma (15 RT), dan Lubuk Kembang Bunga (5 RT).

“Di lapangan memang ada juga penolakan dari masyarakat karena mereka tidak mau didata. Tapi kita tetap mencoba upaya-upaya persuasif, dan ini terus berjalan,” ujar Zukri.

Selain faktor sosial, masalah teknis turut menghambat pendataan. Di antaranya adalah kondisi blank spot yang menyulitkan tim mencatat koordinat lokasi, serta pemukiman warga yang terpencar, sehingga berpotensi ada yang terlewat.

Sementara itu, hasil rekap sementara menunjukkan sebanyak 667 KK telah diverifikasi, dengan total lahan terdata seluas 3.122,7 hectare

Larshen Yunus kembali menyoroti pabrik sawit tanpa kebun ini.

Ia mengaku, warga sekitar pabrik sudah pada kekhawatiran terhadap operasional pabrik sawit tidak memiliki kebun sendiri maupun kemitraan resmi dengan petani.

"Padahal kepemilikan kebun atau kemitraan sah merupakan syarat utama bagi operasional pabrik."

Ia mencontohkan terhadap pabrik sawit milik PT MASG yang diduga tak memiliki kebun inti. "Kami sudah mengkonfirmasi Direktur perusahaan itu, tapi tak menjawab," sebutnya.

Tetapi warga sekitar pabrik sudah mengkhawatirkannya, termasuk asal-usul Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah pabrik diduga tidak jelas, sehingga menimbulkan pertanyaan serius terkait legalitas dan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan.

“Jika pabrik tidak memiliki kebun atau kemitraan resmi, operasinya bisa merugikan petani dan bertentangan dengan hukum,” ujarnya.

UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

Pasal 5 ayat (1): Perusahaan perkebunan wajib memiliki kebun sendiri atau kemitraan sah.

Pasal 7 ayat (1): Pasokan TBS harus terjamin keberlanjutan dan legalitasnya.

Pasal 42 ayat (1): Setiap pelaku usaha perkebunan yang melakukan usaha pengolahan wajib memiliki kebun sendiri atau menjalin kemitraan dengan pekebun.

Permen Perkebunan No. 11/2020 tentang Persyaratan Pengolahan TBS

Pabrik sawit wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan perjanjian kemitraan resmi jika TBS berasal dari kebun pihak lain.

Pasal 17 ayat (3): Pabrik kelapa sawit, baik skala besar maupun pabrik brondolan, wajib memiliki sumber pasokan TBS yang sah dan berkelanjutan.

PP No. 24 Tahun 2022 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Perkebunan

Pabrik yang beroperasi tanpa kebun sendiri atau kemitraan sah dapat dikenai sanksi administratif, denda, atau pencabutan izin.

Selain itu, menurutnya, regulasi juga menetapkan adanya keseimbangan antara kapasitas pabrik dengan luas kebun.

Berdasarkan pedoman perizinan perkebunan, setiap 1 ton TBS per jam kapasitas pabrik harus didukung minimal 6 hektar kebun sawit (sendiri atau melalui kemitraan).

Artinya, jika sebuah pabrik memiliki kapasitas 30 ton/jam, maka wajib ada ±180 hektar kebun yang sah untuk menjamin pasokan. Tanpa kebun atau kemitraan sebesar itu, IUP seharusnya tidak bisa diterbitkan.

Ia juga mengkhawatirkan dan belum menemukan bukti bahwa pabrik sawit MASG telah mengantongi izin usaha perkebunan (IUP-P) maupun izin mendirikan bangunan/sertifikat laik fungsi (IMB/SLF).

"Hal ini memperkuat kekhawatiran masyarakat bahwa operasional perusahaan itu berpotensi ilegal," katanya.

Padahal, menurut ketentuan, IUP tidak akan diterbitkan tanpa bukti kepemilikan kebun sendiri atau kemitraan resmi.

"Jika izin tidak terpenuhi, maka konsekuensi serius juga berlaku terhadap hasil produksi CPO (Crude Palm Oil)."

"Tanpa IUP-P dan legalitas kebun, CPO yang dihasilkan tidak sah diperdagangkan karena tidak memiliki dokumen asal-usul yang legal," ungkapnya.

Menurutnya, penjualan CPO dari pabrik yang tidak berizin dapat dikategorikan sebagai praktik ilegal, merugikan negara dari sisi pajak dan retribusi, serta berpotensi menjerat perusahaan pada sanksi administratif maupun pidana.

Pasal 105: Setiap orang yang menjalankan usaha perkebunan tanpa izin usaha perkebunan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pasal 108: Setiap orang yang melakukan usaha pengolahan hasil perkebunan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Ketidakjelasan pasokan TBS dapat menimbulkan persaingan tidak sehat terhadap PKS lain yang memiliki kebun atau kemitraan sah.

Jadi Larshen berharap pemerintah melalui Dinas Perkebunan dan instansi terkait segera melakukan audit lapangan untuk memastikan legalitas pabrik itu dan menindak sesuai hukum jika ditemukan pelanggaran.

"Bukan kah operasi pabrik harus sesuai hukum dan mengutamakan kepastian pasokan TBS yang sah, demi keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan masa depan anak cucu mereka," tanya dia.

Ia juga menyinggung tentang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2016 mempertegas kewajiban memiliki IUP dan HGU bagi perusahaan sawit, bukan hanya salah satunya. 

Tetapi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 sudah mengatur tentang pelepasan kawasan hutan yang dibutuhkan sebelum ditanami sawit, serta persyaratan izin usaha dan lahan untuk kegiatan perkebunan. 

Disamping itu Ia juga menyinggung soal Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur mengenai waktu penyelesaian administrasi izin bagi pelaku usaha. 

Jadi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bisa menghitung denda pajak yang besaran perhitungannya serta berikut jenis sanksi yang akan diberikan.

"Penghentian sementara kegiatan usaha, ini adalah sanksi administratif yang dapat diterapkan jika perusahaan tidak menyelesaikan urusan perizinannya dalam batas waktu yang ditentukan. Jika sanksi administratif lainnya tidak diindahkan, izin usaha perusahaan dapat dicabut," tutupnya. (*)

Tags : pabrik kelapa sawit, pks, pabrik sawit tak punya kebun inti, riau, pabrik sawit berdiri di kawasan hutan, pabrik sawit langgar UU 39 tahun 2014, News,