Riau   17-06-2025 11:34 WIB

Satgas PKH Pasang Plang di Hutan Konservasi yang Sudah 'Hancur Babak Belur', 'Buat Nasib Ribuan Penggarap jadi Menderita Berkepanjangan'

Satgas PKH Pasang Plang di Hutan Konservasi yang Sudah 'Hancur Babak Belur', 'Buat Nasib Ribuan Penggarap jadi Menderita Berkepanjangan'
Satgas PKH pasang plang di hutan konservasi TNTN.

LINGKUNGAN - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) kembali menggencarkan aksinya mengamankan kawasan hutan milik negara di Riau.

"Hutan Konservasi yang Puluhan Tahun sudah banyak berubah jadi kebun sawit di pasang plang."

"Benar, kemarin telah dipasang plang penguasaan kembali Suaka Margasatwa Balai Raja oleh Satgas PKH," kata narasumber di Dinas Perkebunan Riau, Minggu lalu. 

Pada Sabtu 14 Juni 2025 kemarin, Satgas PKH telah menancapkan plang penguasaan kembali Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja yang terletak di Kabupaten Bengkalis.

Pemasangan plang dilakukan untuk mengambil alih penguasaan hutan konservasi kawasan suaka alam SM Balai Raja yang merupakan hutan konservasi sudah mengalami kehancuran paling parah di Riau.

Dari luasan awal mencapai 15.343,95 hektare, saat ini hanya tersisa sekitar 200 hektare. Selebihnya telah dirambah secara liar dan masif untuk perkebunan kebun kelapa sawit ilegal, pemukiman dan fasilitas umum yang dibangun pemerintah Bengkalis.

Di SM Balai Raja bahkan telah berdiri Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan instalasi produksi minyak bumi yang dikelola oleh  PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). 

Pemasangan plang merupakan langkah awal Satgas PKH sebagai upaya mengamankan kembali hutan negara yang gencar dilakukan sejak Maret lalu.

Sebelumnya, pada Selasa 10 Juni 2025 lalu, Satgas PKH juga telah melakukan operasi penguasaan kembali Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) seluas 81 ribu hektare lebih di Pelalawan, Riau.

Suaka Margasatwa Balai Raja ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 dengan luas mencapai 18 ribu hektare. Berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan lewat SK Menhut Nomor: 3978/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 luasnya menjadi 15.343,95 hektare. 

Secara administrasi pemerintahan, Suaka Margasatwa Balai Raja terletak di Kecamatan Mandau dan Pinggir Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan pengelolaannya, SM Balai Raja berada di wilayah kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.

Wilayah SM Balai Raja ini dulunya berstatus hutan konservasi hanya sekadar di atas kertas belaka. Faktanya, di lapangan sudah sulit menemukan kembali tegakan hutan alam. 

SM Balai Raja pada awalnya terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga seluas 5.873 hektar yang pada Juni 1992 disahkan Gubernur Riau sebagai kawasan konservasi gajah sumatera.

Namun, saat ini keberadaan PLG tersebut sudah hancur lebur. Porak-porandanya SM Balai Raja telah menyebabkan konflik dengan intensitas tinggi satwa liar dilindungi dengan masyarakat setempat. 

Dalam satu dekade terakhir, tidak pernah terdengar ada upaya penegakan hukum yang konsisten di SM Balai Raja.

Perambahan hutan dilakukan secara terang-terangan, bahkan pembangunan infrastruktur begitu masif, termasuk yang dibangun oleh Pemkab Bengkalis.

Belum ada pernyataan resmi dari Satgas PKH terkait penguasaan kembali SM Balai Raja. Termasuk soal peta jalan, apakah SM Balai Raja juga akan dilakukan relokasi massal penduduk dan reforestasi, seperti halnya yang akan diterapkan di TNTN. 

Sebelumnya diwartakan, Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat dalam praktik perambahan liar di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Temuan itu diperoleh setelah Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melakukan penguasaan kembali areal TNTN di Riau pada Selasa (10/6/2025) lalu.

ST Burhanuddin menyatakan, Satgas PKH juga menemukan dugaan adanya penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu di kawasan TNTN. 

"Serta dugaan tindak pidana korupsi oleh oknum aparat," jelas Burhanuddin dalam rapat Satgas PKH di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta pada Jumat (13/6). 

Jaksa Agung tidak menjelaskan secara rinci modus dari tindak pidana korupsi tersebut. 

Sebelumnya, Wakil Komandan Satgas Garuda bentukan Satgas PKH, Brigjend TNI Dody Triwinarto mengungkap pihaknya sedang memproses oknum-oknum dalam perambahan liar di kawasan TNTN.

Ia menegaskan, pemerintah tidak akan menyakiti masyarakat. 

"Mohon kami diberikan kesempatan untuk memproses ini. Kami sedang memproses oknum-oknum yang membuat bapak dan ibu hadir di sini," kata Dody saat memberikan pengarahan kepada ribuan warga di TNTN pada Selasa (10/6). 

Rapat Satgas PKH kemarin membahas rencana tindak lanjut relokasi penduduk dan reforestasi kawasan TNTN.

Rapat dihadiri jajaran pengarah dan pelaksana Satgas PKH, termasuk Gubernur Riau, Bupati Pelalawan dan Bupati Indragiri Hulu.

Areal TNTN terbentang pada dua kabupaten, yakni Pelalawan dan Indragiri Hulu.

ST Burhanuddin menerangkan, dari temuan Satgas PKH, sisa  hutan konservasi TNTN saat ini hanya tinggal sekitar 12.561 hektare, dari luasan awal mencapai 81.793 hektare.

Kondisi tersebut disebabkan oleh aksi perambahan masif ilegal, terutama pembukaan kebun kelapa sawit tanpa izin. 

Ia mengungkap kompleksitas masalah di TNTN. Banyak masyarakat yang bermukim di TNTN yang telah membangun sekolah hingga tempat ibadah.

"Telah terbangun sarana dan prasarana pemerintah seperti listrik, sekolah, dan tempat ibadah di dalam kawasan hutan TNTN," ucap Burhanuddin.

Dampak perambahan liar tersebut juga menimbulkan konflik antara satwa langka dilindungi antara lain gajah dan harimau dengan masyarakat. 

Karena itu, ST Burhanuddin menekankan perlunya pemikiran yang sama untuk mencari solusi masalah TNTN.

Pemerintah ingin memastikan penguasaan kembali TNTN dan relokasi warga dapat berjalan tanpa hambatan.

"Permasalahan TNTN bukan hanya isu lingkungan hidup, tetapi juga mencakup permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat," tegas Burhanuddin.

Ia mengingatkan agar seluruh pihak dapat melaksanakan hasil rapat dengan sebaik-baiknya. 

"Laksanakan hasil rapat dengan penuh rasa tanggung jawab, serta menjaga integritas dan profesionalitas dalam setiap pelaksanaan tugas," imbuhnya.

Sebelumnya, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telah menerbitkan pengumuman resmi terkait masa depan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.

Satgas PKH menyatakan warga yang tinggal di kawasan TNTN untuk segera melakukan relokasi secara mandiri.

Pengumuman Satgas PKH tersebut tertera dalam spanduk yang terpasang di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan yang berada dalam kawasan TNTN.

Lokasi pemasangan spanduk pengumuman akan dikunjungi oleh Tim Pengarah Satgas PKH pada Selasa 10 Juni 2025. 

Ada lima poin utama pengumuman resmi yang disampaikan Satgas PKH. Yakni, Satgas PKH menegaskan bahwa hutan konservasi TNTN merupakan tanah negara. 

"Hutan konservasi TNTN adalah tanah negara. Oleh karena itu, segala aktivitas di dalam kawasan hutan ini seperti tinggal, berkebun, mendirikan rumah dan membakar atau bentuk kegiatan lain yang mengubah fungsi hutan dinyatakan melanggar hukum," demikian pengumuman Satgas PKH. 

Satgas juga mengumumkan segera dilakukannya relokasi (pindah) secara mandiri kepada masyarakat. Relokasi mandiri ini akan didampingi petugas. 

Adapun periode pelaksanaan relokasi mandiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sejak 22 Mei hingga 22 Agustus 2025.

"Teknis dan tahapan relokasi mandiri diatur oleh Tim Terpadu Penertiban Kawasan Hutan dan disosialisasikan kepada masyarakat," demikian pengumuman Satgas PKH. 

Terkait nasib kebun kelapa sawit yang terbangun di kawasan TNTN, menurut Satgas PKH, pemerintah memahami ketergantungan sebagian masyarakat akan kebun sawit tersebut. Oleh karena itu, Satgas PKH mengambil kebijakan sementara, yakni:

  1. Kebun sawit yang berumur lebih dari 5 tahun dan sudah menghasilkan, boleh dipanen sementara 3 bulan. Namun tidak boleh menanam, memperluas, dan memelihara tanaman seperti pemupukan dan prunning dan lainnya. 
  2. Tanaman sawit yang ditanam dalam lima tahun terakhir, dianggap perambahan baru dan melanggar hukum. Kebun akan ditertibkan dan dimusnahkan kemudian diganti dengan tanaman hutan oleh pemerintah. 

Satgas PKH kembali menegaskan agar setiap orang dilarang keras membuka dan memperluas kebun di TNTN.

Bagi pihak yang melanggarnya akan dijerat secara pidana. 

Satgas PKH juga mengumumkan larangan untuk keluar masuk ke kawasan TNTN. Bagi masyarakat yang beraktivitas diwajibkan melapor terlebih dahulu kepada petugas di posko.

Tampaknya, langkah tegas akan diambil pemerintah untuk memulihkan kembali kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau yang kadung rusak akibat perambahan liar.

Kehancuran TNTN sudah pada kondisi kritis karena pembukaan kebun kelapa sawit secara ugal-ugalan dan ilegal yang dibiarkan selama belasan tahun.

TNTN akan direvitalisasi dengan cara menghutankannya kembali.

Sekretaris Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Sutikno menerangkan, dari 81 ribu hektare kawasan hutan TNTN, saat ini cuma tersisa sekitar 12-an ribu hektare. Padahal, hutan itu milik negara, namun dikuasai kelompok tertentu dan masyarakat. 

"Selama ini, TNTN itukan dijarah oleh orang-orang, dan perusahaan-perusahaan tertentu. Makanya itu yang harus kita keluarkan itu. Dari 81-an ribuan hektare, sekarang tinggal 12-an ribu hektare. Dan itulah nanti yang akan kita kuasai kembali untuk dikembalikan ke negara semuanya," ujar Sutikno di Jakarta, Senin (9/6).

Menurut Sutikno, Satgas PKH saat ini, masih terus melakukan pendataan tentang cakupan penguasaan ilegal perkebunan kelapa sawit yang 'memakan' lahan milik negara itu.

"Selama ini, itu kan dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit," ujar Sutikno.

Menurut Sutikno, kawasan hutan di Tesso Nelo bukan cuma milik negara sebagai taman nasional, melainkan juga sebagai paru-paru dunia.

"Tesso Nilo itu, mestinya menjadi konservasi, tetapi dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal kawasan itu, bukan cuma taman nasional, tetapi juga sebagai paru-paru dunia," kata Sutikno.

Sejumlah pihak menyebut kedatangan Tim Satgas PKH ke TNTN sebagai simbol dimulainya genderang 'perang' terhadap para cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di TNTN.

Cukong yang dimaksud yakni para pemodal yang membuka kebun sawit di TNTN dalam area yang luas, tidak sekadar petani rakyat.

Para cukong menggarap TNTN dalam luasan mencapai ratusan hektare, secara ilegal dan tidak membayar kewajiban pajak. 

"Kedatangan Tim Satgas PKH ke TNTN merupakan alarm bagi para cukong. Sekarang cukong kebun sawit di TNTN mulai tiarap. Namun, masyarakat petani kecil menjadi agak resah," kata sumber yang mengetahui situasi terbaru di TNTN.

Diketahui, TNTN merupakan hutan konservasi dengan tingkat kerusakan terparah di Indonesia.

Keberadaan TNTN menjadi sorotan dunia di tengah kampanye pemerintah yang mengklaim peduli terhadap deforestasi hutan, namun di lapangan justru tak sesuai. 

Dari total luasan TNTN sekitar 81,7 ribu hektare lebih, seluas 40,4 hektare lebih sudah menjadi kebun sawit.

Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu lebih. Ini artinya, lebih 65 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN, terindikasi telah mengalami kerusakan.

Penggarapan secara ilegal dan massif TNTN dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat, termasuk kaki tangan korporasi.

Hasil kebun sawit dari TNTN ditampung oleh sejumlah pabrik kelapa sawit milik perusahaan besar, namun tidak pernah mendapat tindakan hukum. 

Terakhir Satgas PKH meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera mencabut instalasi listrik yang berada di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo.

Perintah tersebut dilakukan berbarengan dengan upaya penertiban TNTN yang sudah hancur digarap menjadi perkebunan kelapa sawit secara ilegal.

Permintaan agar instalasi listrik di TNTN dicabut, termuat dalam sepucuk surat yang ditandatangani oleh Wakil Komandan Satgas Garuda, Brigjend TNI Dody Triwinarto.

Surat bertarikh 2 Juni 2025 ditujukan kepada Manager PLN UP3 Pekanbaru, telah tersebar di sejumlah media sosial sejak  Rabu 11 Juni 2025 kemarin.

Satgas Garuda merupakan tim khusus pengendali lapangan yang berada langsung dalam Satgas PKH dibentuk Presiden Prabowo Subianto berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. 

"Selama kegiatan penertiban di kawasan hutan konservasi TNTN, telah ditemukan adanya instalasi listrik di beberapa lokasi yang tidak sepatutnya berada di dalam kawasan hutan tersebut. Oleh karena itu, kami meminta supaya PLN dapat melakukan penertiban dengan pencabutan instalasi listrik di dalam kawasan hutan TNTN dalam waktu dekat," demikian isi surat Satgas PKH. 

Media ini belum dapat mengonfirmasi Satgas PKH terkait perintah pembongkaran instalasi listrik di TNTN tersebut. Namun, pihak PLN telah mengonfirmasi adanya permintaan Satgas PKH untuk penertiban instalasi listrik itu. 

"Benar ada surat dari Satgas PKH yang dikirim ke kantor Pekanbaru. Kami selalu BUMN mendukung penuh Satgas PKH," terang Manager PLN ULP Pangkalan Kerinci, Eykel Ginting kepada media. 

Meski demikian, hingga kemarin PLN belum mengeksekusi instalasi listrik di kawasan TNTN. Menurut Eykel, pihaknya masih menunggu objek yang dimintakan oleh Satgas PKH. 

"Kita masih menunggu objek mana yang dimaksud oleh Satgas PKH, jika sudah jelas akan segera kita eksekusi," terang Eykel. 

Nasib ribuan penggarap di TNTN sepertinya jadi taruhan. Warga menyambut kedatangan Satgas PKH ke Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan pada Selasa 10 Juni 2025.

Kedatangan Satgas PKH untuk melakukan pemasangan plang penguasaan kembali kawasan hutan konservasi TNTN yang selama belasan tahun telah hancur disulap menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal. 

Kedatangan Tim Satgas PKH ke kawasan TNTN itu telah dinantikan warga selama berjam-jam, sejak pagi.

Mereka menunggu rombongan dari Jakarta tiba menggunakan helikopter, setelah transit lebih dulu di Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru. 

Namun, warga kecewa karena tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH. Apalagi, sempat muncul kabar bahwa Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Menteri Pertahanan, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsuddin dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni akan ikut dalam kunjungan lapangan ke TNTN.

Namun faktanya, tak ada seorang pun pejabat setingkat menteri yang hadir ke lokasi. 

"Percuma saja datang dari Jakarta. Tapi kami tak bisa mengetahui nasib kami. Nasib kami menjadi tak jelas, apalagi kami diminta pindah (relokasi) dari sini," kata Ardi, warga setempat. 

Meski tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH, namun masyarakat sempat berdialog singkat dengan Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjend TNI Dody Triwinarto.

Warga mengaku tidak puas karena tidak ada keputusan yang bisa disepakati. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh SabangMerauke News, rombongan Satgas PKH yang datang ke TNTN hanya dari unsur Pelaksana, bukan dari level Pengarah.

Tampak hadir Ketua Pelaksana Satgas PKH yakni, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah,  Wakil Ketua 1 Satgas PKH yakni Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Richard Tampubolon, Wakil Ketua 2 Satgas PKH  yakni Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada dan Wakil Ketua 3 Satgas PKH yakni Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari. 

Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penerbitan Kawasan Hutan.

Satgas PKH terdiri atas dua unsur pokok, yakni Pengarah dan Pelaksana. Posisi Pengarah Satgas PKH diemban oleh pejabat setingkat menteri yakni diketuai oleh Menteri Pertahanan.

Ada 3 orang Wakil Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri. Sejumlah menteri di antaranya Menteri Kehutanan, Menteri ATR/BPN dan Kepala BPKP menjadi Anggota Pengarah Satgas PKH. 

Kedatangan Tim Satgas PKH ke TNTN ini menjadi sorotan utama. Alasannya, tindakan yang dilakukan oleh Satgas PKH akan menentukan masa depan TNTN yang kadung hancur lebur bersalin rupa menjadi kebun sawit.

Pada sisi lain, ada ribuan warga yang sudah bermukim dan mengelola kebun sawit di TNTN tanpa izin, bahkan sudah menahun. (*) 

Tags : taman nasional teso nilo, tntn, pelalawan, nasib hutan tntn, satgas pkh tertibkan tntn, hutan tntn hancur babak belur, nasib penggarap tntn, lingkungan, alam, riau,