News   2025/08/07 10:8 WIB

Satgas PKH Tancap Gas Umumkan Jadwal Relokasi Warga dari TNTN, 'yang Masih Diselimuti Cicilan Kredit Menahun'

Satgas PKH Tancap Gas Umumkan Jadwal Relokasi Warga dari TNTN, 'yang Masih Diselimuti Cicilan Kredit Menahun'

Satgas PKH umumkan relokasi mandiri warga di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) paling lama 22 Agustus 2025.

PEKANBARU - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menerbitkan pengumuman resmi terkait masa depan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.

Satgas PKH menyatakan warga yang tinggal di kawasan TNTN untuk segera melakukan relokasi secara mandiri. 

Pengumuman Satgas PKH tersebut tertera dalam spanduk yang terpasang di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan yang berada dalam kawasan TNTN.

Lokasi pemasangan spanduk pengumuman akan dikunjungi oleh Tim Pengarah Satgas PKH pada Selasa 10 Juni 2025. 

Ada lima poin utama pengumuman resmi yang disampaikan Satgas PKH. Yakni, Satgas PKH menegaskan bahwa hutan konservasi TNTN merupakan tanah negara. 

"Hutan konservasi TNTN adalah tanah negara. Oleh karena itu, segala aktivitas di dalam kawasan hutan ini seperti tinggal, berkebun, mendirikan rumah dan membakar atau bentuk kegiatan lain yang mengubah fungsi hutan dinyatakan melanggar hukum," demikian pengumuman Satgas PKH. 

Satgas juga mengumumkan segera dilakukannya relokasi (pindah) secara mandiri kepada masyarakat. Relokasi mandiri ini akan didampingi petugas. 

Adapun periode pelaksanaan relokasi mandiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sejak 22 Mei hingga 22 Agustus 2025.

"Teknis dan tahapan relokasi mandiri diatur oleh Tim Terpadu Penertiban Kawasan Hutan dan disosialisasikan kepada masyarakat," demikian pengumuman Satgas PKH. 

Terkait nasib kebun kelapa sawit yang terbangun di kawasan TNTN, menurut Satgas PKH, pemerintah memahami ketergantungan sebagian masyarakat akan kebun sawit tersebut. Oleh karena itu, Satgas PKH mengambil kebijakan sementara, yakni:

  1. Kebun sawit yang berumur lebih dari 5 tahun dan sudah menghasilkan, boleh dipanen sementara 3 bulan. Namun tidak boleh menanam, memperluas, dan memelihara tanaman seperti pemupukan dan prunning dan lainnya. 
  2. Tanaman sawit yang ditanam dalam lima tahun terakhir, dianggap perambahan baru dan melanggar hukum. Kebun akan ditertibkan dan dimusnahkan kemudian diganti dengan tanaman hutan oleh pemerintah. 

Satgas PKH kembali menegaskan agar setiap orang dilarang keras membuka dan memperluas kebun di TNTN. Bagi pihak yang melanggarnya akan dijerat secara pidana. 

Satgas PKH juga mengumumkan larangan untuk keluar masuk ke kawasan TNTN. Bagi masyarakat yang beraktivitas diwajibkan melapor terlebih dahulu kepada petugas di posko. 

Langkah tegas akan diambil pemerintah untuk memulihkan kembali kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau yang kadung rusak akibat perambahan liar.

Kehancuran TNTN sudah pada kondisi kritis karena pembukaan kebun kelapa sawit secara ugal-ugalan dan ilegal yang dibiarkan selama belasan tahun. TNTN akan direvitalisasi dengan cara menghutankannya kembali. 

Sekretaris Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Sutikno menerangkan, dari 81 ribu hektare kawasan hutan TNTN, saat ini cuma tersisa sekitar 12-an ribu hektare. Padahal, hutan itu milik negara, namun dikuasai kelompok tertentu dan masyarakat. 

"Selama ini, TNTN itukan dijarah oleh orang-orang, dan perusahaan-perusahaan tertentu. Makanya itu yang harus kita keluarkan itu. Dari 81-an ribuan hektare, sekarang tinggal 12-an ribu hektare. Dan itulah nanti yang akan kita kuasai kembali untuk dikembalikan ke negara semuanya," ujar Sutikno di Jakarta, Senin (9/6).

Menurut Sutikno, Satgas PKH saat ini, masih terus melakukan pendataan tentang cakupan penguasaan ilegal perkebunan kelapa sawit yang 'memakan' lahan milik negara itu.

"Selama ini, itu kan dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit," ujar Sutikno.

Menurut Sutikno, kawasan hutan di Tesso Nelo bukan cuma milik negara sebagai taman nasional, melainkan juga sebagai paru-paru dunia.

"Tesso Nilo itu, mestinya menjadi konservasi, tetapi dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal kawasan itu, bukan cuma taman nasional, tetapi juga sebagai paru-paru dunia," kata Sutikno.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin dikabarkan turun ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau pada Selasa (10/6/2025).

Kedatangan Sjafrie dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) bentukan Presiden Prabowo Subianto. 

Informasi kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH terungkap dari beredarnya surat yang ditandatangani Kepala Sekretariat Satgas PKH, Andi Herman.

Surat bertarikh 4 Juni 2025 tersebut, mengungkap rencana kunjungan lapangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN, ditujukan kepada Kajati Riau, Pangdam I/Bukit Barisan dan Kapolda Riau. 

Dalam surat tersebut, juga dilampirkan rencana agenda kunjungan Tim Pengarah, dimulai dari kedatangannya pada pukul 8.30 pagi di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.

Tim kemudian terbang menggunakan helikopter menuju Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan yang berada dalam kawasan TNTN. 

Adapun kegiatan kunjungan lapangan ini akan diisi oleh sejumlah agenda, di antaranya pemasangan plang simbolis, penanaman pohon kayu keras dan konferensi pers dengan media.

Acara ini berlangsung singkat, sekitar 2 jam, kemudian Tim Pengarah Satgas PKH sekitar pukul 11 kembali terbang ke Lanud Pekanbaru, serta melanjutkan penerbangan ke Halim Perdana Kusuma, Jakarta. 

Belum ada konfirmasi atas rencana kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ini. Namun, sejumlah pihak yang dikonfirmasi menyatakan kemungkinan Menhan Sjafrie Sjamsoedin akan ikut hadir. 

"Sejak beberapa hari lalu, sudah mulai tahapan sosialisasi di TNTN. Mulai pemasangan spanduk dan juga kedatangam prajurit TNI ke kawasan TNTN," kata warga di kawasan TNTN. 

Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Adapun komposisi Tim Pengarah Satgas PKH diketuai oleh Menhan Sjafrie Sjamsoedin.

Sejumlah pejabat juga menjadi Tim Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta beberapa menteri, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Agraria.

Sementara, Ketua Pelaksana Satgas PKH dijabat oleh Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.

Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI dua pekan lalu, Febrie mengungkap akan adanya operasi Satgas PKH di kawasan hutan konservasi TNTN. 

Sejumlah pihak menyebut kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN sebagai simbol dimulainya genderang 'perang' terhadap para cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di TNTN.

Cukong yang dimaksud yakni para pemodal yang membuka kebun sawit di TNTN dalam area yang luas, tidak sekadar petani rakyat.

Para cukong menggarap TNTN dalam luasan mencapai ratusan hektare, secara ilegal dan tidak membayar kewajiban pajak. 

"Kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN merupakan alarm bagi para cukong. Sekarang cukong kebun sawit di TNTN mulai tiarap. Namun, masyarakat petani kecil menjadi agak resah," kata sumber yang mengetahui situasi terbaru di TNTN.

Diketahui, TNTN merupakan hutan konservasi dengan tingkat kerusakan terparah di Indonesia. Keberadaan TNTN menjadi sorotan dunia di tengah kampanye pemerintah yang mengklaim peduli terhadap deforestasi hutan, namun di lapangan justru tak sesuai. 

Dari total luasan TNTN sekitar 81,7 ribu hektare lebih, seluas 40,4 hektare lebih sudah menjadi kebun sawit.

Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu lebih. Ini artinya, lebih 65 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN, terindikasi telah mengalami kerusakan.

Penggarapan secara ilegal dan massif TNTN dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat, termasuk kaki tangan korporasi.

Hasil kebun sawit dari TNTN ditampung oleh sejumlah pabrik kelapa sawit milik perusahaan besar, namun tidak pernah mendapat tindakan hukum. 

Gugatan Yayasan Riau Madani dua tahun lalu mengungkap adanya perkebunan sawit seluas 1.200 hektare di kawasan TNTN, diduga terafiliasi dengan korporasi sawit PT Inti Indosawit Subur.

Namun, pihak perusahaan membantah keras disebut sebagai pengelola kebun sawit tersebut. 

Ironisnya, meski gugatan Yayasan Riau Madani tersebut telah inkrah sejak beberapa tahun lalu, namun pihak Kementerian Kehutanan saat dijabat oleh Menteri Siti Nurbaya, berlanjut pada era kepemimpinan Raja Juli Antoni, tak kunjung mengeksekusi putusan. Hingga kini, kebun sawit tersebut masih bebas beraktivitas. 

Beragam upaya penyelamatan TNTN kerap gagal. Pada tahun 2016 lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN). Namun, hingga kini tak jelas apa hasil dan capaian RETN tersebut. 

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat menjadikan TNTN sebagai sampel dalam agenda Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) pada 2015 lalu. Namun, GNPSDA ini tak pernah lagi terdengar gebrakannya. 

Ragam kepentingan yang berkait kelindan menyebabkan upaya penyelamatan TNTN selalu gagal. Penegakan hukum dilakukan terkesan setengah hati. Hal ini menjadi tantangan serius bagi Satgas PKH untuk menunjukkan kedaulatan negara hadir di TNTN. 

Sebelumnya diwartakan, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai bergerak menyasar kawasan hutan konservasi TNTN di Riau.

Satgas PKH pada tahap awal telah memasang sejumlah spanduk berisi peringatan dan larangan mengelola hutan, termasuk jual beli lahan di kawasan hutan tersebut.

Operasi awal Satgas PKH ini merupakan tahapan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Satgas PKH dikabarkan akan meningkatkan tensi penegakan hukum, khususnya terhadap para penggarap TNTN yang telah menyulap hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sejak belasan tahun silam. 

"Satgas sudah turun ke TNTN. Banyak spanduk peringatan yang sudah dipasang, khususnya di daerah Toro Jaya," kata Andi, warga setempat pada Minggu (8/6). 

Operasi Satgas PKH di kawasan TNTN pun memicu kekhawatiran mendalam di kalangan pekebun sawit pada areal hutan konservasi tersebut.

Warga khawatir kebun kelapa sawit mereka menjadi objek penertiban Satgas PKH. 

"Masyarakat sekarang cemas dan khawatir. Padahal, mereka sudah mengelola kebun sawit cukup lama. Warga khawatir kebunnya disita," kata Andi. 

Masih adanya cicilan kredit warga di TNTN yang belum lunas, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau mewaspadai potensi dampak penertiban kebun sawit ilegal terhadap kualitas kredit perbankan, terutama pembiayaan yang berkaitan dengan kebun kelapa sawit di kawasan hutan.

"OJK Riau minta bank siapkan cadangan kredit hadapi dampak penertiban sawit ilegal di kawasan hutan."

"Kami mendengar Bupati yang telah menyampaikan kekhawatiran masyarakat. Petani takut kehilangan pekerjaan, kebunnya bisa hilang, bahkan khawatir terkena sanksi hukum. Ini menjadi keprihatinan kita bersama," kata Kepala OJK Riau, Triyoga Laksito dalam media gathering, Senin (4/8).

Triyoga Laksito mengatakan, pihaknya telah melakukan pemantauan langsung ke wilayah seperti Rokan Hulu dan Rokan Hilir.

Daerah tersebut menjadi perhatian karena rawan kebakaran hutan dan lahan serta banyaknya kebun sawit di kawasan hutan.

Ia menilai permasalahan ini sangat kompleks. Lemahnya pengawasan kehutanan di tingkat kabupaten serta praktik penanaman berpindah yang sudah berlangsung puluhan tahun menyebabkan munculnya kebun sawit tanpa kejelasan legalitas.

"Ada lahan yang ditanami sejak puluhan tahun lalu, kemudian dijual dan berubah jadi kebun sawit. Ini tidak bisa diselesaikan secara sederhana," katanya.

Terkait dampaknya terhadap sektor keuangan, OJK Riau kini tengah mendalami risiko kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL), terutama pada pembiayaan kebun sawit yang berada di kawasan hutan.

Data pasti nilai kredit terdampak memang belum tersedia, namun Triyoga meminta perbankan segera mengantisipasi.

"Bank harus mulai melakukan pencadangan atas potensi kredit bermasalah ini. Tentu ini berpengaruh terhadap permodalan mereka. Tapi bank-bank pemerintah masih cukup kuat menahan tekanan ini," katanya.

Ia mengingatkan, potensi dampak terbesar justru mengancam perbankan kecil seperti BPR dan BPD.

Jika terjadi gagal bayar secara masif, bisa memicu gangguan likuiditas.

"Harapan kami dampaknya tidak terlalu dalam. Untungnya mayoritas kredit BPR dan BPD masih bersifat konsumtif, bukan pembiayaan produktif untuk sawit," jelasnya.

OJK Riau akan terus memantau perkembangan ini dan berkoordinasi dengan pemda serta kementerian terkait guna memastikan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah proses pemulihan dan penataan ulang kawasan hutan. (*)

Tags : Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan, Satgas PKH, Satgas PKH Umumkan Jadwal Relokasi, Warga di TNTN Direlokasi, Taman Nasional Tesso Nilo, Relokasi TNTN, News ,