Linkungan   24-04-2025 17:13 WIB

Ratusan Perusahaan Kebun Sawit Dilaporkan ke Satgas Terpadu, Humas PT IP Joko Dwiyono: 'Kebun Kami tak ada Masuk di Kawasan Hutan'

Ratusan Perusahaan Kebun Sawit Dilaporkan ke Satgas Terpadu, Humas PT IP Joko Dwiyono: 'Kebun Kami tak ada Masuk di Kawasan Hutan'

Kerusakan lingkungan secara global mengancam kelestarian hutan di Riau, perusahaan perkebunan sawit jadi sorotan para aktivis.

PEKANBARU - Eyes on the Forest (EoF) merupakan koalisi LSM di Riau [Sumatra] terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup [WALHI] Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] dan WWFIndonesia Program Sumatera Tengah mengakui hingga dekade ini masih ada kebun sawit beroperasi di Riau menggunakan kawasan hutan.

"Ada juga perusahaan perkebunan yang memperluas kebun sawit diluar batasan Hak Guna Usaha [HGU] tanpa izin."

"Saat ini ada kebun sawit di dalam kawasan hutan, seluruhnya bagi perusahaan yang terlibat itu sedang di mohonkan untuk prosedur UU CK pasal 110B.
Tetapi mereka harus tetap membayar biaya keterlanjuran hingga puluhan miliar rupiah kalau tidak akan timbul pidana atas kerugian negara dari pembayaran pajak dan restrukturisasi PSH/DR yang dibebankan," kata Ir Ganda Mora SH M.Si, Ketua Yayasan Lingkungan Sahabat Alam Rimba (SALMBA) menyikapi itu.

Menurutnya, di Indonesia sendiri ada 436 perusahaan kelapa sawit yang terkatagori buka usaha dalam kawasan hutan, tetapi mereka mendapat  'pengampunan' dari Kemenhut.

"Jadi total keseluruhan kawasan hutan yang sudah berubah menjadi kebun sawit ini dengan total luasan 1.107.727 hektare hektare."

Sebanyak 436 perusahaan di Indonesia segera akan mendapat pengampunan atas keterlanjuran kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Total luasan lahan kebun sawit dalam kawasan hutan tersebut mencapai 1.107.727 hektare.

Dari sebanyak 1,1 juta hektare lebih kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan, kata Ganda Mora, Kementerian Kehutanan telah memproses seluas 790.474 hektare. Sementara sisanya seluas 317.253 hektare dinyatakan ditolak.

Lokasi kebun sawit dalam kawasan hutan yang paling luas berasa di Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau. 

Seperti kembali disebutkan Made Ali, masa menjabat Koordinator Jikalahari menyebutkan, ada 60% dari luas wilayah Provinsi Riau merupakan kawasan hutan.

Namun, tidak menutup kemungkinan luas kawasan hutan di provinsi Riau akan terus berkurang karena perambahan hutan di Riau masih terus berlangsung hingga sekarang.

"Hasil Pansus Monitoring Perizinan Lahan Perkebunan di DPRD Riau sebelumnya bahkan menemukan terdapat puluhan ribu hektar hutan yang digarap secara ilegal dalam kawasan hutan oleh 33 perusahaan perkebunan sawit," kata Made.

"Selain itu ditemukan pula perusahaan yang membuka areal kebun di luar batas Hak Guna Usaha (HGU). Kita juga melihat hasil penertiban kebun sawit ilegal yang sudah menjadi komitmen Pemprov Riau sepertinya jalan ditempat," sebutnya.

Katanya, koalisi Eyes on the Forest sudah melakukan pemantauan dilapangan untuk membuktikan adanya 33 kebun sawit apakah kawasan hutan di Riau telah dikuasai oleh perusahaan sawit dengan mengabaikan peraturan yang melarang Kawasan hutan untuk perkebunan. 

"Kita melihat fungsi kawasan hutan setelah diterbitkannya SK 673/Menhut-II/2014 dan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, maka terbitlah SK 878/2014."

"Dilihat dari luas masing-masing fungsi kawasan hutan sesuai SK 878/2014 hampir keseluruhan mengakomodir SK 673/2014, antara lain Hutan Lindung seluas 234.015 ha, KSA/KPA seluas 633.420 ha, HPT seluas 1.031.600 ha, HP seluas 2.331.891 ha dan HPK seluas 1.268.767 ha," katanya.

Koalisi aktivis menyikapi laporan Koordinator KKR, Fachri Yasin ada 33 perusahaan ke Polda Riau dengan dugaan tindak pidana penggunaan kawasan hutan dan lahan secara ilegal yang dikuatkan juga oleh hasil Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan DPRD Riau.

Temuan 33 perusahaan itu melakukan penanaman Kelapa Sawit dalam kawasan hutan seluas 103.320 hektare [ha]. Selain itu ada juga yang melakukan penanaman kelapa sawit tanpa izin Hak Guna Usaha seluas 203.977 ha sehingga dikatakannya mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp2,5 triliun. 

Ke-33 perusahaan yang dilaporkan itu adalah:

  1. PT Hutahean
  2. PT Arya Rama Perkasa
  3. PT Aditya Palma Nusantara
  4. PT Air Jernih
  5. PT Eluan Mahkota
  6. PT Egasuti Nasakti
  7. PT Inti Kamparindo
  8. PT Johan Sentosa
  9. PT Sewangi Sawit Sejahtera
  10. PT Surya Brata Sena
  11. PT Peputra Supra Jaya
  12. PT Inecda Plantation
  13. PT Ganda Hera Handana
  14. PT Mekar Sari Alam Lestari
  15. PT Jatim Jaya Perkasa
  16. PT Salim Ivomas Pratama
  17. PT Cibaliung Tunggal Plantation
  18. PT Kencana Amal Tani
  19. PT Karisma Riau Sentosa
  20. PT Seko Indah
  21. PT Panca Agro Lestari
  22. PT Siberida Subur
  23. PT Palma Satu
  24. PT Banyu Bening Utama
  25. PT Duta Palma Nusantara
  26. PT Cirenti Subur
  27. PT Wana Jingga Timur
  28. PT Perkebunan Nusantara V
  29. PT Marita Makmur
  30. PT Fortius Agro Wisata
  31. PT Guntung Hasrat Makmur
  32. PT Guntung Idaman Nusa
  33. PT Bumi Palma Lestari Persada

Namun kembali disebutkan Ganda Mora, data tentang luasan kebun sawit yang dalam kawasan hutan yang sedang diproses Kemenhut itu, tertuang dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 6 Februari 2025 lalu.

Surat Keputusan Menhut berisi Daftar Subjek Hukum Kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang Telah Terbangun dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan yang Berproses atau Ditolak Permohonannya di Kementerian Kehutanan sesuai kriteria Pasal 110A Undang-undang Cipta Kerja. 

Berdasarkan lampiran SK Menhut tersebut, kebun sawit yang permohonannya dalam status diproses, terbagi atas tiga kelompok. Yakni dalam proses Persetujuan Prinsip, Penelitian Tim Terpadu (Timdu) dan Penetapan Areal Pelepasan Hutan. 

Satgas pantau lahan kebun sawit ilegal

Mengingat action Satuan Tugas (Satgas) terpadu penertiban penggunaan kawasan hutan dan lahan secara ilegal Pemerintah Provinsi Riau saat ini masih terus memantau lahan kebun sawit ilegal, seiring dengan ditemukannya lima perusahaan yang diduga tidak mengantongi izin di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar. 

Satgas terpadu yang tergabung di dalamnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, sedang memonitoring lahan-lahan perusahaan ilegal dan yang berada dalam kawasan hutan.

Satgas tersebut dibagi menjadi dua tim, masing-masing tim ada 40 orang.

Tim itu sedang bekerja di lapangan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan.

Tim ini terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.1078/IX/2019. Berdasarkan catatan KPK, ada 1,2 juta hektare kebun sawit di Riau tanpa memiliki izin, dan masuk dalam kawasan hutan.

Pemprov Riau diminta untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal tersebut.

Selain masyarakat, paling besar lahan tersebut dikuasai perusahaan tanpa izin, dan ditanami kebun kelapa sawit.

Bahkan banyak perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) selama menguasai hutan.

Wakil Pimpinan KPK, Alexander Marwata di Pekanbaru, saat berkunjung ke Riau, Kamis 2 Mei 2019 lalu.

"Dalam catatan kami ada 1,2 juta hektare perkebunan sawit mengokupasi areal hutan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Selain dikuasai masyarakat, paling besar dikuasai perusahaan tanpa izin," kata Alex.

Sebagian lahan sawit yang ditemukan terindikasi berada dalam kawasan hutan produksi konversi (HPK) bahkan ada juga perusahaan yang memperluas Hak Guna Usaha [HGU di Riau.

Namun Made Ali menambahkan, jika dibandingkan dengan Surat Keputusan 7651/Menhut-VII/2011, Provinsi Riau telah menjadi bukan kawasan hutan mencapai 3.485.130,67 hektar hingga tahun 2011.

Sebagian besar perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dari perubahan Hutan Produksi dapat Dikonversi sekitar 1.298.260 ha.

Selain perubahan peruntukan kawasan hutan juga terjadi perubahan fungsi kawasan hutan, dimana dalam SK 878/2014 tersebut terdapat penambahan Hutan Produksi sekitar 438,177 ha, sebutnya.

Selain itu, WWF Indonesia juga melihat Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, menunjukkan bahwa terdapat lebih kurang 1,4 juta hektar kawasan hutan di Riau telah ditanami kelapa sawit.

Dari angka ini berarti lebih 27% total kawasan hutan di Riau telah berubah menjadi kebun kelapa sawit.

Pengembangan sawit dalam kawasan hutan mungkin saja dilakukan oleh perusahaan kebun kelapa sawit, pemodal, kerjasama perusahaan dengan koperasi dan petani kecil.

PT Inecda Plantation bantah kebunnya masuk pada kawasan hutan

Perusahaan perkebunan PT. Inecda Plantitions (IP) yang berada di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau yang tergabung dalam Samsung Group itu dilaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sebagai contoh yang ditemukan pengakuan dari salah sati kepala Desa Petala Bumi Kecamatan Seberida, Sugiono. A.Ma yang juga telah melaporkan  perusahaan itu ke DPRD Inhu karena menggarap lahan di luar HGU.

"Perusahaan itu juga menanam kelapa sawit di kawasan hutan resapan air yang disinyalir telah mendapat izin dari Pemkab Inhu."

“Terkait hal ini sudah kita laporkan ke KLHK yang didukung ratusan masyarakat yang juga turut membubuhkan tanda tangan, selain itu kita minta anggota DPRD Inhu juga mempertanyakan status lahan dimaksud,” kata Kepala Desa Petala Bumi Kecamatan Seberida, Sugiono. A.Ma.

Sugiono menyebutkan bahwa berdasarkan hasil risalah panitia pemeriksaan tanah B nomor 8/2020, bahwa areal PT Inecda Plantitions yang telah dienclave seluas 579 hektar.

Dengan demikian lahan seluas 579 seharusnya tidak lagi menjadi milik PT Inecda.

Menurutnya, sampai saat ini setelah perpanjangan HGU lahan tersebut masih dikuasai PT Inecda. Termasuk didalamnya kawasan hutan resapan air seluas sekitar 50 hektar yang berada di Desa Petala Bumi ditanami kelapa sawit oleh PT Inecda.

Jadi dia mendesak berkaitan dengan perpanjangan HGU PT Inecda kemarin itu seharusnya dienclave seluas 579 hektar agar tidak lagi dikuasi PT Inecda.

Tetapi pada saat rapat mediasi di Kantor Camat Seberida yang dihadiri bagian Tata Pemerintahan Pemkab Inhu, menyebutkan PT Inecda masih boleh menggarap kawasan hutan resapan air karena masih memiliki izin IUP.

“Ini sangat membingungkan masyarakat, BPN sudah menerbitkan perpanjangan HGU dan lahan sudah dienclave namun Pemkab Inhu masih memperjuangkan PT Inecda agar menguasai lahan di luar HGU," kata Sugiono.

"Jadi kami minta DPRD Inhu segera mengambil sikap sebelum masyarakat yang bersikap di lapangan,” ujarnya.

Masa Ketua Komisi II DPRD Inhu dijabat Sugeng Riono SH menanggapi hal itu pihaknya berencana turun ke Desa Petala Bumi dan meninjau lokasi yang dilaporkan masyarakat.

“Kita jadwalkan turun lapangan setelah itu kita akan undang pihak pihak terkait untuk didengar secara bersama mengenai persoalan yang dilaporkan masyarakat. Termasuk juga memanggil PT Inecda dan Pemkab Inhu,” terangnya.

Datangnya tudingan kebun sawit group Samsung itu ada kelebihan lahan masuk pada kawasan hutan, Joko Dwiyono, Humas PT Inecda Plantations membantahnya. 

PT Inecda Plantations, anak perusahaan Samsung Group yang dituding masyarakat mengambil lahan melebihi hak guna usaha (HGU), perusahaan membantah karena persoalan itu sudah diputuskan pengadilan.

''Memang pernah terjadi konflik dengan masyarakat Desa Talang Suka Maju Kecamatan Rakit Kulim, dimana mereka menuding PT Inecda telah menguasai lahan mereka seluas 3200 hektar,'' kata Joko Dwiyono yang pernah disebutkannya pada media di Pematang Reba belum lama ini.

"Namun letaknya tidak jelas dan mereka sendiri pun tidak mengetahui dimana letak lahan tersebut, sepertinya, itu hanya pengakuan saja, dan masalah ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Rengat Pematang Reba, dimana akhirnya PT Inecda memenangkannya," kata dia.

Joko mengaku selama ini perusahaan tidak mengetahui adanya kelebihan lahan yang dimiliki dan dikuasai.

Tetapi dari hasil putusan PN Rengat, akhirnya keluarlah HGU (Hak Guna Usaha) kedua PT Inecda seluas 3.108 hekatar sebagai areal pengembangan sedangkan luas HGU pertama PT Inecda adalah seluas 6.300 hektar.

"Jadi sejauh ini saya benar-benar tidak mengetahui adanya kelebihan lahan yang dimilki PT Inecda,'' katanya.

Tetapi kembali disebutkan Ganda Mora, jika perusahaan memiliki kebun sawit masuk dalam kawasan hutan, seluruhnya bagi perusahaan yang terlibat itu hurs memohonkan untuk prosedur UU CK pasal 110B.

Menurutnya, data tentang luasan kebun sawit yang dalam kawasan hutan yang sedang diproses Kemenhut, "ini tertuang dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 6 Februari 2025 lalu," sebutnya.

Surat Keputusan Menhut berisi Daftar Subjek Hukum Kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang Telah Terbangun dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan yang Berproses atau Ditolak Permohonannya di Kementerian Kehutanan sesuai kriteria Pasal 110A Undang-undang Cipta Kerja. 

"Berdasarkan lampiran SK Menhut tersebut, kebun sawit yang permohonannya dalam status diproses, terbagi atas tiga kelompok. Yakni dalam proses Persetujuan Prinsip, Penelitian Tim Terpadu (Timdu) dan Penetapan Areal Pelepasan Hutan," sebutnya.

Ada ribuan subjek hukum (perusahaan, kelompok, koperasi dan individu) di wilayah Indonesia yang mengelola kebun sawit dalam kawasan hutan, telah terdata di Kementerian Kehutanan di era Menteri Siti Nurbaya.

"Subjek hukum tersebut mengajukan permohonan sesuai kriteria Pasal 110A dan Pasal 110B Undang-undang Cipta Kerja."

"Subjek hukum pemohon paling banyak berada di wilayah Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah."

Jadi menurut Ganda Mora, berdasarkan lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 itu, penikmat program pengampunan keterlanjuran kebun sawit, didominasi oleh perusahaan yang terafiliasi ke raksasa sawit di Indonesia.

Meski demikian, tak seluruh areal kebun sawit dapat diproses, sebagian juga ada yang ditolak karena tidak memenuhi kriteria Pasal 110A Undang-undang Cipta Kerja. 

Perusahaan kebun sawit yang diproses permohonannya tergabung dalam raksasa korporasi sawit. Di antaranya Duta Palma Grup, First Resources (Surya Dumai Grup), Sinarmas Agro dan Astra Agro, perusahaan dari Musim Mas dan Salim Ivomas, Mahkota Grup dan PTPN IV (eks PTPN V). Kemudian grup Bumitama Gunajaya Abadi, Citra Borneo Indah, Sampoerna Grup, Tor Ganda, Best Agro, Eagles High Plantations, London Sumatera, Triputra dan Incasi serta USTP. Kemudian Wilmar Grup, PTPN,  Permata Hijau, Sinar Alam Plantations, DSN, Nusantara Sawit Sejahtera, KLK, Genting, Mahkota Grup, ANJ, Gawi, Djarum, MP Evans Grup, USTP, Cargill, KPN Plantations, Genting, Austindo, Goodhope, Kencana dan Sinar Mas Agro serta sejumlah grup besar lainnya. (*)

Tags : Kebun Sawit di Kawasan Hutan, Satgas Terpadu Riau, Penertiban Kebun Sawit Ilegal, kebun sawit ilegal di riau, pt inecda plantations, pt ip disorot,