SELAIN terkenal dengan arsitektur bangunan tempo dulu, Jalan Braga, di Kota Bandung, juga tersohor dengan para penjual lukisannya. Biasanya, para wisatawan yang datang ke Jalan Braga dapat dengan mudah menemukan lukisan-lukisan yang terpajang di sepanjang trotoar jalan.
Puluhan hingga ratusan lukisan digantung dan disandarkan pada bangunan, di sepanjang Jalan Braga. Bahkan, pajangan ini bisa menutupi hampir seluruh dindingnya. Para pelancong yang melintasi jalan ini sesekali memalingkan pandangannya ke arah lukisan, tidak sedikit dari mereka berakhir dengan tawar menawar dengan pedagang.
Sejak pandemi, intensitas pengunjung yang datang semakin berkurang. Hal ini merupakan salah satu dampak adanya pembatasan kunjungan yang diterapkan pemerintah Kota Bandung dalam upaya meminimalisir penyebaran Covid-19 di tempat wisata. Namun yang mengejutkan, pandemi ternyata tidak berpengaruh banyak pada pedagang lukisan di Jalan Braga. “Kayak gini (pandemi) juga ada (pembeli) alhamdulillah, kecuali yang pertama (pandemi setahun lalu),” ungkap Aye, salah satu penjual lukisan di Jalan Braga, Kota Bandung dirilis ayobandung.com.
Ketika ditemui Ayobandung.com, Aye sedang memperhatikan para wisatawan berlalu-lalang, berharap salah satu lukisannya dapat menarik hati para pengunjung (30 Juni 2021). Aye mengaku, memang ketika awal mula Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di Kota Bandung, sempat ada penurunan penjualan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan pemulihan, Aye bilang, sudah tidak terasa lagi adanya perbedaan tingkat penjualan yang signifikan jika dibandingkan dengan sebelum adanya pandemi. “Yang pertama Covid itu, nggak boleh jualan, ditutup semua. Nggak bisa jualan, gimana caranya, akhirnya markiran di sana, buat jajan anak-anak,” kata Aye sambil menunjuk salah satu ruas Jalan Braga.
Aye setiap harinya membuka lapak dagangannya mulai dari pukul 08.00 pagi hingga 09.00 malam. Meski saat ini sering ada penutupan jalan, Jalan Braga tetap seramai biasanya. Selalu ada wisatawan daerah yang berburu makanan, foto, hingga sekadar berbincang dengan kawan. Alhasil, Aye cukup senang, meskipun tidak banyak, pembeli lukisannya selalu ada. “Kalau (jualan) lukisan mah harus sabar,” ungkap Aye.
Aye menceritakan bagaimana ia saat ini lebih mudah menjual barang dagangannya. Tidak perlu untung besar, selama lukisannya bisa terjual, ia akan memberikannya pada pembeli. “Ada yang nawar 200 (ribu rupiah) saya jual, ada yang nawar gope (Rp 500 ribu) saya jual, yang penting ada untung 50 (ribu rupiah) ke atas saya jual,” terang Aye.
Aye mengaku tidak tertarik untuk menjual lukisannya secara online. Biasanya, selain melalui lapak di Jalan Braga, ia hanya menawarkan kepada kenalan dan langganannya saja. Selain menjual lukisan yang telah jadi, Aye juga memberikan kesempatan memesan lukisan untuk pelanggannya, seperti lukisan wajah dan ikon khusus pada lukisan. Harga yang dibanderol mulai dari Rp300 ribu hingga jutaan rupiah, tergantung tingkat kesulitan pemesanan.
“Lukis wajah bisa, cuman saya ngambil lukis wajahnya nggak ecek-ecek. Ada yang Rp100 ribu. Terus saya pernah (sewa pelukis) yang murah, hasilnya saya malu, hasilnya jelek dan nggak mirip. Saya cari lagi, ada yang bagus, tapi harganya beda,” ungkap Aye.
Salah satu hal yang tidak dapat ditemui Aye sejak pandemi adalah turis-turis asing bersama para pemandunya. Para turis biasanya sangat tertarik dengan lukisan-lukisan yang terpajang ini. Bahkan Aye pernah mengemas lukisan untuk seorang Turis bawa ke Belanda. Menurut Aye, selain kesabaran, dalam menjual lukisan pun tidak boleh memaksa pembeli karena pembeli harus menyesuaikan bentuk lukisan dengan kebutuhan ruangan. Pembeli juga perlu memahami jenis dan bentuk lukisan seperti apa yang cocok sebelum berburu lukisan ke para penjual. “Saya sudah dikasih ilmunya sama orang-orang senior, cara jualannya jangan maksa. Kalau saya mah nggak, silahkan kalau ada yang cocok boleh, kalau nggak ada biarin saja,” tutup Aye. (*)
Tags : Bangunan Tempo Dulu, Bandung, Banyak Penjual Lukisan, ayobandung.com,