
LARSHEN YUNUS, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau mengakui setiap 20 Mei Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional.
"Setiap 20 Mei Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional, yang bukan hanya sekadar peringatan sejarah, tetapi juga sebagai momentum untuk merefleksikan semangat persatuan dan kebangkitan jiwa kebangsaan yang menuntun bangsa ini untuk terus maju," kata Larshen Yunus, Ketua DPD I KNPI Riau menyampaikan tadi Selasa.
Menurutnya, pada tanggal yang sama di tahun 1908, lahir Boedi Oetomo, sebuah organisasi modern pertama yang berperan besar dalam memperjuangkan solidaritas dan pembaharuan sosial di tengah keragaman budaya dan etnis yang ada di Nusantara, kenangnya.
Organisasi ini, katanya, tidak hanya berperan dalam mempersatukan bangsa tetapi juga menjadi model bagi lahirnya berbagai Ormas (organisasi kemasyarakatan) yang kini tersebar luas di seluruh Indonesia.
"Boedi Oetomo bukan hanya simbol perjuangan masa lalu; ia adalah gambaran semangat yang perlu ditumbuhkan kembali dalam diri setiap organisasi masyarakat yang ada saat ini."
"Patut kiranya Ormas yang ada saat ini mampu mengoptimalkan potensi mereka, menjadi kekuatan yang mendorong kemajuan bangsa dengan menyatukan nilai-nilai kebangsaan, sosial, dan ekonomi dalam setiap langkah aksi nyata mereka," sebut Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) ini.
Indonesia memiliki keunikan luar biasa, yakni bangsa yang dibangun terlebih dahulu sebelum negara secara formal berdiri.
Melalui Sumpah Pemuda 1928, dengan deklarasi “Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa,” persatuan bangsa Indonesia bukan semata-mata terbentuk oleh wilayah dan pemerintahan, tetapi oleh kesepakatan kolektif atas keberagaman suku, bahasa, dan budaya.
Kesepakatan ini menjadi landasan moral yang memperkuat cita-cita bersama untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.
Konsep wawasan kebangsaan yang kita anut bukan hanya melibatkan elemen pemerintahan, tetapi lebih kepada ikatan sosial yang kuat antara masyarakat dengan negara.
Wawasan kebangsaan ini menjadi pilar utama yang mempersatukan rakyat, memperkokoh rasa identitas bersama dan persatuan.
"Sebagai bangsa yang pluralistik, Indonesia harus terus mengembangkan wawasan kebangsaan ini, agar mampu menavigasi tantangan sosial dan global dengan bijaksana," kata Larshen Yunus yang juga sebagai Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana itu.
"Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, wawasan kebangsaan yang kokoh akan menjadi pelita yang memandu kita dalam menjaga keutuhan bangsa."
Pada 1 Juni 1945, Presiden Soekarno dalam pidato bersejarahnya memperkenalkan Pancasila sebagai dasar filosofis negara.
Pancasila yang memuat lima sila tidak hanya relevan untuk Indonesia, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai universal: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
Kini, dalam perjalanan sejarahnya, Pancasila menghadapi tantangan besar, terutama ketika Pancasila dipolitisasi dan disalahgunakan oleh kepentingan kekuasaan tertentu.
Perlu dicamkan, bahwa Pancasila bukan milik satu golongan atau rezim saja. Pancasila adalah milik seluruh bangsa Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila harus tetap menjadi pedoman moral yang menyatukan seluruh elemen bangsa, tanpa terpengaruh oleh perubahan pemerintahan atau dinamika politik.
Seperti yang pernah disampaikan oleh BJ Habibie, meskipun rezim berganti, Pancasila tetap menjadi landasan yang memberikan kontinuitas dan stabilitas politik dan sosial bangsa.
"Kita harus menjaga Pancasila agar tetap relevan di tengah tantangan zaman, dengan menghindari politisasi yang dapat merusak makna dan fungsi utamanya," ujarnya.
Tetapi Larshen menyinggung era global yang kini membawa serta tantangan baru yang bersimpangan: di satu sisi, ada integrasi ekonomi dan budaya yang semakin pesat, sementara di sisi lain, munculnya gelombang kebangkitan nasionalisme yang seringkali memunculkan proteksionisme.
"Maka negara bangsa kembali menjadi aktor utama dalam tatanan global, dengan menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan negara di tengah tekanan globalisasi."
"Indonesia, dengan keragaman etnis dan budayanya, harus menghadapi fakta antara membuka diri untuk berkolaborasi dalam tatanan global dan tetap menjaga identitas nasional yang kuat," kata dia.
Negara bangsa Indonesia harus tetap menjadi benteng pertama dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan yang telah terbangun selama ratusan tahun.
Sementara itu di saat bersamaan, ada peluang untuk membuka perkembangan ekonomi dan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menghadapi kompleksitas tantangan pembangunan yang semakin besar dan globalisasi yang semakin mendalam, sebutnya, Indonesia perlu mengadopsi paradigma pembangunan yang lebih holistik dan terintegrasi.
"Salah satu pendekatan yang relevan adalah Teori M, yang terinspirasi dari fisika teoretis."
"Teori ini berusaha menggabungkan berbagai teori pembangunan yang ada dalam satu kerangka yang utuh dan saling mendukung," terangnya.
Dalam konteks Indonesia, Teori M mengusulkan bahwa pembangunan harus melibatkan semua dimensi kehidupan --ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan-- dalam satu pendekatan yang terintegrasi.
Pembangunan yang berpencar hanya akan memperburuk ketimpangan dan ketidakadilan.
"Dengan Teori M, kita dapat mengarahkan Indonesia untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan, di mana kemajuan ekonomi tidak mengorbankan kesejahteraan sosial dan lingkungan," jelasnya.
Menyinggung soal organisasi kemasyarakatan (Ormas), menurutnya, Ormas memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan dalam pembangunan bangsa, terutama ketika dilihat melalui perspektif Teori-M, yang menekankan integrasi berbagai aspek pembangunan secara holistik.
"Ormas tidak hanya perlu meningkatkan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan yang sistematis, tetapi juga harus mampu menanamkan nilai-nilai disiplin, integritas, dan tanggung jawab dalam diri setiap anggotanya," sebutnya.
Dengan demikian, ormas dapat menjadi kekuatan sosial yang tidak hanya responsif terhadap perubahan, tetapi juga proaktif dalam mendorong inovasi dan kolaborasi lintas sektor.
Menurutnya, ormas perlu menciptakan budaya inovasi dan kolaborasi. Dalam era yang serba cepat dan terhubung ini, kemampuan beradaptasi dengan perubahan sangatlah penting.
"Ormas harus bekerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun organisasi lain, untuk menciptakan sinergi yang memperkuat kontribusi mereka terhadap pembangunan bangsa."
"Indonesia, dengan modal sosial-politik dan filosofis yang luar biasa, dimulai dari Kebangkitan Nasional, wawasan kebangsaan, hingga Pancasila sebagai dasar negara, memiliki semua yang dibutuhkan untuk melangkah maju."
"Tantangan global membutuhkan inovasi dan keberanian untuk mengadaptasi paradigma baru dalam pembangunan nasional."
"Teori M memberikan solusi untuk menyatukan berbagai aspek pembangunan, sedangkan ormas harus menjadi kekuatan sosial yang mengedepankan kapasitas, karakter, dan kolaborasi untuk membangun Indonesia yang lebih baik," terang Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta ini.
Penilaian Larshen, dengan sinergi antara pemerintah, Ormas, dan masyarakat, Indonesia akan mampu melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945, menuju masa depan yang berdaulat, sejahtera, dan bersatu.
"Ini adalah panggilan untuk kita semua, untuk tidak hanya menjadi bagian dari perubahan, tetapi untuk memimpin perubahan itu demi kebaikan bangsa," tutupnya. (*)
Tags : Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei Indonesia Rayakan Hari Kebangkitan Nasional, Komite Nasional Pemuda Indonesia, KNPI, KNPI Peringati Hari Kebangkitan Nasional,