
PEKANBARU - Menteri Lingkungan Hidup (Men-LH) Republik Indonesia menegaskan komitmen pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap perusahaan pemegang konsesi di Provinsi Riau.
"Siap-siap bagi perusahaan disektor kehutanan dan perkebunan yang lalai aturan."
"Penataan tinggi muka air merupakan kewajiban. Jika dilanggar, akan ada sanksi tegas, termasuk sanksi pidana," kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat memimpin rapat koordinasi penanganan Karhutla, di Balai Serindit Gedung Daerah, Senin (21/7).
Ia menekankan bahwa seluruh perusahaan, baik di sektor kehutanan maupun perkebunan wajib mematuhi aturan mengenai tinggi muka air di areal konsesinya.
Rakor yang juga di hadiri Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid, Kapolda Riau, Danrem, Danlanud termasuk para Kapolres, bupati, kepala BPBD, dan dinas lingkungan hidup dari berbagai daerah di Riau, menteri menekankan bahwa kedalaman air di lahan gambut hanya diperkenankan paling dalam 40 cm. Jika lebih dari batas tersebut, maka hal itu dianggap pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif maupun hukum.
"Kami minta seluruh jajaran di daerah, termasuk para Kapolres dan kepala daerah, turut memastikan perusahaan mematuhi aturan ini. Tidak semua lahan bisa terus-menerus kami kontrol langsung, maka peran daerah sangat penting," tegasnya.
Penegasan ini disampaikan sebagai bagian dari upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap terjadi akibat pengelolaan gambut yang tidak sesuai standar.
Pemerintah berharap kolaborasi lintas sektor dapat meningkatkan pengawasan dan memastikan perusahaan tidak abai terhadap tanggung jawab lingkungannya.
Pada kesempatan ini Menteri Lingkungan Hidup juga menyatakan upaya pencegahan itu sama pentingnya penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap mereka yang disangkakan melakukan pembakaran lahan yang dapat merugikan banyak pihak.
Menteri pun memberikan apresiasi tindakan tegas tersebut, sekaligus bentuk pembelajaran kepada masyarakat lainnya agar tidak melakukan hal serupa ke depan.
Dua hal itu papar menteri lagi, jika dilakukan dengan komitmen dan berkisinambungan, maka upaya meminimalisir terjadinya Karhutla di Riau bisa diatasi dengan baik.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq juga mengaku sudah siapkan sanksi administrasi bagi perusahaan yang lalai cegah Karhutla.
“Kondisi ini tidak dapat dianggap sebagai kejadian biasa. Lonjakan titik api dan luasan kebakaran yang masif hanya dalam waktu singkat mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan lapangan dan masih rendahnya kepatuhan terhadap larangan pembakaran lahan,” jelas Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.
Lonjakan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla ) di Provinsi Riau kembali menjadi perhatian serius Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH).
Pemerintah memandang kondisi ini sebagai eskalasi darurat yang memerlukan langkahtegas dan terintegrasi.
Per 20 Juli 2025, tercatat 790 titik panas (hotspot) terdeteksi di Riau, dengan 27 titik api aktif. Hanya dalam waktu 24 jam, luas lahan terbakar melonjak dari 546 hektare menjadi sekitar 1.000 hektare.
Sebaran titik api terkonsentrasi dan saling berdekatan, yang menunjukkan adanya pola pembakaran berulang dan terorganisasi.
Menteri LH juga menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh kepada jajaran Polda Riau.
Menurutnya, keberhasilan mengungkap 29 tersangka menunjukkan respons hukum yang serius dan menjadi pesan tegas bahwa pembakaran lahan tidak akan ditoleransi.
KLH/BPLH melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup telah menindaklanjuti temuan ini dengan memproses sanksi administratif terhadap perusahaan- perusahaan pemegang izin konsesi yang lalai dalam pencegahan karhutla.
Seluruh perusahaan diwajibkan membangun sekat kanal di areal gambut, menyediakan sarana pemadaman dini, serta aktif melakukan patroli bersama masyarakat.
“Kami telah mengadakan pertemuan langsung dengan pelaku usaha seperti RAPP, Sinar Mas Group, dan PTPN IV Regional III, untuk memastikan komitmen mereka dalam pencegahan dan pemulihan lingkungan,” ujarnya.
Selain itu, KLH/BPLH juga bekerja sama dengan BMKG dalam pelaksanaan operasi modifikasi cuaca (OMC) di wilayah rawan karhutla.
Operasi ini bertujuan untuk mempercepat pembentukan hujan buatan yang diharapkan dapat membantu menurunkan potensi kebakaran, khususnya di kawasan gambut yang kering ekstrem.
Di sisi lain, BNPB telah mengerahkan satu unit helikopter water bombing dan akan menambah tiga unit tambahan. Perusahaan swasta juga berpartisipasi, seperti Sinar Mas
Group yang mengirimkan satu helikopter ke wilayah Bangko Sempurna, Rokan Hilir sebagai salah satu episentrum titik api terbanyak.
Pemerintah daerah di 12 kabupaten telah menetapkan status siaga karhutla. Namun medan yang sulit, lahan gambut yang kering, dan angin kencang memperparah penyebaran api.
“Saya menegaskan bahwa pembakaran lahan dalam bentuk apa pun adalah pelanggaran hukum berat yang akan ditindak tanpa kompromi. Setiap pelaku, baik individu maupun korporasi, akan dikenai sanksi pidana dan administratif. Kami tidak akan membiarkan bencana tahunan ini terus mengancam lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif menyerukan kepada seluruh kepala daerah, camat, kepala desa, hingga tokoh masyarakat untuk memperkuat pengawasan di wilayahnya. Edukasi publik, patroli darat, dan pelibatan masyarakat peduli api harus digerakkan secara masif.
“Kami terus bekerja untuk memastikan udara bersih, hutan lestari, dan masyarakat yang sehat. Tapi perlindungan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kolaborasi antarsektor adalah kunci. Mari bersama kita hentikan pembakaran lahan sebelum api menghentikan kehidupan kita,” pungkas Menteri Hanif. (*)
Tags : Menteri lh, Hanif Faisol Nurofiq, Tindak tegas perusahaan nakal, Menteri lingkungan hidup, Hanif Faisol Nurofiq, Karhutla, perusahaan lalai aturan di pidana, perusahaan kehutanan dan perkebunan tak taat aturan di pidana, lingkungan, alam, karhutla, riau,