
INTERNASIONAL - Pada bulan Oktober 1986, The Sunday Times menerbitkan sebuah artikel—yang secara luas dianggap sebagai salah satu berita terbesar jurnalisme Inggris—dengan judul Revealed: the secrets of Israel's nuclear arsenal.
Sumbernya adalah teknisi nuklir Israel Mordechai Vanunu, dan pengungkapannya mengonfirmasi kecurigaan tentang kemampuan nuklir negaranya, yang mengindikasikan program senjata lebih besar dan lebih maju daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dia bekerja di pusat penelitian nuklir rahasia Dimona di gurun Negev, sekitar 150 km selatan Yerusalem melalui jalan darat.
Surat kabar itu menyimpulkan, Israel telah menjadi kekuatan nuklir keenam di dunia dan memiliki sebanyak 200 hulu ledak atom.
"Kami tegang, kami kelelahan, sebagian besar orang di sana belum pernah membuat cerita sebesar ini," kata jurnalis investigasi surat kabar tersebut.
Namun pada hari The Sunday Times memberitakan berita itu—5 Oktober—sumber utama mereka telah menghilang.
Hounam pertama kali bertemu Vanunu di Sydney, Australia, pada Agustus tahun itu, dan terkejut dengan penampilan dan perilaku pelapor tersebut.
"Ketika saya melihat Vanunu berdiri di sana—seorang pria kecil, bertubuh mungil, sedikit botak, tidak percaya diri, berpakaian sangat kasual—dia jelas tidak terlihat seperti seorang ilmuwan nuklir," kenang Hounam.
"Namun dia terdorong oleh keputusan yang diambilnya untuk memberi tahu dunia tentang apa yang dilihatnya di Dimona," tambahnya.
Pada akhir 1985, Vanunu memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan berkeliling Asia, karena merasa kecewa dengan perlakuan Israel terhadap Palestina dan pengembangan senjata nuklirnya.
Sebelum berhenti, ia mengambil dua rol film di pembangkit listrik tenaga nuklir, termasuk peralatan untuk mengekstraksi bahan radioaktif untuk produksi senjata dan model laboratorium perangkat termonuklir.
Itu adalah keputusan yang membawanya pertama ke London dan The Sunday Times—kemudian ke Roma dan diculik oleh dinas intelijen Israel Mossad—lalu kembali ke Israel dan menjalani hukuman penjara yang lama.
"Ia mulai menguraikan kisah yang sangat menarik tentang bagaimana ia menyelundupkan kamera tanpa film apa pun, dan kemudian pada tahap selanjutnya ia menyelundupkan film di dalam kaus kakinya dan kemudian mulai mengambil beberapa foto secara diam-diam pada larut malam dan dini hari," kata Hounam.
Editor The Sunday Times mendesak Hounam membawa Vanunu kembali ke London untuk memeriksa ceritanya lebih lanjut.
Meski takut, Vanunu setuju terbang ke Inggris. The Sunday Times menempatkannya di sebuah hotel pedesaan terpencil di luar London.
Tetapi Vanunu kemudian merasa gelisah dan dipindahkan ke hotel London, saat itulah kejadian tak terduga terjadi.
"Akhir pekan itu dia bertemu seorang perempuan saat berjalan-jalan. Dia melihatnya beberapa kali dan pergi ke bioskop bersamanya. Dan saya berkata, 'Apakah kamu yakin dengan perempuan ini'?" kenang Hounam.
Selama tinggal di London, Hounam semakin khawatir akan keselamatan Vanunu dan mulai rutin memeriksanya. Ia teringat percakapan terakhir mereka.
"Dia berkata, 'Oh, saya hanya akan pergi selama beberapa hari ke utara Inggris, saya akan baik-baik saja.' Dan saya berkata kepadanya, 'Apa pun yang Anda lakukan, teleponlah saya dua kali sehari hanya untuk memastikan saya tahu Anda aman.'"
Sebulan kemudian, pemerintah Israel mengungkapkan Vanunu telah ditahan. Ia telah menjadi korban operasi jebakan klasik dan diselundupkan—dalam keadaan tidak sadarkan diri—kembali ke Israel dengan perahu.
Saat ia diangkut dari penjara di Israel, Vanunu menulis beberapa rincian penculikannya di telapak tangannya, yang ia dekatkan ke jendela mobil van sehingga wartawan yang menunggu bisa mendapatkan informasi.
Ia mengatakan bahwa dirinya telah berteman di London dengan seorang agen Mossad kelahiran Amerika, Cheryl Bentov, yang menyamar sebagai turis.
Dia membujuknya untuk pergi berlibur ke Roma pada 30 September. Sesampainya di sana, dia diculik dan dibius.
Vanunu kemudian diadili pada Maret 1987 atas tuduhan pengkhianatan dan spionase serta dijatuhi hukuman 18 tahun penjara. Lebih dari separuh masa hukumannya dihabiskan di sel isolasi.
"Saya ingin memberi tahu dunia tentang apa yang tengah terjadi... ini bukan pengkhianatan, ini adalah upaya memberi informasi kepada dunia, tidak seperti kebijakan Israel," kata Vanunu dalam rekaman wawancara di penjara.
Dia dibebaskan pada 21 April 2004 dan sejak itu ditolak izinnya untuk meninggalkan Israel.
Sejak itu, ia telah dikembalikan ke penjara beberapa kali karena melanggar ketentuan pembebasan atau pembebasan bersyaratnya.
Sebelum dibawa pergi pada 2009, Vanunu berteriak, "Kalian tidak mendapatkan apa pun dari saya selama 18 tahun; kalian tidak akan mendapatkan apa pun dalam tiga bulan. Malu kalian, Israel."
Sebelum pengungkapan Vanunu, hanya sedikit yang diketahui tentang kemampuan nuklir Israel, bahkan oleh sekutu terdekatnya.
Israel diperkirakan telah memulai program nuklirnya segera setelah berdirinya negara tersebut pada 1948.
Jauh kalah jumlah dibandingkan musuh-musuhnya. Perdana Menteri pertama Israel, David Ben-Gurion, melihat pentingnya pencegah nuklir, tetapi tidak ingin membuat marah sekutu Israel dengan memperkenalkan senjata non-konvensional ke kawasan yang tidak stabil.
Jadi, Israel membuat kesepakatan rahasia dengan Prancis untuk membangun fasilitas nuklir Dimona, yang diperkirakan mulai berproduksi untuk membuat bahan baku senjata nuklir pada 1960-an.
Selama bertahun-tahun, Israel mengklaim bahwa situs itu adalah pabrik tekstil.
Inspektur AS mengunjungi lokasi tersebut beberapa kali pada 1960-an, namun dilaporkan tidak menyadari adanya fasilitas di bawah tanah karena poros lift dan pintu masuk telah ditutup bata dan diplester.
Israel saat ini diperkirakan memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir, menurut Pusat Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi.
Namun, negara itu mempertahankan kebijakan resmi yang ambigu seputar kemampuan nuklirnya, dan para pemimpin Israel telah sering mengulangi selama bertahun-tahun bahwa "Israel tidak akan menjadi negara pertama yang memperkenalkan senjata nuklir ke Timur Tengah".
Sejak 1970, sebanyak 191 negara bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT)—sebuah perjanjian yang bertujuan mencegah penyebaran senjata nuklir dan mendorong pelucutan senjata.
Lima negara—AS, Rusia, Inggris, Prancis, dan Cina—diizinkan memiliki senjata karena mereka membangun dan menguji alat peledak nuklir sebelum perjanjian tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 1967.
Israel bukan penanda tangan perjanjian tersebut.
Vanunu secara luas dianggap sebagai pengkhianat di Israel, tetapi para pendukungnya merayakan pembebasannya pada 2004, dengan menyebutnya sebagai "pahlawan perdamaian".
Dia mengatakan kepada BBC dalam wawancara pertamanya setelah dibebaskan bahwa dia "tidak menyesal".
"Apa yang saya lakukan adalah memberi tahu dunia apa yang sedang terjadi secara rahasia."
"Saya tidak datang dan berkata, kita harus menghancurkan Israel, kita harus menghancurkan Dimona."
"Saya berkata, lihat apa yang mereka miliki dan buatlah penilaian Anda."
Sementara Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyuarakan kekhawatiran serius tentang serangan militer Israel terhadap Iran yang dimulai sejak Jumat pekan lalu karena meningkatkan bahaya perang habis-habisan baru di Timur Tengah.
"Situasi gawat yang disaksikan dunia saat ini jelas membuktikan bahwa Israel, yang didukung dan dilindungi oleh AS dan Barat, adalah entitas yang seperti kanker bagi perdamaian di Timur Tengah dan penyebab utama penghancuran perdamaian dan keamanan global," kata kementerian tersebut melalui juru bicaranya, yang dikutip oleh KCNA.
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengumumkan telah menembakkan rudal Sejjil ultra-berat untuk pertama kalinya dalam gelombang serangan ke-12 terhadap Israel pada hari Rabu.
IRGC menyatakan tembakan misil ini akan menjadi awal dari "pembukaan gerbang neraka" untuk rezim Zionis.
Menurut IRGC, tembakan rudal Sejjil jarak jauh tersebut dengan mudahnya menembus pertahanan udara Israel, sementara rezim Zionis memperketat sensor media di lokasi serangan.
"Garda Revolusi menggunakan rudal Sejjil yang sangat berat dalam gelombang ke-12 Operasi True Promise 3, untuk menargetkan sejumlah lokasi di wilayah pendudukan," kata IRGC dalam sebuah pernyataan.
"Langit wilayah pendudukan terbuka untuk rudal dan pesawat nirawak kami," lanjut pernyataan tersebut.
"Serangan rudal akan terfokus dan terus-menerus."
IRGC, yang dikutip kantor berita Tasnim, menyampaikan pesan kepada Israel: "Gerbang neraka akan terbuka untuk kalian."
"Rudal pasukan kedirgantaraan Garda Revolusi akan mencegah kalian menghabiskan waktu sejenak di luar tempat perlindungan bawah tanah. Beberapa hari telah berlalu tanpa kalian melihat sinar matahari," lanjut pesan tersebut.
“Pastikan suara sirene tidak akan berhenti sedetik pun. Anda bisa memilih ‘kematian yang lambat’ dalam kehidupan yang mengerikan di dalam tempat perlindungan, atau Anda bisa menyelamatkan diri dari pengeboman rudal 24 jam terus-menerus dan melarikan diri secepat mungkin, sehingga Anda bisa menyelamatkan hidup Anda," imbuh pesan IRGC.
Mengomentari tembakan pertama rudal Sejjil oleh Garda Revolusi Iran, Army Radiomengutip seorang pejabat keamanan Zionis Israel yang mengatakan bahwa rudal Iran terbaru itu luar biasa dalam hal jenis, berat, dan jumlah bahan peledaknya.
Sebagai respons, Angkatan Darat Israel mengumumkan bahwa gelombang baru rudal Iran menargetkan wilayah Tel Aviv yang lebih luas, di mana sirene berbunyi di beberapa lokasi, mencatat bahwa rentetan rudal Iran baru ini adalah yang pertama dalam 18 jam.
Army Radio mengutip sumber militer Israel yang mengatakan bahwa peluncuran delapan rudal dari Iran terdeteksi, sementara Angkatan Darat Israel mengeklaim bahwa mereka telah mencegat semua rudal yang diluncurkan dari Iran.
Sebelum serangan rudal mencapai Israel, Angkatan Darat Israel meminta masyarakat Zionis untuk segera memasuki area yang dilindungi setelah menerima peringatan dan tetap di sana sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Tak lama kemudian, Angkatan Darat Israel mengumumkan pengaktifan sirene di area yang luas di Tel Aviv.
Surat kabar berbahasa Ibrani; Yedioth Ahronoth, juga melaporkan bahwa sirene berbunyi di area Hasharon (pusat) dan permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Kemudian, saluran swasta berbahasa Ibrani; Channel 12, melaporkan bahwa beberapa rudal baru jatuh di tengah jalan, dan sisanya dicegat.
Dalam konteks ini, media Israel melaporkan bahwa Angkatan Udara Israel telah mencegat sembilan pesawat nirawak Iran di Israel utara sejak Rabu pagi.
Zionis Israel Menyensor Ketat Media di sisi lain, kepala sensor Israel, Brigadir Jenderal Kobi Mandelblit, menandatangani perintah darurat baru yang melarang publikasi yang, menurutnya, dapat membahayakan keamanan negara, mengirim pesan kepada musuh, menghasut masyarakat, atau merusak moral nasional, termasuk unggahan media sosial.
Perintah ini, yang didasarkan pada Peraturan Pertahanan Darurat 1945, menandai langkah pertama sejak 1988 dan mencerminkan kontrol yang lebih ketat atas informasi sensitif di era digital.
Keputusan baru ini akan membantu dan membuka jalan untuk menuntut warga negara dan media yang melanggar aturan penyensoran dan menyiarkan atau mendistribusikan dokumen yang terkait dengan serangan rudal dan serangan pesawat nirawak.
Perintah ini ditandatangani di tengah meningkatnya pengabaian terhadap instruksi badan penyensoran, termasuk publikasi serangan langsung dan korban, lokasi pangkalan dan sistem pertahanan udara, dan materi rahasia tanpa persetujuan penyensoran sebelumnya.
Hal ini terjadi ketika Israel memberlakukan penyensoran ketat pada situs yang menjadi sasaran rudal dan pesawat nirawak Iran, terutama yang menargetkan lokasi militer atau vital, dengan mengeklaim bahwa mengungkap situs tersebut memberikan bantuan kepada musuh.
Sejak fajar pada 13 Juni, Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, telah melancarkan perang terhadap Iran, termasuk pengeboman fasilitas nuklir dan pangkalan rudal, serta pembunuhan komandan militer dan ilmuwan nuklir.
Hal ini telah mengakibatkan 224 kematian dan 1277 cedera. Teheran, pada gilirannya, telah menanggapi dengan rudal balistik dan pesawat nirawak, yang menyebabkan lebih dari 30 kematian dan ratusan orang cedera, menurut laporan Palestine Chronicle, Kamis (19/6/2025).
Beberapa pesawat Boeing 747 terlacak terbang dari China dan menghilang di dekat wilayah udara Iran. Ini memicu spekulasi bahwa Beijing mungkin secara diam-diam membantu Teheran selama perangnya melawan agresi Israel.
"Beberapa Boeing 747 telah terlihat di radar saat berangkat dari China menuju Iran selama seminggu terakhir," tulis Fox News dalam laporannya, Sabtu (21/6/2025), mengutip data pelacakan penerbangan dan penilaian intelijen Eropa.
Mulai 14 Juni, sedikitnya lima penerbangan kargo lepas landas dari berbagai titik di China dan menempuh rute rahasia ke arah barat di sepanjang koridor udara utara China.
Mereka kemudian turun melalui Asia Tengah—Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan—sebelum menghilang dari radar di dekat wilayah udara Iran, menurut data FlightRadar24 dan laporan The Telegraph.
Menariknya, tujuan yang tercantum untuk penerbangan tersebut adalah Luksemburg. Namun, pesawat tersebut tidak pernah memasuki wilayah udara Eropa.
"Pesawat angkut misterius", seperti yang dijelaskan oleh The Telegraph, telah memicu spekulasi di antara analis pertahanan yang menyatakan bahwa penerbangan tersebut dapat menjadi bagian dari operasi logistik yang dirahasiakan—mungkin memindahkan perlengkapan militer, personel utama, atau kargo sensitif untuk mendukung Iran selama konfrontasinya yang meningkat dengan Israel.
"Jenis pesawat ini biasanya digunakan untuk transportasi," tulis Fox News mengutip pakar penerbangan.
"Dan dapat menjadi bukti bahwa China membantu sekutu lamanya, Iran, selama konflik."
China dan Iran adalah mitra strategis. Mereka menentang tatanan dunia yang dipimpin Amerika Serikat dan mendukung fase multipolar dalam diplomasi global.
Iran juga merupakan pemasok energi utama bagi China, yang mengirimkan dua juta barel minyak setiap hari.
"Saya pikir penting untuk mengingat hubungan seperti apa yang terjalin; empat puluh tiga persen minyak dan gas Tiongkok berasal dari Timur Tengah, sebagian besar dari Iran," kata Robert Greenway, direktur pusat pertahanan nasional dari The Heritage Foundation, kepada The Ingraham Angle.
Maskapai utama yang terlibat, maskapai kargo yang berbasis di Luksemburg, Cargolux, telah membantah tuduhan yang mengaitkan pesawatnya dengan serangkaian penerbangan Boeing 747 yang mencurigakan dari China ke Iran, yang dilaporkan menghilang dari radar di dekat wilayah udara Iran.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis di situs web resminya dan halaman Facebook pada hari Minggu, Cargolux mengklarifikasi: "Tidak ada penerbangannya yang menggunakan wilayah udara Iran."
Maskapai tersebut menekankan bahwa operasinya sepenuhnya transparan dan bergantung pada sistem pelacakan canggih untuk memastikan pemantauan realtime.
"Sistem pelacakan penerbangan kami menyediakan data realtime, yang mengonfirmasi bahwa tidak ada penerbangan yang memasuki wilayah udara Iran. Klaim apa pun yang bertentangan sama sekali tidak berdasar," kata perusahaan itu.
Presiden China Xi Jinping mendesak lebih banyak upaya diplomatik untuk meredakan konflik antara Israel dan Iran dalam panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis lalu, menurut laporan kantor berita Xinhua.
Xi, tanpa menyebut nama Amerika Serikat, mengatakan negara-negara besar dengan pengaruh khusus di kawasan tersebut harus meningkatkan upaya diplomatik untuk mendinginkan situasi, menekankan peran Israel dalam mewujudkan gencatan senjata.
Perang Iran-Israel pecah sejak 13 Juni lalu, dimulai dengan agresi udara militer Zionis yang menargetkan situs-situs militer dan nuklir Iran. Teheran kemudian membalas dengan meluncurkan gelombang serangan rudal ke Israel.
Perang udara itu semakin memanas dengan intervensi sekutu utama Israel, Amerika Serikat. Amerika resmi menyerang Iran dengan membombardir tiga situs nuklir negara Islam tersebut pada Minggu (22/6/2025) WIB.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan AS telah melakukan serangan yang sangat berhasil terhadap tiga lokasi nuklir di Iran.
"Ini adalah momen bersejarah bagi AS, Israel, dan dunia. Iran sekarang harus setuju untuk mengakhiri perang ini," tulis Trump di Truth Social.
“Kami telah menyelesaikan serangan yang sangat berhasil di tiga situs nuklir di Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan. Semua pesawat sekarang berada di luar wilayah udara Iran," lanjut Trump.
"Muatan penuh bom dijatuhkan di situs utama, Fordow. Semua pesawat dalam perjalanan pulang dengan selamat. Selamat kepada prajurit Amerika kita yang hebat. Tidak ada militer lain di dunia yang dapat melakukan ini," imbuh Trump.
Organisasi Energi Atom Iran mengecam pengeboman AS terhadap situs nuklirnya, dalam reaksi resmi pertama yang keras yang tidak sampai menjanjikan serangan balik.
"Setelah serangan brutal oleh musuh Zionis selama beberapa hari terakhir, situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan menjadi sasaran serangan brutal pada dini hari tadi—tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum internasional," kata badan negara itu.
"Tindakan ini, yang melanggar norma-norma internasional, sayangnya terjadi di bawah ketidakpedulian—atau bahkan keterlibatan—Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)."
"Musuh Amerika, melalui pernyataan publik presiden AS di media sosial, telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap situs-situs ini... Masyarakat global diharapkan mengutuk tindakan-tindakan melanggar hukum yang berakar pada logika rimba belantara ini dan mendukung Iran dalam menegaskan hak-haknya yang sah," tambahnya.
"Organisasi Energi Atom Iran meyakinkan bangsa Iran yang agung bahwa terlepas dari konspirasi jahat musuh, mereka tidak akan membiarkan pengembangan industri nasional ini—yang dibangun di atas darah para martir nuklir kita—dihentikan, berkat dedikasi ribuan ilmuwan dan pakar yang revolusioner dan termotivasi."
Pemerintah Korea Utara (Korut) pada hari Kamis (19/6/2025) membela Iran dengan mengecam serangan udara Israel sebagai tindakan agresi yang mengerikan.
Menurut pemerintah yang dipimpin Kim Jong-un tersebut, rezim Zionis, yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Barat, adalah entitas "seperti kanker" yang mengancam perdamaian di Timur Tengah.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyuarakan kekhawatiran serius tentang serangan militer Israel terhadap Iran yang dimulai sejak Jumat pekan lalu karena meningkatkan bahaya perang habis-habisan baru di Timur Tengah.
"Situasi gawat yang disaksikan dunia saat ini jelas membuktikan bahwa Israel, yang didukung dan dilindungi oleh AS dan Barat, adalah entitas yang seperti kanker bagi perdamaian di Timur Tengah dan penyebab utama penghancuran perdamaian dan keamanan global," kata kementerian tersebut melalui juru bicaranya, yang dikutip oleh KCNA.
"Korea Utara mengecam serangan Israel terhadap Iran sebagai tindakan agresi yang mengerikan yang melanggar kedaulatan dan integritas teritorial negara berdaulat dan kejahatan yang tidak dapat dimaafkan terhadap kemanusiaan," lanjut Kementerian Luar Negeri Korut.
"Kaum Zionis yang membawa perang baru ke Timur Tengah dan pasukan di balik layar yang dengan bersemangat melindungi dan mendukung mereka akan dianggap sepenuhnya bertanggung jawab atas penghancuran perdamaian dan keamanan internasional," imbuhnya.
Setelah menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1973, Korea Utara dan Iran diketahui memiliki hubungan dekat saat keduanya berada di bawah sanksi internasional atas program senjata mereka.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah meminta Iran untuk menyerah tanpa syarat dan mengisyaratkan bahwa Amerika akan menargetkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
"Khamenei adalah target yang mudah," tulis Trump di akun Truth Social.
"Kami tidak akan menghabisinya—setidaknya untuk saat ini," lanjut Trump.
"Iran harus menyerah, AS memiliki kendali penuh dan total atas langit di atas Iran," imbuh dia.
Khamenei langsung merespons seruan Trump. "Mereka yang memiliki kebijaksanaan yang mengetahui Iran dan sejarahnya tidak pernah berbicara kepada negara ini dalam bahasa ancaman," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi pemerintah Iran pada Rabu.
"Iran bukanlah negara yang akan menyerah. Setiap jenis masuknya militer oleh AS niscaya akan disertai dengan kerusakan yang tidak dapat dikompensasi," lanjut Khamenei.
Khamenei juga menggambarkan ultimatum Trump untuk "penyerahan tanpa syarat" Iran sebagai hal yang tidak dapat diterima. "Republik Islam Iran tidak akan menerima perdamaian yang dipaksakan," ujarnya.
"Presiden AS mengancam kita. Dengan retorikanya yang tidak masuk akal, dia menuntut agar rakyat Iran menyerah kepadanya. Mereka seharusnya membuat ancaman terhadap mereka yang takut diancam. Bangsa Iran tidak takut dengan ancaman seperti itu," kata Khamenei. (*)
Tags : korea utara, iran israel, perang iran vs israel, amerika serikat, china, perang iran vs israel, amerika serikat, senjata nuklir, timur tengah,